26.Explain

46 5 4
                                    

[Eleanor]

Pesta baru saja berakhir, tepat pada pukul 9 malam. Tamu undangan perlahan semakin berkurang dan sekarang hanya tersisa beberapa kerabat dekat ayah dan ibu serta keluarga Nathan. Adriana dan Ezra pulang terlebih dahulu. Tentu Adriana menanyakan apa ada yang tidak beres pada Mason dan Nathan, namun aku berjanji akan menghubunginya jika aku sempat.

Mason pun pulang bersamaan dengan Ezra dan Adriana. Untunglah, saat Mason, Ezra dan Adriana berpamitan sebelum pulang Nathan sedang bersama keluarganya, jadi ia tidak peru bertemu dengan Mason. Aku pun sudah mulai tenang jika sedang bersama dengan Mason, maksudku aku tidak teringat akan kesalahanku lagi, tidak sebesar dulu, mengingat Nathan sudah berada disini. Dan aku juga merasa tidak enak jika harus bersikap dingin terus-menerus kepada Mason.

Kini kami dalam perjalanan pulang, yang ku maksud dengan kami adalah aku, Nathan, Lili dan Cameron. Lili mengatakan bahwa ia akan menginap di tempat tinggal Cameron, namun ia harus mengambil beberapa pakaian. Sementara aku dan Nathan memiliki rencana untuk berdiam diri di rumah setelah ini, aku sangat lelah, atau mungkin ia ingin membicarakan sesuatu denganku. Entahlah. Aku sangat ipenasaran mengapa ia sangat marah karena hal tersebut.

"Sampai jumpa, Cameron. Senang bertemu denganmu", ujarku sesaat setelah kami tiba di rumah, mengingat aku akan segera ke kamar dan melepas pakaianku dan Cameron serta Lili akan pergi setelah ini. Ayah dan ibu masih berkunjung ke rumah pamanku yang baru saja tiba di New York. "Senang bertemu denganmu, ku harap kita dapat makan siang bersama besok, bagaimana?", tawar Cameron ke arahku dan juga Nathan.

"Tentu, kami akan datang. Katakan pada Lili untuk menghubungiku dimana tempatnya", sahutku dengan antusias. Oh, tidakkah itu menyenangkan, pergi bersama dengan kakakmu beserta kekasihnya dan juga kekasihmu? "Baiklah, kalian bisa beristirahat, aku akan menunggu Lili disini. Sampai jumpa", ujar Cameron sebelum mendekap tubuhku dan Nathan. Ia sangta baik, aku akan sangat senang jika Lili memilih Cameron untuk menjadi suaminya.

Aku memutuskan untuk segera ke kamar, sementara Nathan mengambil segelas air mineral untuknya terlebih dahulu. Oh, entahlah, tapi hari ini terlalu melelahkan bagiku. Melepas perhiasanku, tak lupa menaruhnya kembali di kotak perhiasan, kemudian aku mengikat rambutku terlebih dahulu sebelum membersihkan wajahku dan melepas gaun pesta ini.

"Hei", terdengar suara Nathan yang sangatlah menenangkan, bahkan hanya dengan mengatakan satu kata ia mampu membuatku tersenyum, namun tidak saat ia sedang marah, tentunya. "Hei. Bisakah kau tolong aku?", tanyaku ke arahnya yang kini sudah berdiri di belakangku, menatapnya melalui cermin yang berada di hadapanku. Bahkan dalam malam yang dingin ia mampu menghangatkanku hanya dengan hembusan nafasnya yang menjalar ke seluruh tubuhku.

"Tentu", oh, suara beratnya sangatlah menggoda. Menarik nafas dalam, "Um, tolong tarik retsletingnya", jawabku berusaha tenang. Ia memberiku seringaiannya yang membuat sekujur tubuhku semakin memanas. Oh, ia sangat tampan dan seksi. Baiklah, aku sudah tidak bertemu dengan kekasihku berminggu-minggu, jangan salahkan aku jika aku berpikir demikian.

Ia menarik retsletingnya, tanpa melepaskan tatapannya ke mataku melalui cermin. Nafasku semakin tak berauturan saat aku merasakan kulit tangannya bersentuhan dengan kulit punggungku. Nathan masih memberiku seringaiannya hingga ia berhasil melepas retsletingnya. Oh, betapa aku mengharapkan dapat menciumnya hingga pagi datang, memanfaatkan waktu yang ku miliki berdua bersamanya. Menggelengkan kepalaku sekali, aku berusaha keras menghilangkan pikiran yang bersarang di benakku.

Memutar tubuhku dengan cepat, aku berniat untuk segera mengambil kaus Nathan yang akan ku kenakan untuk tidur, namun tentu, ia dengan sigap menarik pergelangan tanganku, menyebabkan gaunku terjatuh, menyisakanku dalam balutan pakaian dalamku saja. Dengan cepat ia menarikku ke pelukannya, mendekap tubuhku yang hampir telanjang menjadi jauh lebih hangat sebelum aku merasakan ia mengecup keningku.

Like We DidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang