"Zula? Kamu udah sadar?" tanya Davin sambil memandang perempuan di hadapannya. Sedangkan Zula, perempuan itu mengerjapkan matanya yang lemah tanpa berucap apapun. Kelopak matanya benar-benar sayu dan wajahnya masih memucat.
Davin yang paham kondisi fisik Zula yang masih lemah mendekati perempuan itu dan tersenyum tipis. "Kamu jangan banyak gerak dulu, Zu. Aku panggilin dokter dulu. Rasya sama Bunda kamu juga udah di sini. Mereka lagi di kantin buat makan. Kamu tunggu sebentar, ya," tutur Davin lembut, ia segera pergi keluar ruangan ICU itu tapi kemudian kembali melangkah menuju Zula. "I just wanna say that everything will be okay. You'll be okay. And thank you for still alive," kata Davin dan selanjutnya laki-laki itu langsung melenggang pergi keluar ruangan ICU, mencari Rasya dan Zahira.
Di balik matanya yang sendu, ada perasaan bahagia yang menyelimuti hati Zula. Ia bahagia karena Davin masih peduli kepadanya. Ia juga bahagia mendapati fakta bahwa Davin di sini--yang berarti Davin menjaganya. Ia bahagia. Dan ternyata kebahagiaan Zula masih sama seperti sepuluh tahun sebelumnya. Kebahagiaan yang diciptakan oleh seorang Davin Praditya.
Tidak lama setelahnya, ada dokter bersama suster yang masuk ke ruangan tempat Zula dirawat. Disusul dengan Rasya dan Zahira. Kini, ruangan yang sebelumnya senyap itu mulai terisi oleh beberapa ucapan syukur dan tangis bahagia.
Dokter mengecek keadaan Zula dan mengangguk. Kemudian tatapannya beralih kepada Rasya dan Zahira. "Kondisi saudari Zula sudah membaik. Nanti pasien akan dipindahkan ke ruangan biasa." Zahira dan Rasya tersenyum bahagia dan mengangguk lega. "Untuk saat ini jangan banyak berinteraksi dengan pasien dahulu karena kondisi fisiknya masih lemah." Rasya dan Zahira lagi-lagi mengangguk. Kemudian dokter serta suster keluar ruangan dan Rasya serta Zahira mendekat ke arah Zula. Kedua tersenyum. Zahira langsung memegang pergelangan tangan Zula dan mengusap punggung tangan anaknya dengan lembut. Sedangkan Rasya langsung mengecup kening Zula dan mengusap lembut kepalanya.
"Maafin aku nggak ada di sini saat kamu butuh," kata Rasya lirih. Zula tidak merespon apapun tapi bibirnya melengkungkan senyum tipis. Sekali lagi, Zula merasa bahagia karena masih mempunyai orang-orang yang menyayanginya.
"Nggak apa-apa. Kamu di sini aku udah seneng," ucapnya lirih dan terbata-bata. Rasya mengangkat kepalanya dan tersenyum. Ia menggenggam jemari Zula dan mencium punggung tangannya. "Davin kemana?" tanyanya lagi.
Rasya menghela napas berat. "Dia ... pulang, Zu," kata Rasya pelan. "Dia harus balik ke Bandung karena ada banyak hal yang harus dia urus."
Zula hanya terdiam, jauh di lubuk hatinya ia merasa sedih karena Davin sudah pergi. Ia bahkan belum sempat mengucapkan terimakasih kepada laki-laki itu. "Zaafa?" tanyanya lagi.
"Afa masih dirawat karena demamnya belum turun, tapi dia udah lebih baik dari sebelumnya, kok," kata Rasya sambil terus menggenggam telapak tangan Zula. Sesekali ia mengelus puncak kepala Zula.
Zula hanya mengangguk. Sedangkan di sisi lain, Davin tengah mengemudikan mobilnya sambil terus mencoba menghubingi Davina. Ia sudah mencobanya belasan kali tapi tidak ada jawaban juga. Davin berdecak kesal karena Davina tidak kunjung menjawab panggilannya. Kemudian ia mencoba untuk menghubungi Khansa. Tidak lama kemudian, telepon diangkat dan terdengar suara Khansa.
"Assalamualaikum. Dimana, Vin?" tanyanya kepada Davin.
"Di jalan, Mi. Ina kemana, sih? Kok Davin telepon nggak diangkat-angkat?"
Khansa mendesis, ikut merasa kesal karena ucapan Davin yang bahkan tidak menyadari kalau Davina sedang merasa sedih dan kesal. "Ada juga kamu yang ke mana aja? Pergi tiba-tiba ke Jakarta. Bahkan Umi tau kamu pergi tuh dari Vira. Sampe nginep dua hari lagi. Kemana aja kamu?" cecar Khansa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Davin: Kembali [Completed]
Spiritual[BUKU KEDUA DWILOGI TENTANG DAVIN] Karena sejatinya, setiap dari kita akan kembali memulai kisah cinta--dengan orang, tempat, dan waktu yang tidak terduga. Catatan: 1. Disarankan membaca Jarak terlebih dahulu. 2. Ditulis ketika belum paham EBI dan t...