43.Confession

34 3 20
                                    

[Eleanor]

"Kau serius?", kedua mata Adriana semakin melebar, seakan bola matanya bahkan dpat terjun secara bebas dan mendarat di hadapanku. Adriana datang 5 menit setelah aku tiba di apartemen. Aku langsung menceritakan segalanya pada Adriana.

Mengenai Quinn hingga Nathan adalah kekasih Quinn. Tidak lupa menceritakan mengenai red velvet dan lagu kesukaan kami. Adriana semakin geram ketika aku menceritakan hal tersebut, mengingat ia sangat tau betul kebiasaan ku dan Nathan sejak sekolah dulu.

Menganggukkan kepala, aku tidak lagi dapat membendung air mataku sejak aku menceritakan bahwa kekasih Quinn adalah Nathan. Adriana mendekap tubuhku, membelai rambutku. "Kau pantas mendapatkan pria yang jauh lebih baik, El"

Hanya diam, entah aku sudah tidak dapat berpikir secara logis. "El, kau harus belajar melupakannya, melupakan rasa cintamu dan sayangmu kepadanya. Ia memiliki wanita lain, El. Ia mengkhianatimu. Ia meninggalkanmu. Ku mohon, hatiku terasa ngilu melihatmu tersakiti, El"

Kembali, hanya diam. Apa yang dikatakan oleh Adriana memang benar. Sangat benar. Merasakan dekapan Adriana membuatku merasa jauh lebih tenang, seakan bebanku selama 2 hari ini mulai berkurang, setidaknya tidak terasa sesak seperti kemarin.

"Ku mohon, belajarlah melepaskan Nathan. Kau akan mendapatkan yang jauh lebih baik dibandingkan dirinya. Aku yakin itu. Nathan tidak pantas menerima perasaanmu, penantianmu, bahkan dirimu", ujarnya sembari menunjuk ke arahku, membuatku tersenyum.

Perkataannya tentu benar, aku sangat ingin dengan mudah menuruti perkataannya, namun realita mengatakan hal yang jauh berbeda ketika ku bertemu Nathan, hatiku seakan meronta, meminta agar ia mendekapku, menyentuhku.

"Kau selalu mengerti apa yang ingin kau dengar, kau tau", ujarku sembari menatap Adriana. Ia memberiku senyuman, "Karena aku sahabatmu, aku mengerti apa yang kau butuhkan, El. Walau aku yakin itu sangat berat, setidaknya cobalah", ujarnya.

Kini kami sedang berbaring di kamarku, menikmati pizza yang baru saja ku pesan. Aku sangat merindukan masa dimana Adriana selalu menemaniku di rumah. "Bagaimana dengan Ezra?", tanyaku. Senyumannya seketika merekah.

"Ia akan mengajakku berlibur minggu depan. Aku tidak tau kemana ia akan megajakku", ujarnya sembari tertawa. "Kau tau, kalian adalah pasangan paling serasi", jawabku. Adriana hanya tertawa sebelum kembali memakan pizza nya.

Jam menunjukkan pukul 4 sore ketika Adriana mengatakan bahwa ia harus segera pulang. "Kalau kau membutuhkan sesuatu kau dapat menghubungiku", ujar Adriana. Menganggukkan kepala, aku membuka pintu apartemenku, bersamaan dengan Adriana yang berada di sampingku.

Tatapan Adriana seketika melebar ketika dihadapan kami terdapat sepasang kekasih yang tidak lain adalah Quinn dan Nathan. Nampaknya mereka baru saja pulang dan hendak berjalan menuju apartemennya.

"Oh, El. Apa kau baik-baik saja? Kenapa kau tidak mengatakan kalau kau sakit?", ujar Quinn sembari memelukku. Tatapannya nampak cemas, sungguh Quinn adalah sosok yang sangat baik. Nathan menatap Adriana dengan tatapan dinginnya, sementara Adriana menatap sinis Nathan.

"Aku tidak apa", jawabku. Quinn melepas dekapannya, menatapku iba. "Kau harus beristirahat, El. Akan ku suruh Nathan untuk membawakanmu sup. Oh, dan terimakasih atas mobilmu. Dan kau tidak perlu menungguku besok, aku harus berkunjung ke rumah pamanku, karena ia sedang sakit jadi sepertinya aku harus menemaninya selama kurang lebih 3 hari disana", jelasnya.

Memberinya senyuman, aku mengangguk. "Terimakasih. Kau tidak perlu menyuruh Nathan. Aku bisa membelinya sendiri", jawabku. Tatapan Nathan kini menuju ke arahku, sementara Adriana masih menatapnya dengan tatapan benci.

Like We DidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang