Wrong Direction - Hailee Steinfeld
~~~
[Nathan]
Makan siang bersama Elanor dan Adriana sangat menyenangkan. Tidak ku pungkiri, aku merindukan teman-temanku. Masa-masa dimana aku belum sebajingan itu. Dari tatapan dan jawaban Adriana saat aku berpamitan, aku dapaat melihat bahwa ia cukup kecewa dan marah padaku.
Kembali ke apartemen Quinn, aku belum mendapati kehadirannya kembali ke ruangan ini. Dinding biru tua di ruang tengahnya dihiasi oleh beberapa foto kami yang baru saja kami pasang minggu lalu.
Apa aku merasa bersalah? Tentu. Sebajingan ini pun aku masih menghargai dan menyayangi wanita, termasuk Quinn. Jujur saja, aku semakin menyadari bahwa rasa cintaku pada Eleanor ternyata tidak pernah hilang, bahkan tidak berkurang.
Selama ini aku hanya mengalihkan rasa itu kepada hal lain, termasuk menjalin hubungan dengan Quinn. Ya, itu suatu kesalahan. Aku menyadari bahwa selama ini aku tidak mencintai Quinn sebesar aku mencintai El. Yang ku berikan pada Quinn hanya sebatas rasa sayang dan ingin menjaga.
Sementara dengan Eleanor, Oh Tuhan, aku rela memberikan seisi dunia hanya agar ia memaafkanku. Aku mencintainya. Tanpa ku tutupi dan ku pungkiri lagi. Aku ingin melindunginya, menjaganya, dan memilikinya.
Teringat pertama kali aku bertemu dengannya setlah 7 tahun berpisah, kedua matanya seakan menghantarkan irisan luka padaku. Aku sangat ingat ia mngenakan kalung dan cincin pemberianku. Tanpa ia sadari, aku mengamati setelah hari itu ia tidak lagi mengenakannya.
Hatiku terasa sakit, sekaligus kecewa. Cukup membuktikan bahwa aku sangat ingin ia kmbali menjadi milikku. Egois. Ya, aku cukup egois jika aku harus memaksakan Eleanor tetap menungguku, mencintaiku, dan memaafkanku setelah apa yang ku perbuat.
Tapi bukankah itu aku? Membuat kesalahan dan merasa semua orang harus dan pasti akan memaafkanku? Sebut saja aku bajingan dan keparat besar. Tapi aku tidak akan melepaskannya lagi, tidak lagi. Cukup sekali aku melakukan kebodohan itu.
Suara pintu terderangar, begitupun dengan suara kunci yang perlahan diletakkan di atas meja bar di dapur. Menoleh, aku mendapati Quinn berdiri di dapur, mengenakan celana jeans hitam dan sweater abu-abu pemberianku.
Ia menatapku dengan tatapan sendu sebelum meletakkan tas nya di atas meja bar dan berjalan mendekatiku yang masih terduduk di sofa. Sunyi di antara kami sangat mencekam. Apa aku ingin mendekap tubuhnya? Tentu, aku menyakitinya. Aku ingin memastikan ia baik-baik saja. Apa aku egois? Ya, bodoh.
"Apa kau sudah makan?", tanyaku. Berusaha memecahkan kesunyian di antara kami. Ia menggelengkan kepalanya. "Aku membeli sushi, kau bisa memakanya", ujarku sembari menunjuk ke arah dapur. Ya, aku sengaja membeli seporsi sushi saat pergi dengan Eleanor.
"Terimakasih", jawabnya singkat. Kembali sunyi. Aku menghembuskan nafas panjang sebelum menatap kedua matanya yang kini menatap ke telapak tangan di pangkuannya. "Bisakah kau mengatakan sesuatu? Ini mmbuatku semakin merasa bersalah", ujarku.
Ia menatapku, sial, kedua matanya menyiratkan rasa sakit. Pria mana yang menyakiti banyak wanita sekaligus. Bajingan kau Nathan.
"Apakah ini tidak akan terjadi jika kau tidak bertemu dengan Elanor?", pertanyaannya, menggambarkan pertanyaan yang kemudian menghantui seisi otakku. Apakah aku tidak akan menyadari bahwa aku masih mencintai Eleanor jika aku tidak bertemu dengannya? Apakah aku tidak akan menyakiti Quinn jika aku tidak bertemu dengan Eleanor sejak kembali ke New York?
"Jujur saja, aku tidak tau, Quinn. Aku...-", ia memalingkan wajahnya, membuat rasa brsalah kembari mengairi sekujur tubuhku. "Selama ini, aku berusaha memendam kenyataan bahwa selama 7 tahun aku masih mencintai Eleanor. Maafkan aku karena menyakitimu teramat dalam. Tapi kini aku tidak bisa memungkiri bahwa aku masih mencintai Eleanor. Aku sangat menyayangimu, aku ingin menjagamu, namun yang tidak ku sadari adalah rasa cinta yang ku miliki kepadamu tidak sebesar itu", jawabku berterus terang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Like We Did
Novela JuvenilNathan dan Eleanor, sepasang sahabat yang pada akhirnya menjadi sepasang kekasih, mau tak mau harus menerima kenyataan saat Nathan diharuskan untuk kembali London. Hubungan mereka mulanya berjalan dengan baik-baik saja hingga sesuatu yang tak diingi...