28.Leave

51 5 2
                                    

[Eleanor]

   Hari ini adalah hari dimana aku, Nathan dan Aubrey berangkat ke London. Penerbangan kami pukul 6:25 sore ini. Aubrey mengatakan bahwa penerbangan di malam hari tidak akan membuat kami lelah karena kami dapat beristirahat di pesawat dan lagi ia harus bekerja keesokan harinya pada pukul 10 pagi. Nathan pun mengatakan bahwa kami akan tiba di London pukul 6 pagi waktu setempat. Aku sangat berantusias untuk ini, mengingat aku tidak pernah ke London sebelumnya.

   "Selamat pagi", suaranya terdengar hangat di telingaku. Semalam aku bermalam di rumahhya karena ayah dan ibu harus bekerja hingga larut malam , sementara Lili sangat sibuk dan tidak dapat diganggu. "Pagi", jawabku yang tengah menyiapkan sarapan bersama dengan Camila dan Aubrey.

   Nathan sedikit kesal karena semalam aku tidur bersama dengan Camila, namun tentu ia hanya bercanda dan aku akan mencari cara untuk merayunya dengan caraku sendiri. Ia melirikku dengan kedua mata indahnya, walaupun aku tak dapat  melihatnya, tentu aku merasakan ia menatap ke arahku, mengamati setiap gerak-gerikku.

   Dalam satu gerakan cepat aku menatap ke arahnya, membuatnya sedikit terkejut dan kembali meminum susu yang berada di gelasnya. Aku hanya tersenyum sebelum meletakkan 1 piring penuh omelet dan 1 piring roti panggang di atas meja makan. "Nathan, panggil ayah", perintah Aubrey. Ia hanya menganggukkan kepalanya sebelum keluar dari dapur.

   Aku meletakkan gelas susu milik Nathan di atas meja makan, bersebelahan dengan piringnya. Camila juga membawa gelas serta piring untuk sarapan kami, sementara aku mengeluarkan susu serta air mineral dan meletakannya di atas meja makan. Menyiapkan sarapan adalah salah satu hal yang ku sukai, entah di rumahku maupun di rumah Nathan.

   Kini aku tengah menikmati roti panggang dan selai kacang bersama dengan keluarga Nathan. Nathan duduk di sampingku, tentu. Walaupun ia tengah 'marah' denganku, ia tentu tetap memilih duduk di sampingku dibandingkan di samping Camila. Hal itu membuatku tersenyum tanpa henti, mengamati perilaku menggemaskannya yang seperti bocah sekolah dasar.

   "El, apa kau sudah menyiapkan semua keperluanmu?", tanya Aubrey yang berada di hadapanku. "Hanya beberapa barang yang belum ku masukkan. Apa disana akan dingin?", tanyaku padanya sebelum menggigit rotiku. "Um, ya. Sepertinya akan turun salju pada awal atau mungkin pertengahan Desember nanti", jawabnya dengan senyuman simpul. Aku hanya menganggukkan kepalaku dan melanjutkan sarapanku.

   Sesekali melirik ke arah Nathan yang tak dapat menahan senyum antusiasnya akan kami yang akan berangkat ke London bersama. "Apa kau mau roti lagi?", tawarku pada Nathan, sedikit berbisik. Aku hanya ingin tau apa yang akan ia lakukan saat aku mengajaknya berbicara. Ia menghilangkan senyumannya secara cepat, membuatku semakin melebarkan senyumanku. Menggelengkan kepalanya, aku hanya menganggukkan kepalaku singkat untuk menjawab responnya. Oh, ia sangat menggemaskan.

   Setelah sarapan, aku dan Camila membereskan piring kotor sebelum akhirnya aku memutuskan untuk menghampiri Nathan yang berada di kamarnya. Mengetuk pintunya sekali, aku segera membuka pintunya tanpa menunggu jawaban darinya. Aku mendapati ia duduk di kursi belajarnya, memunggungiku. Oh, suasana kamar ini selalu ku rindukan.

   Ia tengah sibuk dengan laptop yang berada di atas mejanya, bahkan ia tidak memalingkan wajahnya ke arah pintu. Menutup pintunya perlahan, aku segera bergegas ke arahnya. "Hai", bisikku setelah melingkarkan kedua tanganku di pundaknya, menaruh daguku di atas pundak kanannya sembari melirik ke arah wajahnya yang masihterlihat serius.

   Ia hanya diam, aku menatap ke arah layar laptopnya, mendapati ia tengah membaca beberapa artikel yang tidak ku mengerti. Terdengar beberapa lagu yang terdengar di dalam kaamrnya. "Apa yang sedang kau lakukan?", tanyaku sebelum mengecup pipinya, berusaha mendapatkan perhatiannya. "Tidak, temanku mengirimkan ini", jawabnya singkat, masih dengan suaranya yang dingin, sebelum ia menutup layar laptopnya. Dengan sigap aku memutar kursinya dan duduk di atas pangkuannya, membuat seringaiannya terpampang jelas di hadapanku.

Like We DidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang