VIII: MENEMUI ARSYILA

10.3K 735 18
                                    

Ruang VIP Rumah Sakit Hermila yang biasanya hanya dipenuhi oleh suara detik jarum jam dan doa seorang Ibu dan Ayah itu kini dipenuhi oleh senyum haru dan tawa bahagia.

Arsyila Romeensa, perempuan berusia 23 tahun itu membuka matanya. Warna hitam legam dari kedua bola matanya akhirnya terlihat lagi setelah dua tahun terakhir tersembunyi di bawah kelopak matanya yang sayu.

Disana ada Aira dan Arsya--kedua orangtua Arsyila--juga Irsyad, Khansa, dan Davin. Mereka semua berdiri mengelilingi ranjang rumah sakit; menatap perempuan berusia 23 tahun itu dengan bahagia.

"Da-davin..." tutur Arsyila lemah. Tangannya hendak terangkat namun kembali jatuh, kondisi fisiknya belum benar-benar pulih.

"I-iya, Syil. Ini aku," jawab Davin sambil mendekatkan jaraknya ke ranjang Syila.

"Umi dan Abi mau ke ruangan dokter dulu ya, tadi dipanggil. Nggak apa-apa kan, Syil?" tanya Aira.

Syila hanya mengangguk lemah.

"Kita juga duduk di sofa aja deh. Kayaknya Syila dan Davin butuh waktu buat bicara," ujar Khansa sambil menyenggol lengan suaminya.

Setelah itu mereka berdua duduk di sofa yang masih ada di dalam ruangan. Membiarkan Davin dan Syila berbincang-bincang.

"Apa kabar, Vin?" sapa Syila sambil tersenyum tipis. Mungkin itu adalah senyum pertamanya setelah dua tahun terakhir.

"Aku baik," Davin manarik kursi dan duduk di atasnya. "Aku harus tanya kabar kamu juga nggak?" tanyanya sambil disertai seringai tawa.

"Kamu masih sama kaya dulu, suka bercanda." Syila menatap Davin lekat. "Dua tahun aku di sini, apa aja yang udah kamu lalui?"

Davin merapatkan kedua tangannya dan meletakkan di atas ranjang untuk menopang dagunya. "Aku udah S2 dan mulai hari ini aku resmi jadi kepala sekolah," jawabnya sambil tersenyum.

"Hebat," tutur Syila sambil tersenyum bangga. "Kamu seneng sama kamu yang sekarang?"

Davin mengangguk.

"Kalau begitu aku juga seneng," kata Syila. Matanya memandang langit-langit ruangan.

"Maaf, Vin, gara-gara kecelakaan itu kita nggak jadi menikah. Semuanya salah--"

"Sshh..." Davin memotong ucapan Syila. "Nggak boleh nyalahin diri sendiri. Masih banyak yang bisa kamu syukuri. Kamu masih selamat dalam kecelakaan itu. Aku bisa melanjutkan studi S2. Ketika Allah menunda sesuatu yang kita mau, pasti Allah ganti dengan rencana yang lebih baik, lebih indah."

Arsyila tersenyum. Hening beberapa saat hingga perempuan itu bertanya, "Kita gimana sekarang?"

Davin mengerutkan keningnya. Sebulan yang lalu ia sudah memutuskan untuk membatalkan hubungan mereka secara baik-baik. Mungkin Arsyila belum mengetahuinya. Kedua orangtua Arsyila pasti masih belum berani memberitahunya. Kondisi fisiknya belum membaik, mungkin mereka tidak ingin membuat kondisi Arsyila semakin memburuk.

"Rencana pernikahan dua tahun yang lalu," ucap Syila sambil mengamati setiap sudut langit-langit ruangan. "Bisa kita lakukan tahun ini, kan?"

Davin tercekat. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sejujurnya ia tidak begitu mencintai Arsyila. Tapi ia juga tidak bisa melihat Arsyila terluka. Itulah sifat aslinya yang baru terlihat semakin bertamah usianya.

"Dua tahun lalu aku senang pas Abi sama Umi bilang kalau aku akan menikah sama putra dari keluarga Praditya."

Davin menarik tangannya dan menyandarkan tubuhnya ke kursi. Ia menarik napas pendek.

"Aku suka--atau lebih tepatnya sayang. Iya. Aku sayang sama kamu, atau apapun perasaan itu. Intinya aku senang bareng-bareng sama kamu."

"Hm, Syil--"

Tentang Davin: Kembali [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang