[Eleanor]
Hari berjalan dengan sangat cepat. Selama beberapa hari ini aku berteman dengan klien pertamaku. Aspyn sangat pendiam. Sejauh ini yang dapat ku lihat memanglah anak yang sangat pendiam. Dari informasi yang ku ketahui adalah kedua orangtuanya baru saja bercerai dan Aspyn lebih sering menghabiskan waktu dengan ibunya.
Sebelumnya, Aspyn lebih dekat dengan ayahnya sampai akhirnya ayahnya berselingkuh dengan wanita lain sehingga hak asuh Aspyn dilimpahkan kepada Chloe, ibunya. Chloe adalah seorang pengacara yang sangat sibuk.
Aspyn bersekolah di salah satu sekolah yang terbilang cukup bagus dan mahal di New York. Aspyn juga termasuk anak yang cerdas dan selalu mendapt ranking 5 besar di kelasnya, namun setelah kejadian perpisahan kedua orangtuanya, Aspyn menjadi pribadi yang tertutup, snagat tertutup. Nilainya menjadi menurun. Bahkan ia sering membolos sekolah hanya untuk berbaring di tempat tidur kamarnya.
Sejauh ini, Aspyn belum bercerita apapun. Ia hanya mengatakan beberapa mainan kesukaannya yang ia miliki di rumah. Ia tidak pernah membicarakan mengenai keluarganya. Ketika aku memintanya menggambar pun ia menggambar seorang anak kecil yang ku asumsikan adalah dirinya, sedang duduk di dekat pohon dengan sebuah beruang cokelat di sampingnya.
Dan hari ini adalah hari Sabtu. Baru beberapa menit yang lalu aku terbangun dari tidur nyenyakku. Sabtu adalah hari dimana aku akan memanjakan diriku dengan bermalas-malasan. Jam masih menunjukkan pukul 9 pagi saat aku mendengar ketukan di pintu yang membuatku geram karena mau tidak mau aku harus segera membukakan pintu.
Berjalan keluar kamar masih mengenakan kaus milik'nya' yang selalu ku simpan dengan kedua kaus kaki yang masih terpasang dikedua kaki ku, udara dingin dengan cepat mengantam kulitku. Ah, tentu aku lupa mengatur suhu ruang tengah.
Membuka pintu dengan cepat, aku dihadapkan dengan sosok Quinn yang nampak sangat cantik di pagi hari. Senyumannya sangat hangat. "Oh, apa aku membangunkanmu?", tanyanya. Memberinya sneyuman simpul, "Tentu tidak, aku baru saja bangun lalu beberapa menit kemudin kau datang", jawabku ramah.
"Oh, apa kau sibuk hari ini?", tanyanya dengan mata berbinar. Menggelengkan kepalaku, "Ah, maukah kau menemaniku berbelanja dan ke salon hari ini? Lalu jam 7 malam nanti aku akan menjemput kekasihku dari London. Aku kurang percaya diri jika harus pergi sendiri", jawabnya. Senyumannya merekah dengan kedua mata yang nampak sedikit memelas.
Ah, ku rasa ini akan membuatku lebih memanjakan diriku, pikirku. Memberinya senyuman hangat, "Tentu", jawabku. Ia segera memeluk tubuhku, wangi stroberinya dengan cepat merasuki hidungku.
Terkekeh, "Terimakasih", ujarnya dengan antusias. "Aku akan menyusulmu jam 11. Aku akan siap-siap terlebih dulu. Kita bisa mengendarai mobilku jika kau mau", ujarku. Ia menganggukkan kepala, "Aku akan membelikanmu makan siang nanti", serunya sebelum mengecup pipiku, membuatku terkekeh. "Sampai jumpa 2 jam lagi!", serunya sebelum aku menutup pintu apartemenku.
Quinn memanglah sangat menyenangkan, sangat ramah pula. Aku belum sempat mengenalkannya secara langsung pada Lili. Suatu saat nanti aku akan mengajaknya pergi dengan Lili.
Dengan cepat aku membuat segelas kopi untukku sebelum memutuskan untuk mandi dan berkeramas. Setelah mandi, tidak lupa mengeringkan rambutku, kemudian aku memilih pakaian yang akan ku kenakan hari ini.
Aku memilih untuk mengenakan rok jeans selutut dengan turtle neck berwarna kuning yang akan kupadukan dengan flat shoes berwarna kuning dan tas hitam yang akhir-akhir ini ku kenakan. Tidak lupa mengenakan kalung pembeian'nya' untuk menghiasi leherku dan memasngkan bandana di sekitaran rambutku.
Jam menunjukkan pukul 10.30 saat aku sedang menyiapkan semangkuk sereal untuk mengganjal perutku. Memakannya dengan cepat, tidak lupa menghabiskan kopiku. Setelah selesai aku memutuskan untuk segera menghampiri Quinn di apartemennya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Like We Did
Teen FictionNathan dan Eleanor, sepasang sahabat yang pada akhirnya menjadi sepasang kekasih, mau tak mau harus menerima kenyataan saat Nathan diharuskan untuk kembali London. Hubungan mereka mulanya berjalan dengan baik-baik saja hingga sesuatu yang tak diingi...