XVII: HADIAH UNTUK DAVINA

9.3K 768 10
                                    

Davina tengah mengitari jajaran buku ber-genre sastra. Ia tengah mencari kumpulan puisi Sapardi Djoko Darmono--penyair puisi favoritnya. Namun, ternyata buku itu cukup langka di toko buku sebesar gramedia. Mungkin, ia seharusnya membeli kumpulan buku-buku semisal puisi dan sajak itu di tempat khusus. Di lapak yang memang menyediakan buku-buku sejenis itu. Bukan di sini. Tapi, ia masih pemasaran dan matanya masih semangat menelurusi jejeran buku di rak.

Sampai akhirnya petugas gramedia lewat di hadapannya, "Mba, ini nggak ada buku-buku kumpulan puisi gitu ya?"

Petugas gramedia dengan rambut yang di sanggul rapi itu menautkan alisnya. "Kumpulan puisi yang seperti apa? Yang lagi best seller itu kumpulan puisi di AADC, Kak." Kemudian petugas gramedia itu menunjuk ke arah salah satu buku dengan bacaan "AKU" sebagai cover depannya.

Davina menggeleng lemah. "Bukan, Mba. Saya cari puisi karya Sapardi Djoko Damono."

"Oh, kalau puisi-puisi seperti itu nggak di jual di sini Kak, biasanya itu di jual di lapak khusus."

Davina mendesah kecewa. "Yaudah deh, Mba. Makasih ya."

Perempuan yang diajaknya bicara itu hanya tersenyum dan kembali berjalan ke arah rak buku yang lain.

"Kenapa bisa kepikiran di jual di sini ya?" gumam Davina pada dirinya sendiri.

Kemudian, Davina kembali berjalan dan ia berada di area buku-buku islami. Ia mengitari rak itu, mencari-cari buku yang menurutnya bagus. Beberapa buku ia lihat judul-judulnya. Namun, ia merasa tidak tertarik. Kemudian, matanya terarah pada buku dengan cover tebal dan ukuran yang cukup besar. Ia mengambil buku itu.

Parenting Nabawi.

Membaca kata parenting membuat Davina tersenyum kikuk. Ia mulai memikirkan banyak hal, usianya kini 23 tahun. Ia telah melewati banyak fase dalam hidupnya. Sekolah, kuliah, bahkan sekarang ia telah menjadi guru di salah satu sekolah terbaik di Provinsi Banten. Mungkin fase selanjutnya yang akan ia hadapi adalah menikah, menjadi seorang istri, dan menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya kelak.

Saat kata pernikahan melintas di benaknya, ia kembali mengingat Davin. Pria yang dua hari sebelumnya telah mengajaknya menikah. Tiba-tiba saja, bahu Davina menegang. Secerah senyuman yang sejak tadi ia torehkan mulai pudar. Ia kembali meletakkan buku itu dengan baik di rak tempatnya semula.

Davina juga bingung kenapa setiap kali ia mengingat Davin, deru nafasnya tidak teratur dan kerja jantungnya tidak senormal biasanya. Awalnya ia hanya merasa kaget dan panik atas perkataan Davin. Tapi ini sudah berlangsung dua hari. Hanya dengan mengingat Davin saja tubuhnya sudah bereaksi seperti ini. Bagaimana jika ia menatap pria itu? Ia bisa lunglai seketika. Itulah alasan Davina menjaga jarak dengan Davin. Ia sedang mencari jawaban atas kegelisahan tanpa alasannya ini.

Davina melangkah gontai keluar toko buku. Ia segera berjalan menuju food court untuk makan siang. Pilihannya jatuh kepada Hoka-Hoka Bento. Ia memasuki restoran cepat saji itu dan segera memesan makanan. Setelahnya, ia makan dan ditengah-tengah makannya, lagi-lagi ia mengingat Davin.

Davina membuang napas.

Ada apa sama diri kamu Davina?

Ada apa sama diri kamu Davina?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tentang Davin: Kembali [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang