Sudah seminggu berlalu sejak pernikahan Davin dan Davina. Pasangan pengantin baru itu masih saja bertingkah malu-malu layaknya muda-mudi yang baru resmi berpacaran.
Pipi keduanya sering bersemu hanya karena ucapan sayang atau perlakuan kecil seperti genggaman tangan. Hal sesederhana itu ternyata ampuh membuat keduanya tidak jemu melukiskan senyum kebahagiaan.
"Sayur sop dan perkedel siap disajikan!" pekik Davin dengan senyuman lebar yang tercetak di wajahnya. Davina bangkit dari kursi makan dan hendak membantu Davin membawa makanan ke meja namun gerakan itu terhenti ketika Davin menatapnya sambil tersenyum. "Kamu duduk di situ aja." Davina baru ingin mengintrupsi ucapan Davin tapi laki-laki itu langsung meneruskan ucapannya. "Dan jangan protes."
Lantas Davina duduk kembali sambil memperhatikan gerakan Davin yang sedang menuang sayur sop dari panci ke dalam mangkuk dengan ukuran yang cukup besar. Kemudian menuyusun perkedel dan membawa kedua menu itu ke meja makan.
"Jangan gerak, biar aku aja yang siapin." Davin menyendokkan nasi ke piring lengkap dengan lauk-pauknya dan menyerahkannya ke hadapan Davina. "Happy breakfast, Love," ucapnya sambil menunjukkan cengiran kecil.
Davina ikut tertawa dan segera menyuapkan nasi itu ke mulutnya. Ia menunduk malu dan tatapannya hanya terfokus pada nasi beserta kawanannya di dalam piring. Saat ia mengangkat wajahnya, Davin sudah tidak ada dihadapannya dan ia merasakan lengan kokoh merangkul bahunya. Davina menolehkan pandangannya ke samping dan ada Davin yang sudah duduk di sampingnya sambil menaikkan kedua alisnya secara bergantian.
"Davin bikin kaget aja ih!" Davina memekik sambil mencebikkan bibirnya. Davin lantas tertawa sambil memakan sarapannya.
Davina menghela napas pendek di sela-sela sarapannya. "Udah seminggu Davin terus yang masak, Ina kayaknya harus les masak dulu sama Umi atau Ibu," tuturnya lemah.
Sudah seminggu ini memang selalu Davin yang memasak karena setiap kali Davina berada di dapur, perempuan itu justru malah membuat masakan apapun jadi gosong dan tidak memiki rasa. Di hari pertama pernikahan mereka Davina sudah sigap terjun ke dapur untuk memasak masakan sederhana--seperti telur dadar tapi ia tidak mampu membalikkan telur itu dan membuat masakan itu gosong. Di hari kedua Davina mencoba memasak tempe bacem tapi kecap yang digunakan ternyata kecap asin. Di hari ketika ia lagi-lagi mencoba memasak hal sederhana seperti mie instan namun lagi-lagi gagal karena memasak mie instan itu terlalu lama dan membuatnya tidak layak di makan. Davina memang buruk dalam memasak dan ia tidak menyangkal fakta yang satu itu.
Tapi semua masakan yang dibuat Davina selalu dimakan habis oleh Davin. Hingga akhirnya perempuan itu merasa tidak enak hati dan memutuskan untuk tidak memasak dulu dan membeli makanan di luar--tapi Davin malah menawarkan diri untuk menjadi koki bagi istrinya selama Davina belum pandai mengiris bawang dan memegang penggorengan.
"Rasanya itu ... kayak Ina gak bisa jadi istri yang baik. Nggak bisa ngelakuin kewajiban yang serusnya seorang istri lakukan untuk suaminya," lanjutnya lagi.
Davin menghentikan aktivitas sarapannya dan menatap manik mata istinya. "Setau aku kewajiban seorang istri kepada suaminya itu cuma lima," Davina menoleh. "Menaati perintah suami, nggak keluar rumah tanpa izin suami, memenuhi kebutuhan biologis suami, nggak ngizinin orang lain masuk rumah selain izin suami, dan nggak berpuasa sunah selain izin suami." Davin tersenyum tulus. "Dan memasak nggak termasuk di dalamnya, Ina. Aku udah sering bilang kan kalau nanti kamu bisa belajar. Jangan sedih-sedih lagi, ya." Davin menenangkan istrinya sambil mempererat rangkulannya.
Davina mengangguk sambil melanjutkan acaranya makannya. "Davin jago masak gini belajarnya di mana?" tanyanya lagi.
"Dulu aku sering liatin Umi masak, sering diajarin gitu. Terus pas aku mau ke Kairo aku ikutan short course masak soalnya takut nanti kangen masakan Indonesia dan aku gak bisa nemuin itu di sana. Udah sih dari situ aja. Sesekali paling liat di google atau youtube."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Davin: Kembali [Completed]
Spiritual[BUKU KEDUA DWILOGI TENTANG DAVIN] Karena sejatinya, setiap dari kita akan kembali memulai kisah cinta--dengan orang, tempat, dan waktu yang tidak terduga. Catatan: 1. Disarankan membaca Jarak terlebih dahulu. 2. Ditulis ketika belum paham EBI dan t...