XI: HARI PERTAMA MENJADI GURU

9.8K 770 17
                                    

"Saya ... tinggal di rumah Bapak?"

"Lebih tepatnya tinggal di rumah orangtua aku."

"Iya, Pak, mak-maksud saya ... saya jadi satu atap sama Bapak gitu? Ah, saya nggak mau, Pak. Saya cari kosan aja."

"Emang kalau satu atap kenapa?"

"Hm ... itu, ya nggak enak aja, Pak."

"Aku tinggal di apartemen, Na," jawab Davin sambil terkekeh pelan, ia tidak tahu sejak kapan ia bisa leluasa memanggil Davina dengan akhiran 'Na'. Ia hanya merasa seperti berbicara kepada diri sendiri jika ia memanggil Davina dengan sebutan 'Vin'.

"Jadi ... kita nggak akan satu atap. Tapi kalau suatu hari kamu mau satu atap juga aku siap, kok."

Davina mengerjapkan matanya, namun Davin hanya tertawa kecil. Ia segera melepaskan seat belt dan berjalan memutari mobil untuk membukakan pintu Davina.

"Hei, kok bengong? Ayo turun." Davin berdiri di ambang pintu mobil.

Davina menoleh ke sumber suara. Ia segera mengambil tasnya dan keluar dari pintu mobil.

Mereka berdua berjalan ke pintu berwarna coklat tua itu. Davin memencet bel dan mengucap salam berkali-kali.

"Pak, saya jangan tinggal di sini deh. Ini ngerepotin banget."

"Gini, kamu udah punya penghasilan?"

Davina menggeleng lemah.

"Terus nanti kamu bayar uang kos pakai apa?"

Perempuan itu diam sambil mengangkat bahu, bingung.

"Tinggal dulu di sini, setidaknya ... sampai kamu punya tabungan untuk bayar kos."

Pintu rumah terbuka dan perempuan cantik dengan kerudung hitam menyembul di balik pintu.

"Waalaikum salam. Eh, siapa ini?" tanya Khansa sambil membuka daun pintu lebih lebar. "Oh, Umi paham. Calon kamu ya, Vin?"

"Enggak!" kilah Davina.

"Iya," balas Davin.

Kalimat tersebut secara keluar dari mulut mereka di waktu yang bersamaan.

"Calon guru yang ngajar di sekolah, Mi."

Oh itu.

Khansa hanya tersenyum simpul. "Yaudah yuk masuk!"

Tiga teh manis telah tersaji di atas meja ruang tamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiga teh manis telah tersaji di atas meja ruang tamu. Mereka bertiga tengah bercakap-cakap. Atau lebih tepatnya, Davin sedang bercakap-cakap dengan Ibunya. Karena sejak Davina masuk ke ruang tamu, perempuan itu lebih banyak diam. Ia merasa canggung karena ini kali pertamanya ia bertemu dengan Khansa.

Davin telah menceritakan maksud dan tujuannya membawa Davina ke rumahnya. Khansa mengangguk dan mengizinkan Davina tinggal sementara di rumahnya. Lagipula, itu adalah hal baik, setidaknya Khansa mempunyai teman sesama perempuan yang bisa diajak bicara.

Tentang Davin: Kembali [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang