[Eleanor]
Terasa atau tidak, 7 tahun telah berlalu. Tanpanya, tentu. Haruskah aku menceritakan bagaimana aku melewat 7 tahun tanpanya? Kuberikan 1 kata yang menjelaskan seluruh pengalaman 7 tahunku tanpa dirinya. Neraka.
Baik, ku beri penjelasan yang lebih jelas. Pagi itu aku tidak menemuinya di bandara, aku mendatangi bandara sejak pukul 9 pagi dan menunggunya seperti orang bodoh hingga jam 1 siang. Tidak ada tanda-tanda keberadaannya.
Ia menolak panggilanku dengan alasan apapun itu, aku tidak mengerti. Aku menghubungi Camila namun ia juga tidak menjawab. Entah apa yang mereka lakukan sehingga setega ini padaku. Sampai akhirnya seorang petugas cleaning service memberiku sebuah berita bahwa penerbangan ke London hari itu hanya ada pada pukul 7 pagi. Kau tau apa artinya.
Hari-hariku penuh dengan usaha menghubunginya. Dari 10 kali usahaku menghubungi nomornya, hanya sekali ia mengangkat panggilanku. Beribu alasan ia katakan, dan ya kalian tidak perlu tau apa saja alasan yang ia sampaikan. Intinya ia tidak ingin melihatku sedih saat ia pergi ke London.
Kau tau jawabanku, benar? Ya, hanya menganggukkan kepala dan lagi-lagi menyetujuinya. Katakan aku bodoh, namun itulah yang selalu ku lakukan jika Nathan memberiku pernyataan yang menurutku masuk di akal.
Hari-hariku semakin hampa. Aku sering berkunjung ke rumahnya, hanya untuk tidur siang atau bahkan menginap. Camila selalu memberiku tatapan iba saat ia mendapati aku menangis di kamarnya. Tapi semuanya tetap sama, tidak ada yang berubah.
Satu tahun pertama berada jauh darinya terasa seperti neraka. Ia jarang menghubungiku, bahkan sebulan mungkin hanya sekali ia menghubungiku. Saat Natal pun ia tidak kembali. Natal adalah hari dimana Camila dan Julian memutuskan untuk pindah ke London. Tentu saja Julian memberikan mobil Nathan padaku sebagai 'kenang-kenangan'. Tidak lupa dengan berbagai macam kacamata hitam miliknya.
Dua tahun tanpanya. Jika ada tempat yang jauh lebih buruk dibandingkan neraka, ya, aku ada pada posisi itu. Ia semakin menjauh, seakan aku tidak lagi mengenalnya. Bahkan ia tidak datang di hari kelulusanku. Jangankan datang, memberi ucapan selamat pun tidak.
Aku kehilangan jejak akan dirinya. Ia tidak memberiku ucapan Natal maupun selamat atas kelulusanku. Saat itu aku merasa hancur. Bahkan aku enggan mengendarai mobilnya karena terlalu banyak kenangan akan dirinya.
Adriana tetap menjadi sahabat yang paling baik bagiku. Ia dan Ezra sangat suportif dan setia menemaniku ketika aku menangisi kepergiannya. Aku sangat beruntung masih memilikinya. Sungguh.
Setelah mengakhiri masa-masa sekolahku, aku membulatkan keputusanku untuk berkuliah di jurusan Psikologi di Columbia University. Aku juga memutuskan untuk tinggal sendiri di apartemen yang berada di sekitaran Brooklyn, walaupun cukup jauh dari lokasi kampus ku, aku sangat menyukai apartemenku saat ini.
Sementara Adriana dan Ezra juga memutuskan untuk berkuliah di Columbia University hanya saja kami bertiga mengambil program studi yang berbeda-beda. Adriana mengambil jurusan keperawatan, sementara Ezra mengambil jurusan bisnis dan sekarang ia sudah bekerja di perusahaan milik pamannya sementara Adriana bekerja di salah satu rumah sakit yang tidak jauh dari Brooklyn.
Adriana dan Ezra tinggal bersama di apartemen yang tidak jauh dari apartemenku karena kantor Ezra pun tidak jauh dari sekitaran Brooklyn. Jika aku merasa kesepian, aku akan bermain ke apartemen Adriana, walaupun Adriana dan Ezra sangat jarang berada di apartemennya. Tidak jarang aku berkunjung ke rumah ayah dan ibu hanya untuk makan malam atau mungkin bermalam.
Lili dan Cam sudah bertunangan. Mereka pun memutuskan untuk tinggal di rumah Cam yang tidak jauh dari rumah kami sebelumnya. Walaupun Lili lebih sering sendiri, ia merasa sangat bahagia saat Cam berlutut di hadapannya dengan kotak kecil berisikan cincin saat itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Like We Did
Teen FictionNathan dan Eleanor, sepasang sahabat yang pada akhirnya menjadi sepasang kekasih, mau tak mau harus menerima kenyataan saat Nathan diharuskan untuk kembali London. Hubungan mereka mulanya berjalan dengan baik-baik saja hingga sesuatu yang tak diingi...