**notes: I've change this chapter song because the previous song didn't really fit with the story on this chapter and this one is more fit with the story and this is my current jam right now tho, so hope you like it**
_______Aku memutuskan untuk berkunjung ke rumah Nathan, mengingat aku sudah lama tidak berkunjung ke rumahnya dan bertemu dengan keluarganya, terutama Camila, aku sangat merindukannya. "Apa Camila berada di rumah?", tanyaku pada Nathan yang sedang mengendarai mobilnya di jalanan New York yang sangat padat di siang hari ini, namun tetap sangat terasa indah.
"Entahlah. Setauku ia tidak memiliki kelas di hari Kamis", ujarnya santai. Menganggukkan kepala, aku kembali menatap ke arah jalanan, tak jarang aku melirik kearahnya yang dengan serius mengendarai mobilnya. Rasa bahagiaku akan Nathan yang kembali seperti sedia kala membuat senyuman di wajahku tak kunjung menghilang. Sungguh. Aku sangat bahagia dan bersyukur ia kembali seperti biasanya.
"Apa yang kau pikirkan?". Dalam sekejap, suara indahnya mampu memperlebar senyumanku. Menatap ke arahnya, aku dapat melihat keindahan matanya walaupun dari arah samping. "Kau", jawabku singkat. Aku tidak akan menutupi rasa bahagiaku yang telah ia berikan. Aku akan sangat bangga mengatakan pada dunia bahwa Nathan adalah sahabat yang mana adalah sumber kebahagiaanku.
"Bagaimana bisa?", tanyanya dengan senyuman di bibirnya yang ku jamin sudah tak bisa ia tahan lagi. Oh, aku tidak akan pernah bosan untuk menatap keindahan wajahnya, lesung pipinya yang sempurna, tulang rahangnya yang selalu terukir jelas. "Hanya terlalu bahagia karena aku memilikimu disini".
Secara langsung Nathan menatap kedua mataku setelah ia memberhentikan mobil tepat di halaman rumahnya. Senyuman hangatnya mampu memabukkanku, sungguh. "Aku juga bahagia karena masih bisa memilikimu sebagai sahabat hingga saat ini". Sahabat, ya sahabat, tentu, apa yang ku harapkan setelah menolaknya? Tidak, aku tidak menolaknya, hanya saja aku tidak siap menerima resiko buruk jika aku membalas perasaannya.
Dan, Oh, suara beratnya sanggup menggetarkan sekujur tubuhku. Ia mencondongkan tubuhnya sebelum mengecup keningku singkat. Sial. Ia mampu mencuri seluruh oksigen di sekitaran tubuhku, membuatku sulit bernafas. Tanpa ku sadari, aku telah menutup kedua mataku saat ia mencondongkan tubuhnya.
Menghirup nafas dalam, perlahan aku membuka kedua mataku, menatapnya dengan jarak yang sangat dekat, bahkan aku bisa merasakan hembusan nafas hangatnya yang memburu wajahku.
Jantungku berdegup sangat kencang, mengingatkanku dengan ciumannya malam itu. Telapak tanganku mulai berkeringat karena posisi kami yang terlalu dekat, hingga akhirnya dalam sekejap Nathan menjauhkan tubuhnya saat ia mendengar ponselnya berdering. Disaat itu pula aku menghembuskan nafasku yang tanpa ku sadari telah ku tahan.
"Halo", jawabnya dengar datar. Aku menunggunya sembari menainkan ponselku. Tak lupa mengirimkan pesan untuk Lili, mengatakan bahwa aku akan berada di rumah Nathan hingga malam. "Baiklah, tak masalah. Eleanor sedang berada disini dan menunggumu".
Jawabannya kali ini menyadarkanku bahwa ia sedang berbicara dengan Camila. "Sampai jumpa, berhati-hatilah di jalan", jawab Nathan kembali sebelum memutuskan sambungan telfonnya. "Ada apa?", tanyaku sesaat setelah Nathan memasukkan ponselnya ke dalam kantung.
"Oh, Camila pulang sedikit lebih sore karena ia harus mengerjakan beberapa tugasnya dan memintaku untuk mencuci pakaian kotor", jawabnya sebelum akhirnya membuka pintu mobil dan beringsut keluar. Mengikutinya, aku kemudian berjalan di belakangnya menuju pintu masuk rumahnya. Bahkan, dari belakangpun tubuhnya dapat membuatku berdecak kagum. Tubuh tingginya yang bidang dan sangat nyaman untuk dipeluk. Oh, Nathan, apa yang kau perbuat padaku?
"Oh, sudah lama sekali aku tidak kemari", seruku dengan antusias. Berjalan menuju dapur, aku menaruh tasku di atas meja bar, sedangkan Nathan mengambil 2 buah kaleng soda dan mengambil duduk di hadapanku. Meneguk separuh sodaku, aku dapat melihat Nathan yang dengan cepat menghabiskan sodanya. Aku dapat melihat jakunya dengan jelas. Oh, betapa aku sangat mengagumi keindahan dirinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Like We Did
Ficção AdolescenteNathan dan Eleanor, sepasang sahabat yang pada akhirnya menjadi sepasang kekasih, mau tak mau harus menerima kenyataan saat Nathan diharuskan untuk kembali London. Hubungan mereka mulanya berjalan dengan baik-baik saja hingga sesuatu yang tak diingi...