[Eleanor]
"Hei, kita sudah sampai", bisikkan hangat Nathan seketika membangunkanku dari tidur panjang yang sangat melelahkan. Membuka kedua mataku perlahan, aku mendapati pesawat yang perlahan mendarat di jalannya. Menarik nafas dalam sembari meregangkan tubuhku, "Kau tidak tidur?", tanyaku padanya yang berada di sampingku.
"Oh, aku sudah bangun sejak 1 jam yang lalu", jawabnya sebelum membuka tirai jendela. Sinar matahari London perlahan menyapaku, mendaratkan senyuman hangat di bibirku. "Selamat datang di London", bisiknya tepat di telingaku. Aku benar-benar berada disini, batinku.
Nathan membangunkan Aubrey yang berada di sampingnya, sementara aku terus menatap ke arah luar jendela hingga pesawat benar-benar berhenti. Kami bertiga segera mengambil tas kami dan menuruni pesawat untuk mengurus beberapa surat-surat yang harus kami urus, mengingat kami adalah pendatang dari negara lain. Tak lupa kami harus menunggu bagasi yang membawa koperku dan koper Aubrey serta Nathan.
Setelah menghabiskan waktu sekitar 45 menit untuk semuanya, kami segera menuju ke Starbucks untuk membeli kopi dan menikmati sarapan, mengingat Aubrey harus ke kantor pukul 10 dan aku serta Nathan tidak ingin ia sibuk membuat sarapan dengan waktu yang cukup singkat ditambah dengan lelah yang akan menghampiri kami sewaktu-waktu.
"Duduklah, aku yang akan memesan", ujar Nathan kepadaku dan juga Aubrey. Bandara ini cukup ramai walaupun ini terhitung sangat pagi, jam menunjukkan pukul 7:16 dan Starbucks sudah terlihat ramai dengan para pegawai berpakaian rapi dengan koper kecil maupun tas bepergiannya. Atau mungkin seorang pilot beserta pramugarinya yang dengan bangga menarik koper dengan seragamnya yang melekat di tubuhnya.
"Sangat ramai, eh?", suara Aubrey seketika membuatku kembali tersadar bahwa aku sedang tidak sendiri. Terkekeh, aku menganggukkan kepalaku, "Ya, bagaimana bisa mereka terlihat serapi itu di pagi hari seperti ini", ujarku. Aubrey tetap terlihat anggun walaupun selama di pesawat ia lebih memilih tidur. Matanya terlihat sangat menyejukkan dan indah.
Disisi lain, aku dan Nathan menghabiskan waktu selama 2 jam untuk menimati pemandangan lampu kota hingga akhirnya kami tidak lagi menemukan lampu-lampu kota yang sangat indah.
Nathan kembali membawa sebuah nampan yang sudah berisi penuh dengan minuman dan makanan. "Cappuccino dan Cheddar & Mushroom Croissant untukmu, aku yakin kau akan menyukainya", ia mengarahkan makanan dan minuman kepadaku sembari mengedipkan mata kanannya. Tentu, itu sangat menggoda. "Super Scrambled Eggs, Tomato & Spinach dan segelas Butterscotch Brulée Latte untuk ibu", ia memberi Aubrey senyuman hangat dan memberikan sarapan pada ibunya.
Ia mengambil duduk tepat di sampingku. Di hadapannya terdapat segelas Caramel Macchiato dan Bacon Buttie berukuran sedang yang ku asumsikan untuk ia nikmati bersama kami. Kami menikmati makanan kami, sesekali berbincang-bincang. Aubrey mengatakan bahwa ia menghubungi supir kantornya agar menjemput kami di bandara.
"Memerlukan waktu sekitar 35 menit untuk tiba di rumah", jelas Nathan padaku, aku hanya menganggukkan kepala sembari menikmati sarapanku yang sungguh nikmat. "Ya, kami tinggal di Wimbledon", sambung Aubrey dengan senyuman hangatnya.
Setelah menghabiskan sarapan kami, kami hanya memerlukan waktu 10 menit hingga supir Aubrey tiba. Tentu, Nathan membawa koperku dan melarangku untuk membawanya, mengingat ia dan aubrey hanya membawa satu koper yang berisi pakaian pesta yang mereka kenakan saat ke pesta ayah dan ibu dan beberapa pakaian lainnya.
"Selamat pagi, nyonya dan tuan Parker", sapa seorang laki-laki paruh baya kepada Aubrey dan Nathan. Ia mengenakan setelan hitam dengan kemeja biru muda di dalamnya. Penampilannya sangat rapi dan istimewa hanya untuk seorang supir perusahaan, namun tentu, Aubrey bekerja di kedutaan besar yang berisikan orang-orang penting dari seluruh dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Like We Did
Teen FictionNathan dan Eleanor, sepasang sahabat yang pada akhirnya menjadi sepasang kekasih, mau tak mau harus menerima kenyataan saat Nathan diharuskan untuk kembali London. Hubungan mereka mulanya berjalan dengan baik-baik saja hingga sesuatu yang tak diingi...