48.Tears

33 5 4
                                    

If You're Gonna Lie - FLETCHER

~~~

[Eleanor]


   Aku masih terpaku, membeku di tempat dan tidak dapat begerak. Ucapannya seakan menarik seluruh saraf tubuhku. Apa ia akan menikahi Quinn? Tapi bukankah ia baru saja mengatakan padaku bahwa ia tidak mencintainya?

   Otakku berputar dengan sangat cepat. Berusaha menelan semua ucapan Nathan, hal-hal yang kami lakukan. "Hei, apa kau ingin tidur?", ucapannya seakan menamparku. Menatap ke arahnya yang sudah kembali duduk di sampingku.

   Aku hanya menatapnya, berusaha menanyakan apa yang ia baru saja katakan pada Aubrey. Pernikahan siapa? Pernikahan apa yang ia maksudkan?

   "A-Apa yang kau bicarakan dengan Aubrey?", tanyaku. Berusaha sekuat mungkin menatap kedua matanya yang hangat. Senyumannya menghilang, "Ia hanya menanyakan Quinn. Apa kau mau istirahat?", ujarnya, berusaha mengalihkan pembicaraan.

   "Siapa yang akan menikah?", tanyaku tanpa berpikir panjang. Nathan menatapku dengan terkejut. "Aku tidak sengaja mendengar ucapanmu ke ibumu. Katakan padaku", ujarku.

   Tatapan Nathan seakan menjawab seluruh pertanyaanku. Tentu saja ia akan menikahi Quinn. Tentu saja ucapannya beberapa menit yang lalu adalah omong kosong.

   Ia masih terdiam, menatapku sendu. Tatapannya seakan memohon, namun ia tidak berkutik. Menggelengkan kepalaku perlahan, berusaha menahan tangisanku. "Ka-Kau akan menikahi, Quinn?", bisikku lirih.

   Nathan menghirup nafas panjang. Memejamkan kedua matanya sembari menarik rambutnya dengan kedua tangannya. "Jadi yang kau katakanku beberapa menit yang lalu adalah omong kosong? Kau menciumku di belakang calon istrimu? Apa kau gila?!".

   Tanpa ku sadari ku berteriak, air mata perlahan mengalir di kedua pipiku. Ia membohongiku, untuk kesekian kalinya. Saat aku memiliki harapan untuk hubungan kami, walaupun hanya sebatas teman, ia kembali menghancurkannya.

   Saat ia mengatakan bahwa ia masih mencintaiku, ku pikir ia benar-benar mengatakannya. Kini, kembali hanya diriku yang mencintainya.

   Nathan menatapku dengan kedua matanya yang memerah, "Ku mohon dengarkan aku dulu, El. Aku memiliki alasan mengapa tidak mengatakannya padamu. Aku sangat mencin-"

   "Kau benar-benar akan menikahinya?", tanyaku. Perlahan ia mengangguk, "Tapi biarkan aku menjelaskannya padamu, aku benar-benar mencinta-"

   Dengan cepat tangan kananku melayang dengan keras ke pipinya, memberikan tamparan yang ku rasakan ketika mendengar ucapannya. "Apa kau belum puas, Nathan? Apa ini masih belum cukup membuatmu senang? Apa kau belum bangga akan apa yang telah kau lakukan padaku?"

   Hatiku terasa sakit. Ia hanya diam, menunduk, enggan menatapku. Sementara aku berusaha sekuat mungkin untuk tidak berpaling darinya. "Apa yang kau inginkan, Nathan? Kau ingin menghancurkanku? Kau telah melakukannya sejak 7 tahun yang lalu. Kau berhasil. Kau benar-benar menang".

   Ia menatapku, menggelengkan kepalanya. "Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Aku benar-benar masih mencintaimu. Ku mohon percayalah. Menyakitimu adalah hal yang salah dan aku berusaha menebusnya. Dengarkan penjelasanku, ku mohon".

   Isak tangisnya yang biasa menyayat hatiku kini membuatku muak. Betapa bodohnya aku mempercayai Nathan. Tujuh tahun berpisah darinya tentu saja aku tidak lagi mengenalnya. Ini hanya sandiwara yang ia lakukan agar menerima maafku sebelum menikahi gadis impiannya.

   "Ku mohon pergilah", bisikku sembari membuang muka darinya. Nathan menarik kedua tanganku. "Aku terlalu bodoh dengan memercayaimu sejak kau datang kemari. Seharusnya aku lebih tau bahwa dengan apa yang sudah kau lakukan 7 tahun yang lalu, kau pasti akan menyakitiku lagi"

Like We DidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang