XIV: AWAL YANG BARU

9K 756 14
                                    

Beberapa sekolah sudah Davin dan Zula datangi. Zula hanya menaruh CV di sekolah-sekolah itu dan menunggu panggilan interview. Kini mereka berdua ada di sebuah tempat makan. Membicarakan banyak hal. Mulai dari perkembangan Zaafa yang sudah mulai berjalan sambil memegangi dinding, apa alasan Zula pindah ke Tangsel, sampai pembicaraan mereka lagi-lagi berujung kepada perasaan Davin kepada Zula.

"Kalau ternyata aku nggak bisa lupa sama kamu gimana, Zu?" ujar Davin di sela-sela makan mereka.

Zula tersedak kecil dan segera mengangkat wajahnya. Keningnya berkerut dan ia menyeruput es jeruk di hadapannya. Berusaha santai atas pertanyaan Davin yang barusan ia lontarkan.

"Kok kamu nanya gitu?" Zula memandang Davin yang masih sibuk dengan makanannya.

Kemudian pria itu mengangkat wajah dan menatap Zula tepat di kedua manik matanya. Ia menarik napas pendek. "Kan aku bilang kalau," ujarnya parau.

"Aku nggak bisa ngendaliin perasaan aku sendiri, kan? Aku nggak bisa perintahin hati aku buat hilangin perasaan aku ke kamu." Davin mengaduk coffe latte-nya, pandangannya tertuju pada minuman di hadapannya itu. "Kalau aku bisa berhentiin perasaan aku ke kamu, aku udah lakuin itu dari dulu."

Entah mengapa dada Zula tiba-tiba terasa sesak. Ia hanya tak bisa melihat Davin yang biasanya selalu tertawa dengan sejuta bahan candaannya kini terlihat muram dan sedih, bahkan mata laki-laki itu kini berkaca.

"Aku mau nanya satu hal sama kamu dan mungkin ini pertanyaan yang nggak pantas, apalagi aku nanyain ini di depan Zaafa juga. Tapi ... aku benar-benar pengen tau jawaban kamu," katanya kemudian mendongakkan kepalanya ke atas, mencoba menenggelamkan air mata yang siap tumpah.

Setelah itu, ia kembali memandang Zula. "Soal janji aku ke kamu ... apa aku benar-benar mengingkari janji itu? Apa kamu ... benar-benar nggak pernah punya perasaan sama aku? Apa kamu ... nggak pernah jatuh cinta sama aku?"

Zula tersenyum tipis mendengarkan pertanyaan Davin. Hatinya ikut merasa sakit dan dadanya terasa sesak. Entah kenapa pertanyaan ini seperti menghancurkan bangunan kokoh hatinya yang sudah ia bangun sejak lama. Benteng perasaannya kepada Davin. Usahanya sejauh ini untuk melupakan Davin. Apakah perasaan itu muncul kembali?

"Kamu...," Zula menarik napas pendek, ia menatap Davin dan pandangan mereka bertemu. "Bahkan di hari pertama kamu janji, sebenernya kamu udah nepatin itu Vin," jelasnya parau.

Davin tersenyum. Namun itu adalah senyuman yang sulit diartikan. Mendengar perkataan Zula barusan membuat hatinya bersorak kegirangan, namun ia juga tidak berharap banyak. Ia sadar betul siapa Zula sekarang.

"Tapi, Vin, itu dulu. Sekarang aku udah--"

"Aku tau," potong Davin. "Sekarang kamu udah sama Rasya, dan bahkan ada Zaafa juga. Aku cuma seneng karena aku bukan orang yang ingkar janji."

Zula tersenyum masam, ia segera memandang Zaafa dan mengelus pipinya sebentar. Ia berharap dengan melihat Zaafa, perasaan yang baru saja muncul akan hilang. Ia berharap dengan melihat Zaafa, ia menyadari posisinya sebagai istri bagi Rasya. Namun, ketika ia melihat Zaafa, justru matanya bertemu dengan sepasang mata Davin--dalam ukuran yang lebih kecil.

"Kalau aku suka sama orang karena dia mirip sama kamu... gimana, Zu?"

Tiba-tiba hati Zula jadi berdesir aneh. Jadi... Davin udah suka sama perempuan lain? batinnya. Ia juga tidak tahu kenapa pertanyaan seperti itu bisa muncul.

"Ya ... nggak apa-apa lah," jawabnya singkat.

"Tapi aku suka sama orang itu karena dia mirip kamu, bukan karena dia jadi dirinya sendiri. Itu juga ... nggak apa-apa?"

Tentang Davin: Kembali [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang