Ramadhan sudah memasuki hari kelima. Sejak pertemuan dengan keluarga Davina di Bandung seminggu yang lalu, sudah di tetapkan beberapa hal, salah satunya tanggal akad nikah dan resepsi yang di gelar dalam satu hari sekaligus yaitu hari minggu tanggal 7 Agustus 2016 di Bandung. Masalah tempat belum ada keputusan final. Belum tahu akan diadakan di rumah Davina, di gedung, atau di tempat lainnya.
Davin mendaratkan tubuhnya di sofa keluarga Praditya, di sana ada Davina dan Khansa. Irsyad tengah sibuk di luar mengurus bisnis propertinya. Sedangkan Afsheen tengah berkunjung ke rumah teman lamanya.
"Gimana persiapan pernikahan? Udah sampai mana, Vin?" tanya Khansa sambil menyulam rajutannya.
"Davin udah ke Bandung kemarin, cek tempat lagi. Bareng sama Bu Laila, sama temennya juga yang tau tempat bagus di Bandung buat resepsi."
"Booking gedung apa gimana?"
Davin menggeleng. "Davin masih bingung nih. Kamu enaknya gimana, Na?" Kini Davin memandang Davina yang sedari tadi hanya diam dan menjadi pendengar. "Dan jangan bilang terserah," tambah Davin.
Davina membawa tubuhnya rileks. Entah mengapa, perempuan itu bahkan masih bersikap kaku dan selalu gugup jika berbicara dengan Davin.
"Hm ... waktu itu pernah sempet datang ke acara pernikahan teman yang resepsi outdoor, Pak. Kayaknya bagus dan nyam--"
"Kamu mau resepsinya outdoor aja? Boleh juga. Nanti aku cari referensi tempat yang ada di Bandung. Harus booking dari sekarang nih. Mau yang outdoor kayak gimana? Maksudnya, tetap ada tenda-tendanya gitu kan? Antisipasi kalau hujan. Terus kayak di alam gitu ya? Di tengah hutan pinus gitu kali ya? Bayak pohon dan tanaman. Wah kayaknya bagus tuh. Aku sempet mikir itu juga sih, tapi takutnya kamu malah gak suka, Na. Ya kalau kamu suka--"
"Vin." Suara Khansa mengintrupsi Davin yang tengah bicara menggebu-gebu.
Davin melirik Khansa. "Kenapa, Mi?"
"Semangat amat mau nikah." Davin menahan napasnya. Baru sadar bahwa daritadi ia berbicara tanpa henti. "Ina-nya juga biasa aja. Ngebet banget ya?" goda Khansa.
Perkataan Khansa membuat Davin tertawa. "Ah Umi ... bikin malu Davin depan Ina aja."
"Ya abis sih kamu. Masalah itu nanti obrolin sama Ina lagi aja ya. Umi mau nanya yang lain juga. Kan, masalahnya bukan cuma tempat aja. Catering, souveir, undangan, baju, banyak, Vin. Udah sampai mana?"
Davin menarik napas panjang. "Iya nih, Mi ... belum sempet, baru ke tempat undangan dan souvenir. Itu juga belum ada yang sreg. Takut Ina-nya nggak suka juga."
"Cari bareng aja atuh. Kosongin satu-dua hari. Nanti Umi ikutnya kalau ke tempat baju aja. Ada tuh butik langgangan Umi."
"Gimana, Na? Temenin ya?" tanya Davin penuh harap.
"Berdua doang, Pak?" tanyanya gugup.
"Kamu mau ngajak se-AFIBS?" tanya Davin sambil mendengus.
Davina mendesah pelan. "Kalau ajak Afsheen, boleh?" tanyanya sambil melirik Khansa dan Davin bergantian.
Khansa dan Davin saling tatap. "Maksudnya ... hmm, Ina ngerasa nggak enak kalau cuma berdua sama Pak Davin. Sekalipun udah mau nikah kan, kita belum benar-benar sah, Pak. Ina nggak mau berduaan. Ina takut..." ujar Davina lagi.
"Takut kenapa sih, Na? Kan, aku gak gigit."
"Saya takut Pak Davin-nya nanti dosa gara-gara nggak bisa jaga pandangan. Saya cuma nggak mau gara-gara saya, Bapak jadi nambahin dosa terus..." ujar Davina lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Davin: Kembali [Completed]
Spirituelles[BUKU KEDUA DWILOGI TENTANG DAVIN] Karena sejatinya, setiap dari kita akan kembali memulai kisah cinta--dengan orang, tempat, dan waktu yang tidak terduga. Catatan: 1. Disarankan membaca Jarak terlebih dahulu. 2. Ditulis ketika belum paham EBI dan t...