Chapter 2 - This Is Ezra

19.8K 2.2K 38
                                    

"Iya, gue udah nungguin nih di depan pintu kedatangan." Aku melirik ke papan bertuliskan KEDATANGAN DOMESTIK/DOMESTIC ARRIVAL, walaupun tidak perlu karena aku tau aku tidak mungkin salah.

"Yaudah, bentar ya, Kan. Masih nungguin kopernya Bila nih."

Aku mengiyakan lalu menutup telfon dan menunggu dengan sabar. Hari ini Rizky dan kak Bila datang. Mereka berdua adalah sahabat dekat Tama yang akhirnya juga menjadi sahabatku. Rizky, kak Bila, dan Tama seumuran. Aku mengenal kak Bila sejak jaman dia dan Tama menjadi seniorku di SMA. Aku bahkan mengenalnya sebelum aku mengenal Tama saat jaman MOS, tapi aku baru mulai dekat dengan kak Bila ketika aku sudah berpacaran dengan Tama. Sedangkan Rizky baru muncul ketika menjadi teman sekelas Tama dan kak Bila di masa kuliah.

Kurang lebih lima belas menit kemudian, Rizky dan kak Bila terlihat berjalan melewati pintu otomatis sambil celingukan, mencariku pasti. Aku hanya berjalan santai ke arah mereka sambil tersenyum. Begitu melihatku, mereka berdua terlihat sumringah. Mereka bergantian memelukku.

"Apa kabar, sayang?" sapa kak Bila hangat.

Aku tersenyum, "sehat, Kak. Bali enak sih buat tempat tinggal." Kami bertiga berjalan menuju mobil sewaanku yang kuparkirkan tidak jauh dari pintu kedatangan.

"Laper nih, gue pengen pasta dong." Rizky meletakkan koper milikna dan kak Bila di bagasi mobil.

Mata kak Bila menyipit menatap Rizky, "lo tuh ya, orang ke Bali itu mintanya nasi Wardhani, Nasi Pedes, Betutu. Malah pasta."

"Biarin sih."

Aku mendengus tersenyum. "Yaudah, gue tau tempat pasta enak yang ga begitu rame jam segini."

Rizky menyengir lebar, "sip! Sini gue yang nyetir." Dia merebut kunci mobil dari tanganku lalu dengan santai memutari mobil dan duduk di kursi pengemudi. Aku menyeringai tipis sambil membuka pintu kursi penumpang di samping pengemudi. Sementara kak Bila duduk di belakang.

Karena sedikit macet di daerah Kuta tadi, baru sekitar setengah jam kemudian kami sampai di warung Penne. Walaupun diberi nama warung, tempat ini sebenarnya restoran cukup besar yang bernuansa minimalis ke Bali-Balian.

"Gue ngajak sepupu gue ke sini ga papa kan?" Rizky menoleh ke arahku. Reflek, aku menoleh ke kak Bila yang duduk di samping Rizky. Aku tentu tidak keberatan, tapi lebih baik kak Bila yang menentukan.

"Sepupu lo yang mana?" tanya kak Bila mengernyit ke arah Rizky.

"Ada, lo ga kenal. Doi tinggal di sini."

Kak Bila malah semakin mengernyit, "kok gue ga kenal?" Memang agak aneh kalau kak Bila tidak kenal, mereka saling mengenal keluarga masing-masing sampai silsilah keluarga jauh. Mereka, dan Tama, memang sedekat itu.

Dengan ringan Rizky meraih tangan kak Bila, menatapnya dengan penuh drama. "Ga semuanya mesti aku ceritain ke kamu, kan?"

"Monyet," kak Bila menarik tangannya kesal.

Aku terkekeh. Rupanya aku cukup rindu dengan suasana ini. Hanya saja kurang Tama. Akan lebih sempurna kalau Tama masih ada dan kami seperti dulu, berempat, bercanda.

"Ngomong-ngomong kenapa ke Bali, Ky? Kan dua bulan lagi mau nikah." Aku buru-buru berusaha mengenyahkan pikiranku sebelum kembali kalut.

Rizky, yang tengah mengetik di ponselnya, mengadah dengan tampang polosnya, "hah?"

"Dia itu, mau kabur. Soalnya dia baru sadar kalau Rania itu terlalu baik buat dia," kak Bila nyeletuk menjawab, "udah mulai tau diri ni anak."

"Tai," Rizky menyikut pelan lengan kak Bila. "Gue mau puas-puasin diri aja, Kan, sebagai bujangan. Anggep aja kayak bachelor party."

Temporary FixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang