Enam bulan kemudian
"Lagi-lagi film animasi?" Davina mencebikkan bibirnya sambil menggeleng pasrah ketika Davin memilih kaset film animasi. Pasalnya sebelumnya film yang ditonton bersama Davin adalah film animasi juga, yaitu Finding Dory. Dan sekarang laki-laki itu memilih film Ice Age. Ternyata Davin--laki-laki yang Davina pikir memiliki tingkat maskulin yang sangat tinggi--hanya jatuh cinta pada film-film animasi.
Davin menunjukkan cengirannya sambil memakan pop corn dan meneguk cola. Beginilah yang selalu dilakukan Davin dan Davina di sela-sela akhir pekannya. Melepaskan kepenatan untuk menonton film bersama dan menciptakan bioskop di rumahnya sendiri. "Kamu nggak suka ya, Na? Aku beli kasetnya yang model begini semua." Davin bergumam pelan sambil mem-pause film Ice Age yang baru diputar.
"Udah dua jam, Vin," Davina menyandarkan badannya di sofa. "Nggak mau ngelakuin hal lain yang bermanfaat? Aku tau sih kita movie marathon juga nggak setiap minggu. Tapi kan--"
"Iya, ya." Davin ikut mengangguk menyetujui. "Kamu setoran hafalan sama aku aja gimana?" Davin memberikan saran sambil menaikkan sebelah alisnya.
Davina mengangguk semangat dan Davin segera bangun dari posisi duduknya. "Yaudah, aku ambilin Al-Qur'an dulu sekalian wudhu, kamu juga, ya."
Setelahnya Davina berjalan ke kamar mandi yang ada di ruang keluarga dan segera duduk kembali di sofa tempat ia semula duduk. Setelahnya ia mematikan televisi namun karena salah memencet tombol pada remot, layar tipis yang semula memperlihatkan film Ice Age itu kini beralih ke saluran berita.
Davina baru saja ingin mematikan televisi sebelum akhirnya melihat tagline berita yang terpampang jelas. "Kecelakaan Pesawat Lion Air di Surabaya." Davina mendengarkan siaran yang berlangsung di televisi sambil mengucapkan istirja'.
Tidak lama setelahnya, Davin muncul sambil membawa Al-Qur'an dan meletakannya di atas meja. "Kok TV-nya belum dimatiin?" Ia bertanya sambil duduk.
Davina menghela napas dan memandang Davin. "Ada kecelakaan pesawat, Vin," tuturnya parau.
Mata Davin membelak kaget dan ia langsung menatap layar televisi.
"Lion Air?" Ia bertanya ragu padahal sudah terpampang jelas tulisan Lion Air di layar kaca. Ia kembali menatap Davina. "Ada korban tewasnya?"
Davina mengangguk. "Dua puluh enam orang," jelasnya setelah mendengar penuturan penyiar berita sebelum Davin datang.
Kerongkongan Davin langsung tercekat. Satu nama langsung melintas di benaknya.
Andrew.
Sahabatnya itu bekerja mejadi pilot di maskapai Lion Air. Ia segera mengeluarkan ponselnya dan langsung mencari kontak Andrew. Menunggu teleponnya diangkat sampai akhirnya suara bass milik Andrew terdengar.
"Ada apa, Vin?" tanya Andrew dengan nada santai.
Davin menghela napas lega. Sedang Davina yang di sebelahnya hanya memandang raut wajah suaminya tanpa banyak berkata-kata. "Itu ... tadi abis liat berita kecelakaan pesawat Lion Air dan--"
"Gue nggak kenapa-napa, Vin," Andrew terkekeh pelan. "Gue emang lagi nggak ada jadwal terbang hari ini."
Davin mengucapkan syukur dan hamdalah berkali-kali di dalam hatinya. Ia begitu bahagia mendengar sahabat karib sejak SMA-nya itu masih sehat dan tidak mengalami kecelakaan seperti yang ada di bayangannya sebelumnya.
"Tapi, Vin," Andrew kembali berbicara dengan nada panik. "Gue baru dapet kabar kalau salah satu penumpang kecelakaan pesawat yang tewas itu ... orang yang kita kenal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Davin: Kembali [Completed]
Espiritual[BUKU KEDUA DWILOGI TENTANG DAVIN] Karena sejatinya, setiap dari kita akan kembali memulai kisah cinta--dengan orang, tempat, dan waktu yang tidak terduga. Catatan: 1. Disarankan membaca Jarak terlebih dahulu. 2. Ditulis ketika belum paham EBI dan t...