XXI: SELAMAT DATANG, RAMADHAN

10.1K 770 14
                                    

Perempuan dengan kerudung berwarna biru laut yang selaras dengan gamis yang dikenakannya itu tengah duduk di sebuah terminal bis. Di sampingnya, ada koper berukuran sedang. Tidak lama, ada suara ponsel berdering. Segera diangkatnya panggilan telepon itu dan ditempelkannya di telinga kanannya.

"Assalamualaikum, Na. Umi lagi di jalan dan bentar lagi sampai. Kamu jadi nunggu kelamaan ya? Maaf ya?"

"Waalaikum salam. Nggak apa-apa, Umi. Ina juga baru sampai sepuluh menit yang lalu kok. Jangan ngebut Umi, santai aja."

Khansa yang tadinya mengemudikan mobil dengan kecepatan lumayan segera memelankan lajunya. "Oke deh, lima menitan lagi sampai kok."

Davina hanya mengangguk kecil. "Iya Umi, maaf ya Ina jadi ngerepotin."

"Buat calon menantu apa yang enggak sih," jawab Khansa santai di sertai kekehan kecil. Davina ikut tertawa dibuatnya.

"Yaudah. Umi tutup ya. Assalamualaikum Ina."

"Waalaikum salam Umi."

Setelah sambungan telpon ditutup, Davina kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas. Ia membawa tubuhnya bersandar dinding yang ada di terminal. Ini adalah hari pertama puasa dan Davina sedikit merasa sedih karena ia tidak bisa berbuka puasa dengan ibu dan bapaknya di Bandung. Pekerjaan mengajar di AFIBS tidak bisa membuatnya santai-santai di Bandung. Ia memiliki tanggung jawab yang tidak bisa ia tinggalkan. Tidak lama, ponselnya kembali berbunyi. Menandakan satu pesan masuk.

From: Pak Davin

Ina, kamu pulang hari ini kan?

Davina tersenyum kecil. Ia memang tidak mengabarkan Davin bahwa ia sudah berangkat menuju Tangsel dan bahkan sudah sampai. Pesan Davin juga diabaikan dan ia segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Tidak lama kemudian, terlihat Khansa dari kejauhan, melambaikan tangannya pada Davina. Melihat itu, Davina bangkit dari kursinya dan menyeret kopernya, menghampiri Khansa.

"Nggak ngebut kan, Mi?"

Khansa menggeleng cepat. "Enggak kok. Itu kamu bawa koper segala? Isinya apa?"

"Baju-baju Ina, Mi." Keduanya segera berjalan menuju mobil.

Khansa melengkungkan senyum hangat. "Kok repot bawa baju segala sih? Kan, bisa pinjam punya Umi."

"Nggak enak minjam Umi terus."

Setelah sampai di depan mobil, Khansa segera membuka pintu mobilnya dan membiarkan dirinya dan Davina masuk, sedangkan koper Davina sudah diletakkan di bagasi.

Khansa menyalakan mesin mobilnya, membawa dirinya dan Davina kembali ke rumah. "Kenapa nggak minta jemput sama Umi atau Davin aja ke Tangsel-nya?"

Davina menatap Khansa sejenak. "Kan jarak Bandung-Tangsel jauh Umi. Ina yang ada bikin repot, lagian kan pada sibuk juga."

Khansa masih fokus menyetir mobilnya. "Tapi kalau buat Ina pasti Davin mau-mau aja deh," jawab Khansa disertai kekehan kecil.

Davina hanya terdiam, matanya menelusuri jalanan Kota Tangerang Selatan. "Kok nggak diantar Bapak aja, Na?"

"Bapak sibuk di rumah sakit, Mi. Punya kewajiban ngobatin pasien di sana." Khansa mengangguk paham. "Terus, ada salam juga dari Ibu sama Bapak buat Umi, Abi, Afsheen, sama Pak Davin."

"Oh iya. Salamin balik ya. Bilangin anaknya aman sama Umi." Davina mengangguk. "Na, kamu berani naik travel sendirian?"

"Kenapa harus takut Umi? Lagipula kan itu bisnya travel, langsung sampai ke tempat tujuan."

Tentang Davin: Kembali [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang