"Rumah kita di Jakarta sudah dirapikan untuk tempat kos sesuai saran kamu," kata Irsyad.
"Terus, udah ada yang tinggal di sana?" jawab Davin menimpali.
"Belum, tapi Abi udah pesan ke Bu Isti untuk kabarin kalau ada yang mau ngekos di sana, udah ditetapin juga sewa kosnya dan untuk siapa, khusus perempuan aja." Irsyad menjelaskan.
Davin hanya mengangguk. Ia tengah duduk di teras depan rumahnya sambil membaca buku dan sesekali menyesap teh manis yang ada di atas meja.
Ada jeda beberapa detik sampai akhirnya Davin membuka mulut. "Nanti siang Davin mau ke Jakarta, Bi," tuturnya pelan.
Irsyad yang juga sedang duduk di teras sambil membaca koran melirik putra tunggalnya sejenak. "Ngapain?" tanya Irsyad.
"Davin kangen sama Umi," jawabnya sambil tetap mengalihkan fokus matanya pada buku yang sedang ia baca.
Irsyad meletakkan koran yang ia baca di atas meja. Ia meneguk teh miliknya dan menatap Davin sejenak, ia menarik napas panjang.
"Abi mau ikut?" tanya Davin. Ia meletakkan buku bacaannya di atas meja. Matanya menatap lurus kedalam bola mata ayahnya.
"Abi banyak urusan di sini, apalagi urusan sekolah karena sebentar lagi kan kepemimpinannya jatuh ke tangan kamu."
Davin mendesah pelan. Ia sudah tahu ayahnya akan menjawab seperti itu, sama seperti ketika dulu Mutia Renita--Ibu Davin tengah sakit keras dan ada di detik-detik terakhir hidupnya--ayahnya lebih memilih perkerjaannya dan istri barunya.
"Yaudah. Davin berangkat sendiri aja." Davin bangkit dari kursinya. "Semoga urusan Abi cepat selesai."
Setelah itu, ia melangkahkan kakinya menuju mobilnya.
"Mau kemana kamu, Vin?" terdengar suara Irsyad yang setengah berteriak.
"Ketemu Umi. Davin jadi bener-bener kangen sama Umi sekarang," jawabnya tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya. Tangannya merogoh saku celana dan mengeluarkan kunci mobil, kemudian ia membuka pintu mobilnya. Setelah itu, ia segera memasuki mobil dan mengendarainya. Sedangkan Irsyad masih menatap terpaku melihat punggung anaknya yang kian menjauh dan menghilang di balik pintu mobil yang sudah melaju keluar dari pagar rumah.
Irsyad membuang napas. Tanpa Davin ketahui, ia juga benar-benar merindukan cinta pertamanya, Mutia Renita.
Taburan bunga sudah memenuhi makam yang di atasnya tumbuh rumput jepang itu. Tangan Davin mengusap nisan berkeramik hitam dengan tulisan emas itu berkali-kali. Wajahnya murung dan di ujung pelupuk matanya, ada air mata yang siap tumpah. Ia telah berada disana dari tiga puluh menit yang lalu, beribu-ribu doa sebagaimana yang sering di lakukan peziarah pada umumnya sudah di lakukan. Namun Davin masih disana, enggan untuk beranjak. Ia ingin sekali bercerita kepada ibunya.
"Umi, Davin udah selesai S2 dan sebentar lagi akan jadi kepala sekolah di AFIBS. Nggak nyangka ya, Mi. Anak bandel yang dulu hobi ngebantah Abi sama Umi di SMA dulu jadi lulusan terbaik Universitas Al-Azhar Kairo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Davin: Kembali [Completed]
Spiritual[BUKU KEDUA DWILOGI TENTANG DAVIN] Karena sejatinya, setiap dari kita akan kembali memulai kisah cinta--dengan orang, tempat, dan waktu yang tidak terduga. Catatan: 1. Disarankan membaca Jarak terlebih dahulu. 2. Ditulis ketika belum paham EBI dan t...