15.Airport

52 7 8
                                    

**notes: listen to the song when you read this chapter. It's "Wherever You Are" by 5 SOS**

______

[Eleanor]

   Terdengar suara pintu tertutup, membuatku terbangun dan tersadar bahwa Nathan sudah tidak berada di pelukanku. Ketakutan seketika menjalar di sekujur tubuhku, apakah ia pergi tanpa meninggalkan ucapan selamat tinggal? Apakah ia pergi tanpa keberadaanku di bandara?

   Terduduk dari posisi tidurku, aku menenggelamkan wajahku di kedua telapak tanganku. Dalam sekejap aku merasakan air mata mengalir deras. Ia pergi. Ia pergi tanpa meninggalkan ucapan selamat tinggal ataupun kecupannya.

   "El?", oh suara itu, mengangkat kepalaku, aku melihat sosoknya berdiri di ambang pintu, dengan celana jeans hitamnya dan kaus polos berwarna hijau tua ala tentara. Ia memasang wajah kebingungan saat melihat diriku berlinang air mata.

   Dengan sigap aku berlari ke arahnya, masih mengenakan pakaian dalamku dan satu kaus putihnya yang ia pinjamkan padaku semalam saat aku tidak bisa tidur karena kurang nyaman dengan pakaianku. Spontan mendekap tubuhnya, menghirup aroma tubuhnya. Oh, ia masih berada disini.

   "Aku pikir...-ku pikir kau sudah pergi", bisikku dengan isak tangis yang perlahan berkurang. "Hei hei, aku tidak akan melakukan itu, aku baru saja mandi, maafkan aku karena tidak berada di pelukanmu saat kau bangun", bisiknya sembari membelai rambutku dan mencium keningku.

  
   Melepas pelukannya, aku tetap mengalungkan kedua tanganku di sekitaran pinggulnya, sedangkan ia membasuh air mata di sekitaran mata dan pipiku. Mengecup keningku singkat, ia memberiku senyuman kecil. "Sekarang mandi lah jika kau ingin, aku akan membawa ini semua turun ke bawah", ujarnya lembut. Aku menganggukkan kepalaku sebelum bergegas mengecup pipinya dan keluar dari kamarnya.

   Merendam tubuhku di kamar mandi, aku dapat merasakan hangatnya air dengan paduan aroma mint ala Nathan. Oh, ini sangat menenangkan. Aku memutuskan untuk tidak terlalu lama berendam agar Nathan tidak terlambat. Setelah mengeringkan tubuhku, aku memutuskan untuk menggosok gigi terlebih dahulu sebelum kembali ke kamar Nathan.

   Aku kembali mengenakan celana jeans hitamku semalam, dan crop tee milikku. Nathan kembali ke dalam kamar sembari membawa satu kemeja jeans keluaran Kenzo yang ia beli saat tahun baru 2 tahun yang lalu. "Pakailah ini, di luar sangat dingin", ujarnya lembut dengan senyuman ala Nathan. Meraihnya, dengan satu gerakan efektif aku mengenakannya, tanpa harus mengancingkan kemeja tersebut.

   Melihat ke arah jam, jam sudah menunjukkan pukul 6:18 pagi. "Nathan", panggilku. Yang di panggil pun menoleh. Ia memasukkan ponselnya ke dalam kantung celananya dan mendekat ke arahku yang kini menyandar di sandaran meja belajarnya yang sudah kosong.

   "Ya?", bisiknya lembut. Tangan kanannya membelai pipiku lembut, membuat kedua pipiku merona. Membuka tas ku yang berada di atas meja belajar, aku mengambil kotak berukuran sedang dan memberikan padanya. Kedua matanya melebar sesaat setelah ia membaca tulisan di atas kotaknya.

   Membuka kotaknya perlahan, ia semakin terlihat terkejut, namun di sisi lain, aku lebih memilih untuk menyuguhkan senyuman hangatku. "Kau menyukainya?". Ia menatapku dengan tatapannya yang masih sama, terkejut, sebelum akhirnya menarikku ke pelukannya.

   "Terima kasih, sayang. Kau tidak perlu melakukan ini, ini sangat mahal dan aku tidak bermaksud untuk...-", tanpa berlama-lama aku mengecup bibirnya. Membawa kedua tanganku ke rambutnya, ia pun menarikku lebih dekat. "Aku mencintaimu dan tentu aku menyukainya", bisiknya sesaat setelah ia melepas ciuman kami.

   Memberinya senyuman hangat, "Pakailah, kau bisa membawa kotaknya", bisikku sebelum melepas tanganku dari rambutnya. Dengan antusias, ia mengenakan jam tangan pemberianku di tangan kirinya. "Sangat bagus", ujarnya dengan mata berbinar.

Like We DidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang