Pagi itu.
Sudah satu jam aku termenung di depan lemari.Baju apa yang harus kupakai ...?
Memilih pakaian adalah salah satu kelemahan terbesarku. Mataku menyapu baju-baju itu satu persatu. Rasanya tidak ada satupun yang cocok untuk dipakai interview.
Lagipula aku sudah lupa kapan terakhir kali membeli baju. Sayang sekali kalau uang hasil jerih payah ini habis cuma untuk beli baju. Tapi kali ini aku sedikit agak menyesali pemikiran seperti itu.
Sebentar, sepertinya aku punya kemeja putih, aku menarik lipatan putih paling bawah di susunan bajuku.
Nah ... ini dia. Aku membuka baju itu.Hah? apa gak salah ini ...?
Kayanya ini ukuran badanku sewaktu SMA deh.Ketika melihat bandrol dengan tulisan XS. Perasaanku mendadak bimbang. Tapi karena penasaran aku mencobanya dengan susah payah. Namun, akhirnya berhasil juga kukenakan. Di bagian pinggang tampak agak ketat, begitu pula bagian dada
Sial! badanku tampak semakin melar saja. Aku berputar melihat badanku di cermin.
Kalo pake tank top, mungkin akan lebih mendingan ...?
Pikirku sambil melepas kemeja. Aku tidak perlu mengancingi kemeja ini sampai atas, dan aku lebih merasa nyaman.
Ah, baiklah kalo begitu.
***
Aku berjalan di sepanjang trotoar itu sambil sesekali melihat ponsel di tanganku. Aku membuka sebuah aplikasi yang bisa menuntun ke
arah yang akan dituju. Memang alamat tempatnya tidak jauh dari jalan besar. Hanya saja aku malas bertanya. Jadi aku benar-benar mengandalkan aplikasi ini.Seminggu yang lalu aku mengirim CV, sebelum akhirnya kemarin aku ditelepon oleh managernya. Aku diminta datang hari ini pukul 10 pagi untuk diwawancara. Karena saking bersemangatnya, aku memberi alasan sakit. Lagipula hari ini cuma ada satu mata kuliah tambahan.
Di ujung jalan itu, kutemukan sebuah plang berwarna hitam tinggi bertulisan putih, Silhouette Coffee & Tea.
Aku berjalan mendekat, tempat itu bergaya minimalis, simple, tidak terlalu besar, tapi tampaknya nyaman. Tanpa pagar, dan pijakan halaman depannya dipasangi paving block berwarna abu-abu. Pintu masuk dan jendela, semua terbuat dari kaca yang bening, luas dan lebar, membuat tempat itu terlihat sangat elegan. Sisi pinggiran kaca diberi list-list besi dengan warna hitam doff. Tanaman-tanaman semak yang dibentuk bulat-bulat, pada pinggiran halaman juga, tampak sedikit rumput yang ditumbuhi bunga-bunga morning glory dengan berbagai warna.
Lucu sekali tempat ini ...
Aku memandangi dari depan tempat itu sambil senyam-senyum.
Sepertinya masih sepi, jam segini pastinya masih belum buka.
Tiba-tiba jantungku berdegup.
Hufff.. Aku pasti bisa! ucapku dalam
hati, sambil melangkah masuk ke cafe itu.***
Aku duduk tegap di hadapan pria setengah baya itu. Ekspresinya lembut, di wajahnya bertengger kacamata berbingkai hitam, rambutnya hitam agak bergelombang yang pangkas rapih. Ia tersenyum ketika menyambutku masuk.
"Sebelumnya, terima kasih sudah bersedia datang ke sini, Annora." ia tersenyum.
Aku tersenyum sambil mengangguk.
"Kulihat, kamu masih kuliah juga ya ..."
"Ah ... iya, saya memang biasa bekerja sambil kuliah." Aku menjawab sedikit gugup.
"Beberapa pegawai di sini banyak juga yang masih kuliah." Jelas pria itu sambil tersenyum. Aku pun mengangguk, perasaanku agak lega mendengarnya. Setidaknya usia kami tak berbeda jauh, dan mungkin akan lebih mempermudah aku barbaur.
"Melihat dari pengalaman, saya memang merekomendasikan kamu dari pelamar yang lain." Aku sedikit kaget dan tersenyum senang.
"Saya akan menempatkan kamu di shift sore ya, melihat kamu masih kuliah." Lagi-lagi aku mengangguk setuju.
Padahal aku sudah berniat untuk mengajukannya. Untungnya manager ini pengertian. Aku bersyukur.
"Untuk pembagian pekerjaan, nanti kamu akan bertemu dengan Elsa, Gavin dan Reyno, kebetulan kita sudah punya tiga orang pegawai. Elsa akan memberi penjelasan dan jadwal shift untukmu." Aku mengangguk lagi.
"Satu lagi, di sini semua fleksibel, Annora, serius namun santai." Kata pria itu lagi.
"Oh iya, sebelumnya nama saya Louise, silahkan hubungi saya bila ada apa-apa." Ia menutupny dengam senyum lagi.
"Baik, Pak Louise."
"Baiklah, Annora, saya akan memberimu seragam, dan besok kamu sudah bisa mulai bekerja." Ia mengulurkan tangan memberi selamat.
"Terima kasih banyak." Aku tersenyum lebar, sambil menyambut tangannya.
Singkat dan padat.
Syukurlah ...
Kataku dalam hati.
Pengajuan gajinya juga tidak ada pembahasan sama sekali, jadi kurasa tak ada lagi yang perlu aku khawatirkan.***
Setelah menerima seragam, aku diperbolehkan berkeliling sekedar untuk melihat-lihat.
Suasana cafe itu sudah mulai ramai. Banyak yang datang untuk makan siang, atau sekedar nongkrong. Aku duduk di salah satu sudut cafe itu, menempel pada kaca jendela di sebelah kiri yang begitu bening dan besar. Tidak memesan apapun, hanya duduk dan memperhatikan. Para tamu yang datang kebanyakan mahasiswa, dan pekerja kantoran.
Aku melihat meja panjang di sebelah kanan. Tampak seorang barista, dan dua orang staff lainya yang sedang sibuk melayani pesanan. Dua orang pria dan seorang wanita. Begitu cepat dan lincah keduanya bergerak ke sana kemari. Hanya satu orang barista yang begitu serius membuat minuman.
Besok aku akan ikut sibuk juga di sana, aku melamun. Baiklah, sudah jam dua siang, sebaiknya aku pulang. Beberapa tugas yang masih menunggu untuk direvisi.
Aku beranjak bangkit, dan berjalan lurus melewati meja panjang itu dan kemudian keluar.
Dari dalam, salah seorang tampak memperhatikan aku ketika berjalan hingga keluar. Di balik topinya ia menengadah menatapku sesaat. Kemudian ia kembali menuangkan cairan pada gelas yang digenggamnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST ONE BELIEVE (complete)
RomanceHampir setahun lebih Annora terkungkung dengan masa lalu dan mimpi buruk. Dan karena rasa frustasi untuk berusaha lepas dari dilema itu, akhirnya ia memilih untuk pergi menjauh dan hidup seorang diri. Belajar dan bekerja dilakoninya sekaligus. Ia be...