50.Truth

14 4 0
                                    

Arcade - Duncan Laurence

~~~

   Nafasku seakan tercekat di kerongkongan, darahku berhenti mengalir, tubuhku membeku tak dapat berkutik. Sementara tatapanku masih terpaku ke tubuh Nathan yang dengan gesip berjalan melalui ku, mendekati Quinn, yang entah dari kapan berdiri tepat di belakangku.

   Suara musik masih terdengar dari kejauhan, seakan memberi isyarat bahwa 'berhenti berbicara. kau adalah wanita penghancur hubungan orang lain. kau layak untuk menerima cacian'

A broken heart is all that's left
I'm still fixing all the cracks
Lost a couple of pieces when
I carried it, carried it, carried it home

   Terdengar suara isak tangis, tetap terdengar sangat jauh walaupun aku tau, jaraknya hanya 3 langkah dari posisiku saat ini. "Jadi apa yang...apa yang terjadi selama ini?", suara Quinn terdengar lirih. Isak tangisnya menggambarkan kesedihan.

   Oh aku pernah berada di titiknya. Jangan khawatir, bahkan lebih parah dari itu. "Sayang, ku mohon, dengarkan penjelasanku", ujar Nathan. Panggilan sayangnya untuk Quinn membuatku semakin membeku. Tidak dapat menoleh ke arahnya, tidak siap mendapati pemandangan apapun itu diantara Nathan dan Quinn.

   "Nathan, kau menyakitiku", bisiknya lirih.

   Oh, aku sering mengatakan hal itu padanya. Ujar ku dalam hati. Perlahan aku memutar tubuhku, mendapati Nathan mendekap tubuh mungil Quinn. Di genggaman Quinn, terdapat fotoku dan Nathan. Foto kami saat di London. Foto dimana bibir kami saling bersentuhan dengan senyuman diantaranya. Foto kami saat kami masih menjadi sepasang kekasih. Foto kami 7 tahun yang lalu. Jauh sebelum aku mengetahui kenyataan bahwa itu adalah kenangan indah terakhirku bersamanya.

   Tentu ia melihat puluhan fotoku dan Nathan di ruang tengah. Tentu foto yang menyayat hatinya adalah ketika ia menciumku. Tentu ia mendengar pembicaraan kami, entah sejak kapam. Entah sejauh apa.

Silence ringing inside my head
Please, carry me, carry me, carry me home

   Quinn terisak di dekapan Nathan. Sementara Nathan terus mendekap tubuh Quinn, membelai rambut dan punggungnya lembut. Sembari berbisik, "Beri aku waktu untuk menjelaskan, ku mohon".

   Air mataku tak dapat tertahan lagi. Sakit. Apa karena melihat kenyataan bahwa setelah semua luka yang Nathan berikan padaku, ia masih mendekap tubuh Quinn seperti ia mendekapku ketika aku menangis?

   Atau karena harus menerima kenyataan bahwa setelah ini, aku tidak lagi memiliki sosoknya? Ia tentu akan memilih Quinn. Lihatlah aku, hanya memelas iba darinya, mencintai lelaki yang akan menikahi wanita lain.

   "Aku tidak menyangka kau melakukan ini padaku, El. Ku kira kau sahabat", bisik Quinn lirih. Menatap ke arahnya yang kini menatapku, menggenggam erat fotoku dan Nathan, sementara Nathan berdiri di sampingnya.

   "Quinn, kami tidak berselingkuh. Ia tidak merebutku darimu. El adalah...-", ucapan Nathan berhenti. Menggantung seperti harapanku padanya.

Giving us up, didn't take a lot
I saw the end before it begun
Still I carried, I carried, I carried on

   "Apa Nathan?? Beri aku penjelasan terkait puluhan fotomu dan Eleanor di ruang tengahnya. Oh atau mungkin ada foto lain yang ingin kalian tunjukan padaku?", ujarnya sedikit keras.

   Aku hanya diam. Tidak tau harus mengatakan apa. Bodoh, kau berhak mendapat cacian. Kau bahkan berhak mati. Biarkan Nathan dan Quinn bahagia.

   "Quinn, duduklah. Aku akan menjelaskannya padamu. Ku mohon", Nathan menggenggam kedua tangan Quinn, meraih foto kami yang berada di genggamannya, meletakkanya di atas meja bar.

Like We DidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang