34.The Night Before

48 6 2
                                    

Beberapa hari belakangan ini, Nathan sangat memperlihatkan betapa besar ia mencintaiku. Kami selalu menghabiskan waktu bersama, sesekali kami makan siang bersama dengan Adriana maupun Camila. Aku pun mulai kembali bekerja, dan tentunya itu berarti aku kembali bertemu dengan Mason.

Sejauh ini, Nathan sudah mulai mengerti bahwa Mason dan aku hanyalah sebatas teman bekerja, walaupun tak jarang pula ia memperlihatkan bahwa ia sedikit tidak menyukai Mason yang terlalu perhatian padaku, namun ku rasa itu bukanlah hal yang besar. Aku juga sudah mengatakan pada Mason agar ia dapat memaklumi tatapan Nathan yang seringkali memperlihatkan rasa tidak sukanya terhadap Mason.

Hari ini, tepat 1 hari sebelum natal, aku memutuskan untuk pergi bersama dengan ibu dan Lili. Nathan pun mengatakan bahwa ia memiliki janji bersama dengan ibu dan ayahnya untuk merayakan makan siang bersama di rumah kerabat ibunya.

Aku belum mendapatkan hadiah yang tepat untuk Nathan. Aku memikirkan berbagai macam barang yang mungkin ia belum miliki, namun itu terasa sangat sulit mengingat ia memiliki segalanya. Aku sempat berpikiran untuk membelikannya sebuah jam tangan atau sepatu boots, mengingat ia sangat menggilai dua benda itu, namun ku rasa itu tidak akan terlihat istimewa. Setidaknya aku sudah memiliki uang yang cukup untuk membelikannya sesuatu yang tidak ia miliki, namun aku belum yakin untuk membelikannya benda tersebut, baiklah aku akan memikirkan pilihan yang lain.

Aku baru saja selesai mengenakan celana jeans panjang dan beberapa tumpuk pakaian yang dapat menghangatkanku, mengingat salju mulai turun. Tak lupa mengaplikasikan beberapa kosmetik di wajahku sebelum bergegas turun sembari menggenggam tasku di tangan. Aku pun memutuskan untuk mengenakan sepatu boots yang ku rasa cocok jika ku kenakan dengan pakaianku.

"Kau sudah siap?", suara Lili membuatku menoleh ke arahnya. Ia baru saja memasuki dapur, mengenakan celana jeans hitam dan sebuah kaus polos berwarna abu-abu dan jaket putih yang terlihat sangat bagus, sederhana namun tentu ia tetap terlihat memukau. Rambut cokelatnya dengan sempurna membingkai wajah tirusnya, kaki jenjangnya terlihat semakin indah dengan celana hitam dan sepatu putih yang sangat sesuai. Oh, jujur terkadag aku sedikit iri dengan bentuk tubuhnya yang nampak sempurna.

"Ya, apa ibu sudah selesai?", jawabku sebelum menyesap soda yang baru saja ku ambil dari dalam lemari pendingin. "Sepertinya begitu, aku sudah mendengarkan ia berbincang-bincang dengan ayah", jawabnya sembari sibuk dengan ponsel yang ia genggam. Hanya menganggukkan kepala, aku mengambil ponselku di dalam tas, menemukan 1 pesan dari Nathan. Senyuman kembali terukir indah di bibirku.

Dari: Nathan
Aku tidak sabar bertemu denganmu besok, xoxo

Perlahan senyuman yang terukir di bibirku semakin mengembang, membayangkan bagaimana reaksi Nathan saat mengetahui apa yang akan ku belikan untuknya. Dengan sigap aku membalas pesannya, mengatakan bahwa aku pun juga tak sabar bertemu dengannya, sebelum akhirnya aku kembali memasukkan ponselku ke dalam tas, bersamaam dengan ibu yang baru saja memasuki dapur.

Ayah mengikuti di belakang, mengenakan pakaian kerjanya karena tentu ia tetap memiliki pasien walaupun besok adalah hari natal. Sangat membosankan. "Kalian siap?", tanya ibu, memberiku dan Lili senyuman. Kami menganggukkan kepala sebelum akhirnya kami bergegas menuju mobil, begitupun dengan ayah. "Bersenang-senanglah", ujar ayah sebelum ia melajukan mobilnya, meninggalkan kami bertiga di dalam mobil Lili sebelum akhirnya Lili pun melajukan mobilnya.

Setibanya kami di mall, kami memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu, mengingat jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Selama makan siang, tak jarang kami bertiga berbincang-bincang, membicarakan mengenai sekolahku hingga beberapa teman lama Lili.

Setelah itu, kami mulai mengelilingi mall, berkunjung dari satu butik ke butik lainnya. Hal tersebut membuatku mulai berpikir kembali mengenai hadiah apa yang harus ku berikan pada Nathan. Deretan jam tangan, sepatu hingga tas pun mulai menggugah selera, namun tidak, ku rasa pilihanku sudah tepat pada satu benda yang sangat ingin ku berikan padanya.

Like We DidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang