XXXIII: TEMPAT TERNYAMAN

11.8K 850 59
                                    

"Na," panggil Davin setelah ia terbangun dari tidurnya pada pukul tiga malam. Tatapannya langsung jatuh kepada telapak tangannya yang ternyata masih erat menggenggam jemari Davina. Ia tersenyum kecil dan tangannya yang lain menyingkap beberapa helai rambut Davina yang menutupi wajah perempuan itu.

Kenapa cantik banget sih? batinnya sambil terus menatap kelopak mata Davina yang masih tertutup.

"Ina bangun dong." Ia menepuk pelan pipi Davina dan gerakan itu berhasil membuat Davina membuka matanya. Davina merasa sedikit kaget karena ada sesuatu yang menempel pada pipinya.

Melihat kilatan wajah bingung dari sorot mata istrinya membuat Davin menarik tangannya. "Aku bikin kamu ngerasa ... risih?" tanyanya ragu.

Davina terdiam sesaat dan membawa dirinya dalam posisi duduk. Ia menggeleng. "Kalaupun iya Ina berusaha nggak akan nunjukkin itu," ujarnya sambil tersenyum. Ia melirik jam dinding. "Mau qiyamul lail sekarang?"

Davin mengangguk dan segera bangkit dari kasur. Gerakan itu diikuti oleh Davina karena genggaman tangan Davin relfeks membuatnya ikut tertarik juga. Di depan pintu kamar mandi, Davina terdiam sejenak. Kening Davin berkerut. "Kamu yang wudhu duluan, Na," tuturnya.

"Oke." Davina menggigit bibir bawahnya. "Gimana Ina mau wudhu kalau tangannya dipegangin terus?"

Sontak Davin langsung menatap pergelangan tangannya dan melepaskannya perlahan. Ia tertawa kecil. "Maaf, Na. Yaudah gih kamu wudhu dulu." Davina mengangguk dan memasuki kamar mandi untuk mengambil wudhu, setelah itu ia keluar dan kini gantian Davin yang mengambil wudhu.

Setelah keduanya selesai, mereka segera menuju ruang sholat dan melaksanakan sholat qiyamul lail di sana. Suasana ruangan sholat hanya dipenuhi oleh lantunan ayat suci Al-Qur'an yang dibacakan oleh Davin. Setelah kurang lebih dua puluh menit, qiymaul lail itu selesai dilaksanakan dan yang kedua orang itu lakukan adalah saling mengangkat tangan. Berdoa dan bersemoga untuk segala hal baik yang akan terjadi di kehidupan pernikahannya. Memanjatkan segala harap agar keduanya sama-sama saling mengisi satu sama lain. Menutupi kekurangan dengan kelebihan begitupun sebaliknya.

Setelah selesai, Davin menoleh ke arah istrinya dan Davina segera beranjak. Perempuan itu segera mencium punggung tangan suaminya sambil tersenyum. Melihat itu, Davin ikut tersenyum dan mengelus kepala istrinya dari balik mukena.

Setelah selesai, keduanya kembali ke kamar tanpa banyak berucap. Jam menunjukkan pukul setengah empat dan masih ada waktu sekitar satu jam menunggu subuh. Sebenarnya bisa saja keduanya tidur lagi. Namun, Davin sudah mengambil posisi duduk dan sambil bersandar di atas kepala kasur dan Davina mengikutinya.

"Davin nggak mau tidur lagi?" tanya Davina sambil menatap intens Davin.

Davina bergumam sejenak sebelum akhirnya menggelengkan kepala. "Kamu ngantuk?" tanyanya lembut. "Kalau kamu ngantuk bobo lagi aja, Na. Nanti aku bangunin lagi kalau subuh."

Davina menggeleng. Rasa kantuk yang semula melandanya menghilang. Entah mengapa menghabiskan waktu untuk mengobrol bersama Davin terasa begitu menyenangkan. Davin mempunyai kekuatan untuk membuat orang lain tersenyum meskipun hanya lewat ucapannya.

"Aku mau tau banyak tentang kamu dong, Na." Ia menyipitkan matanya ke arah Davina. "Sebelum nikah kan kita jarang ngobrol. Sekarang kita PDKT aja yuk," ajaknya sambil tertawa.

"PDKT? Maksudnya?"

Davin mencebikkan bibirnya. "Pendekatan, Na." Ia bertutur lembut. "Aku mau tau apa yang kamu suka dan apa yang gak kamu suka. Hal-hal simpel tentang diri kamu sendiri."

Davina hanya mengangguk. "Nah kalau mau pendekatan, kamu duduknya jangan jauh-jauh, dong," pinta Davin karena melihat jarak Davina yang cukup jauh darinya. Melihat respon Davina yang diam, ia merapatkan jaraknya dengan Davina. "Ah memang udah kodratnya ya, selalu laki-laki yang ngejar perempuan."

Tentang Davin: Kembali [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang