XXX: UNDANGAN

9.8K 721 37
                                    

H-14 menjelang pernikahan Davin dan Davina. Kedua keluarga sama-sama sibuk mengurus beberapa keperluan. Mulai dari mengecek ulang tempat, fitting baju, mengonfirmasi pesanan catering, mengambil pesanan souvenir, dan menyebarkan undangan. Davin dan Davina juga jadi jarang bertemu karena keduanya memang sibuk dengan urusannya masing-masing. Belum lagi kegiatan belajar mengajar di AFIBS sudah berlangsung kembali dan baik Davin dan Davina juga harus melaksanakan kewajibannya sebagai guru untuk mengajar di sana.

Davin tengah duduk di kursi meja guru kelas 12 Bahasa Akhwat. Tangan kanannya ia gunakan untuk memijit pelipisnya karena ia merasa lelah. Sekarang, seisi kelas tengah menatap laki-laki berusia dua puluh lima tahun itu disela-sela tugas pelajaran Bahasa Arab yang diberikan.

Widya menyenggol lengan Fifi dan membuat permepuan berusia tujuh belas tahun itu menoleh. "Apa?" tanya Fifi dengan mimik kesal karena Widya menganggu pekerjaannya.

"Pak Davin makin ganteng!" pekik Widya sambil menunjukkan cengirannya.

Fifi berdecak dalam hati. "Udah ah jangan berisik. Ini tugasnya dikumpulin, Wid. Harus selesai sekarang." Fifi kembali menatap buku cetak di hadapannya.

Widya memberenggut. "Fi, Pak Davin kok kayaknya capek banget, ya? Itu keringetan, jadi pengen ngelapin..."

Mendengar itu, Fifi kembali mendongakkan wajahnya dan memukul pelan kening Widya dengan pensil yang ada di tangannya. Widya meringis kesakitan. "Fifi kalau cemburu nggak usah mukul juga, dong!" pekik Widya yang disambut bel tanda pelajaran selesai.

Davin bangkit dari kursinya dan berdiri di depan kelas. Di tangan kanannya, ada satu undangan dengan paduan warna emas dan hitam. Ia tersenyum kecil. "Jam pelajaran sudah habis, kalau tugasnya belum selesai, dikumpulinnya boleh ba'da dzuhur. Nanti KM tolong taruh di meja saya aja, ya." Seisi kelas mengangguk. "Dan, hmm... In Shaa Allah dua minggu lagi saya menikah. Jadi, saya mengundang kalian untuk hadir. Acaranya berlangsung di Bandung dan transportasinya sudah disediakan."

Seisi kelas menahan napas. Ada yang tersenyum. Ada yang menekuk wajah. Ada yang memberenggut kesal. Ada pula yang langsung menundukkan wajahnya karena merasa sedih.

"Ini undangannya, saya nggak kasih satu-satu. Tapi intinya saya undang kalian semua," jelas Davin sambil tersenyum. Ia meletakkan surat undangan itu di meja guru. "Ini juga akan jadi jadwal terakhir saya masuk kelas karena mulai minggu depan saya sudah cuti dan mengurus beberapa keperluan. Saya harap dari kelas ini ada yang bisa datang, ya. Karena jam pelajaran sudah habis, saya permis--"

"Siapa, Pak?" potong Widya.

Davin mengernyit. "Siapa apanya?" tanyanya heran.

"Siapa wanita beruntung yang menikah sama Bapak?" tanyanya lagi yang mendapat pekikan heboh dari seisi kelas.

Davin hanya terkekeh. "Baca aja di undangannya. Yaudah saya permisi, ya. Assalamualaikum."

"Waalaikum salam," balas satu kelas serempak. Setelah itu Davin keluar dan di detik selanjutnya, beberapa siswi memenuhi meja guru dan melihat surat undangan yang ada di meja.

"Udah gue duga Pak Davin nikahnya sama Bu Davina!"

"Ya ampun hayati nggak kuat menerima kenyataan ini...."

"Aaaa mereka bakal nikah! Nggak relaaaaaa!"

"Sakit hati bacanya Ya Allah..."

"Davin-Davina?! Harusnya kan Davin-Widya!"

"Kirain gue Pak Davin naksirnya sama Fifi..."

"Kirain gue Pak Davin nasksirnya sama gue..."

"Ya Allah pertemukanlah hamba dengan jodoh yang kayak Pak Davin, kalau nggak ada pokoknya harus ada...."

Tentang Davin: Kembali [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang