"Na, muka kamu pucet begitu, badan kamu juga kayaknya lemes banget. Umi anter ke dokter yuk?" Khansa yang duduk di samping Davina merangkul hangat bahu menantunya itu. Davina telah sampai di rumah mertuanya sejak setengah jam yang lalu. Ia memutuskan untuk menginap karena Davin sedang sibuk di AFIBS dan akan menginap di sana.
Davina menunduk lemah. "Enggak, Mi. Nggak usah. Ini palingan cuma sakit biasa kok. Di bawa istirahat jug--" kalimatnya terpotong karena mendadak perempuan itu merasa mual lagi. Ia menutup mulut dengan telapak tangannya lalu berdiri. "Bentar, Mi. Ina ke kamar mandi dulu." Lantas perempuan itu segera bangkit dan menuju kamar mandi.
Sesampainya di sana, ia mencoba muntah tapi hasilnya nihil. Davina memegangi tengkuknya, mencoba menghilangkan rasa mualnya. Pasalnya sudah dua minggu belakangan ini Davina sering merasa pusing, lemas, dan mual.
Khansa yang ada di depan kamar mandi segera mengetuk pintu. "Masuk aja, Mi." Setelah membuka pintu dan melihat menantunya menunduk lemas, Khansa segera memijat ringan bahu Davina.
"Bulan ini kamu udah haid belum, Na?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Khansa setelah lengang yang cukup lama.
Davina mengernyit, mencoba berfikir. "Udah telat tiga minggu sih, Mi. Harusnya dari awal bulan udah haid, cuma ini udah di akhir bulan belum haid juga. Emangnya kenapa, Mi?"
Senyuman lebar langsung tercetak di wajah Khansa. "Kalau perkiraan Umi nggak salah, kamu lagi hamil, Na."
Mata Davina membelak. "Ha-hamil? Gimana bis--" kalimatnya lagi-lagi terpotong karena ia merasa mual.
Khansa segera memijit pelan pundak menantunya. Davina mengatur napasnya. "Maaf, Mi," ujar Davina lemah sambil menutupi wajahnya.
"Kamu dari kapan mual-mual begini?"
"Udah dua minggu belakangan ini, Mi."
"Kamu hamil, Na."
"Beneran hamil, Mi? Kok Bisa?"
Khansa memutar bola matanya, ia menghadapkan badannya ke arah Davina. "Ya bisa lah. Emang kamu belum pernah gituan sama Davin?"
Davina terkekeh pelan, pipinya merona, perempuan itu salah tingkah. "Ih Umi, yang begitu masa harus ditanyain?" Davina terdiam sejenak dan memegang perutnya. "Maksud Ina ... ini perutnya masih rata begini, Mi. Ini ... beneran ada dede bayinya?" Pandangan Davina kini beralih ke perutnya.
"Cuma ada satu cara buat tau jawabannya." Khansa tersenyum tipis. "Ayo kita periksa ke dokter."
Tidak dibutuhkan waktu yang lama sampai pada akhirnya Davina mengangguk dan kedua perempuan itu keluar rumah, pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kondisi Davina.
Senyuman itu tidak kunjung pudar dari wajah Khansa sejak ia melihat kertas hasil pemeriksaan menantunya. Begitu pula dengan Davina, perempuan itu sejak tadi memegangi perutnya. Bagaimana tidak, di dalam sana ada Davin Junior (meskipun belum tahu jenis kelaminnya laki-laki atau perempuan) yang sudah berusia dua minggu. Mereka berdua tengah duduk di kursi mobil, bersiap untuk pulang. Khansa mengemudikan mobil dengan senyuman terbaiknya. Sesekali ia menatap Davina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Davin: Kembali [Completed]
Spiritual[BUKU KEDUA DWILOGI TENTANG DAVIN] Karena sejatinya, setiap dari kita akan kembali memulai kisah cinta--dengan orang, tempat, dan waktu yang tidak terduga. Catatan: 1. Disarankan membaca Jarak terlebih dahulu. 2. Ditulis ketika belum paham EBI dan t...