51.Chance

24 3 2
                                    

Malibu Night - Marina Lin & Sahara

~~~

[Eleanor]

   Jam menunjukkan pukul 7 malam. Sudah cukup lama aku hanya  terdiam duduk di sofa ruang tengah, memandangi foto kami yang masih menempel dengan sempurna di dinding, menggenggam erat foto yang sebelumnya Quinn genggam.

   Meraih botol bir di hadapanku, aku meneguknya sekali, oh dua kali. Persetan dengan jumlah botol bir yang sudah ku teguk dalam sehari ini. Ini adalah hari yang berat bagiku. Ruangan ini cukup tenang, hanya ada suara lagu dari speaker ku yang samar-samar terdengar dan suara klakson mobil. Tipikal New York di malam hari saat akhir pekan.

I got way too much time to be this hurt
Somebody help, it's getting worse

   Memandangi foto kami di genggamanku, hatiku terasa sesak. Ini sangiat salah. Tidak seharusnya aku merindukan Nathan. Tidak seharusnya aku mengharapkan Nathan. Mengharapkan sosok yang kini memiliki orang lain.

   Berjalan mendekati foto-foto kami, aku meraihnya satu persatu, melepasnya dari dinding. Tanganku terasa berat, melepas kembali kenangan kami setelah sekian lama aku memendamnya, berusaha mengembalikan kenangan indah walau aku mengerti aku tak lagi dapat memilikinya.

Way too much whiskey in my blood
I feel my body giving up
Can I hold on for another night?
What do I do with all this time?

   Suara ketukan di pintu apartemen memecahkan lamunanku. "Hai", bisiknya sesaat setelah aku membuka pintu apartemenku. Tatapannya berfokus di wajahku sebelum ke tanganku, tangan kananku menggenggam botol bir yang sudah hampir habis dan beberapa foto kami yang baru saja ku lepas dari dinding.

   Nathan memejamkan kedua matanya, menarik nafas panjang sebelum berjalan mendekat. menatapku dalam sebelum meraih botol bir di genggamanku. "Ku mohon, berhenti", bisiknya tepat di hadapanku.

   Hembusan nafasnya tepat di wajahku. Tanpa ku sadari aku menutup kedua mataku. Menikmati setiap detik ia berada di hadapanku, berada di dekatnya. Menebus setiap detik sejak 7 tahun terkahir ini.

   "Apa kita dapat berbicara?", bisiknya. Menatap kedua matanya, aku hanya mengangguk. Berjalan menuju sofa, aku meletakan foto-foto kami di atas meja, sementara Nathan melihat lurus ke meja tepat di hadapanku. Tiga botol bir kosong di hadapanku, membuatnya terdiam sebelum akhirnya ia mengambil botol-botol tersebut dan membawanya ke dapur.

   "Aku tidak memintamu untuk merapikan apartemenku", ujarku, masih menatap lurus ke arah dinding di hadapanku. Masih ada beberapa foto kami tertempe di dinding. Ia tidak menjawab.

   Mengambil duduk tepat di sampingku, hangat tubuhnya menggelitik kulitku, tubuhku yang sangat merindukannya, tubuhku yang sudah terkontaminasi oleh alkohol. "Aku peduli", jawabnya singkat.

   Memeluk kedua kakiku, membawanya semakin dekat ke tubuhku. Oh sungguh aku berharap ia mendekapku saat ini. Mengatakan bahwa ini akan baik-baik saja, bahwwa ia akan kembali padaku...sebagai teman mungkin?

   "Aku sudah mengatakan semuanya pada Quinn", ujarnya. Aku dapat merasakan tatapannya, membakar sekujur tubuhku. Memejamkan kedua mataku, entah apa yang ku rasakan, lega karena kekasihnya sudah mengetahui masa lalu kami, atau semakin was-was karena kemungkinan ia meninggalkanku untuk selamanya lebih besar.

   "Ia...Ia membutuhkan waktu untuk berpikir", lanjutnya. "Lalu mengapa kau disini?", tanyaku. "Aku berhak memberi taunya terkait masa lalu kita, El. Apapun yang akan terjadi setelah ini adalah tanggung jawabku, kesalahanku tidak mengatakannya sejak awal".

   "Maafkan aku", bisikku. Ya, aku berhutang maaf padanya. Jika saja sejak awal aku tidak melarang Nathan untuk mengatakan pada Quinn mengenai masa lalu kami, ini tidak akan terjadi. Aku menghancurkan hubungan Quinn dan Nathan. Teman macam apa aku?

Like We DidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang