5. Memories

84 10 2
                                    

   "Selamat pagi", aku mendengar suara Nathan saat aku baru saja membuka pintu kamarku. Hari ini, kami memang berencana untuk berangkat sekolah terlebih dahulu, Nathan ingin mengajakku sarapan di Chick-fil-A, yang mana adalah salah satu tempat kesukaan Nathan untuk membeli sarapannya. Ya, aku lebih menyukai McD, sedangkan Nathan adalah penggemar Chick-fil-A.

   Aku tidak mengatakan bahwa aku tidak menyukai tempat makan itu, namun aku lebih menggemari McD. Kami sering sekali bertikai hanya karena aku sangat menginginkan McD sedangkan Nathan menginginkan Chick-fil-A. Ia selalu mengatakan bahwa ia tidak akan pernah merubah pendapatnya bahwa Chick-fil-A lebih nikmat dibandingkan McD.

   "Hai, pagi", jawabku sembari menyuguhkan senyuman lebarku. Hari ini, aku memilih untuk memakai rok hitam yang panjangnya hanya sampai di lututku dengan perpaduan kemeja bermotif bunga-bunga, berwarna merah muda dan putih. Tidak lupa dengan Converse putih andalanku.

   "Kau siap menikmati sarapan ternikmat di jagad raya?", tanyanya dengan antusias sembari memainkan kedua alisnya. Nathan tampak sangat tampan kali ini. Ia memakai celana jeans hitam andalannya yang sangat ketat, serta dipadukan dengan kemeja hitam berbahan satin, yang membuatnya tampak semakin menawan. Oh sial, apa yang telah ia perbuat padaku hingga tatapan dan cara berpakaiannya saja mampu meluluhkan hatiku?

   "Oh ayolah, seluruh penduduk Amerika pun akan mengetahui bahwa McD adalah yang ternikmat", jawabku bersamaan dengan kedua bola mataku yang berputar dan kedua tanganku yang ku lipat di dada. Nathan hanya terkekeh. "Oh baiklah, anak muda.  Singkirkan tatapan mematikan itu dari hadapanku". Ucapannya membuat sudut kanan bibirku berkedut, hingga akhirnya pertahanankupun hancur. Tawaku memenuhi pendengaran, disusul oleh suara tawa Nathan yang sangat memabukkan.

   Kami berjalan beriringan menuruni tangga, menuju ke dapur untuk menyapa semua anggota keluargaku. "Selamat pagi", seruku saat melihat ayah, ibu dan Lili duduk di kursi bar, ditemani dengan roti isi buatan ibu yang dapat kutebak sangatlah nikmat. Tak lupa, Lili ditemani dengan laptopnya, seperti biasa.

   "Pagi, sayang", sapa ibu saat ia baru saja menaruh roti isi miliknya di atas piring. Lili memberiku senyuman hangatnya ketika melihat Nathan berada di sampingku. Semalam, Nathan pulang setelah acara tv kami selesai, ia mengatakan bahwa ia harus berada di rumah malam ini karena ayahnya sedang berada di luar kota dan ia bertanggung jawab untuk menjaga ibu dan kakak perempuannya yang berada di rumah. Aku menceritakan kejadian kemarin pada Lili saat ia baru saja pulang dari kampus. Ia mengatakan bahwa ia sangat senang untukku, ia sangat bangga pada Nathan karena ia berperilaku seperti orang dewasa.

   "Aku dan Nathan akan sarapan di luar kali ini", ujarku pada ayah dan ibu, Lili sudah mengetahui rencana itu sejak semalam. "Oh, baiklah. Berhati-hati dan makanlah yang banyak", jawab ayah saat ia menaruh tatapannya ke arah kami. Ia memberiku senyuman hangatnya sebelum tatapannya kembali pada iPad yang berada di genggamannya.

   "Baiklah, sampai jumpa!", seruku sembari menarik tangan Nathan. "Sampai jumpa", ujar Nathan pada keluargaku. Kami bisa mendengar mereka meneriakkan 'Sampai jumpa. Semangat bersekolah' dan sebagainya.

   "Aku senang kita bisa kembali seperti ini lagi", ucapku saat Nathan baru saja menyalakan mesin mobilnya. Menghadap ke arahnya, ia sudah terlebih dahulu memberiku tatapan hangatnya dengan senyuman yang sudah lama tak ku jumpai. "Aku pun begitu", jawabnya dengan lembut.

   Cuaca pagi ini sangat bersahabat. Terik matahari menyinari langit New York ditemani dengan hembusan angin yang sangat bersahabat. Selama perjalanan, kami lebih memilih untuk diam, tidak ada satupun diantara kami yang memulai pembicaraan, namun keheningan ini terasa sangat nyaman. Hanya terdengar suara lagu-lagu dari akun Spotify milik Nathan yang tersambung ke pengeras suara di mobilnya, seperti biasa.

Like We DidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang