12.Dance

49 6 5
                                    

[Eleanor]

"Jadi dimana atasan ibumu mengadakan acaranya?", tanyaku saat aku mulai menyadari bahwa aku tidak lagi mengenali jalanan ini. Ya, aku tidak seberapa hafal jalanan di New York karena ini adalah kota besar, semua orang tau itu. Dan lagi aku bukanlah seorang pengendara, kau tau, aku tidak memiliki mobilku sendiri, dan itulah mengapa aku tidak menghafal jalanan New York dengan cepat.

"Crosby Street Hotel, kau tau, hotel bintang 4 dengan harga selangit", ujarnya dengan senyuman. "Wow, ibuku pernah mengajakku makan malam bersama salah satu koleganya di sana, sungguh tempat itu sangatlah indah", ujarku dengan kagum.

Oh syukurlah, jadi aku tidak merasa salah kostum, batinku. Aku kembali menatap keluar jendela, mengamati beberapa kafe yang mulai ramai oleh pengunjung. Ada juga beberapa orang yang hanya berjalan sembari bercengkrama dengan kerabatnya.

Perjalanan kami sedikit terasa lebih lama karena New York akan semakin ramai di akhir pekan. Kami menghabiskan waktu sekitar 45 menit di perjalanan hingga akhirnya Nathan memarkirkan mobilnya di halaman parkir hotel.

Ia membuka pintu mobilku sembari menjulurkan tangan kanannya, senyuman manisnya terlihat jelas dan hal itu membuat senyumanku mengembang. Meraih tangannya, aku berkata "Terima kasih". Ia hanya menganggukkan kepalanya sebelum kembali menutup pintu mobil.

Kami berjalan beriringan menuju aula hotel yang letaknya tidak seberapa jauh dari lapangan parkir. "Selamat siang tuan dan nyonya", sapa salah satu penjaga pintu sebelum membuka pintu besar yang menghubungkan antara lobi dan aula.

"Terima kasih", ujar Nathan sebelum ia menggandengku untuk masuk ke dalam aula. Aula yang terlihat mewah ini dipenuhi oleh berpuluh atau mungkin beratus undangan dengan pakaiannya yang terlihat istimewa. "Mari kita cari ibuku terlebih dahulu", bisik Nathan tepat di telingaku.

Seketika tubuhku merangsang perbuatannya. Nafasnya yang terasa hangat di tengkuk leherku membuat tubuhku bergidik. Menoleh ke arahnya, aku mendapati sunggingan tipis di sudut kanan bibirnya. Tanpa ku sadari aku mendaratkan tatapanku ke arah bibirnya yang sialnya membuatku ingin mengecup bibirnya, namun tidak, aku tidak boleh melakukan itu.

"Kau menginginkannya, eh?", bisik Nathan saat ia menyadari apa yang ku lihat. Aku kembali menatap matanya sembari menggelengkan kepalaku beberapa kali. Ia hanya terkekeh sebelum kembali menggandengku kekerumunan para undangan.

"Bagaimana jika kita minum terlebih dahulu? Sepertinya ibuku masih bersama teman-temannya di sana", ujarnya sembari menunjuk ke arah kerumunan wanita-wanita yang letaknya tidak seberapa jauh dari kami. Aku hanya menganggukkan kepalaku. "Champagne?", tanyanya sembari menyodorkan satu gelas champagne ke arahku. Aku hanya tersenyum sebelum. Mengambil gelas tersebut dari genggamannya.

Aku menyesapnya sedikit, Nathan pun juga begitu. "Nathan", seorang wanita yang usianya mungkin sekitar 40 tahun menyapa Nathan dari arah samping kami. "Ellie", ujarnya ramah sembari menaruh gelas champagne nya di atas meja kembali.

Wanita yang ku asumsikan bernama Ellie tersebut dengan sigap menarik Nathan ke dekapannya. "Astaga, lihat dirimu, sangat tampan dan menawan!", surunya sembari membelai punggung Nathan. Aku kembali menyesap champagne di gelasku sembari melihat ke sekitaran. Perlahan aku menganggukkan kepalaku sekali, menyetujui pernyataan Ellie.

Nathan melepas pelukan Ellie, masih dengan senyuman lebar di bibirnya. "Terima kasih, dan lihat kau pun terlihat semakin cantik". Nathan benar, diusianya yang sudah terlihat sedikit tua, wanita berambut pirang ini masih terlihat cantik.

Ia menggunakan gaun berwarna hijau pupus dan high heels berwarna krem. Rambutnya yang mengombak pun terlihat sempurna. "Ah, terima kasih", ujarnya. Aku kembali membuang tatapanku, merasa sedikit canggung karena aku tidak tau apapun mengenai wanita ini.

Like We DidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang