Chapter 25 - Dance With Me

9.7K 1.4K 13
                                    

Ezra ditempatkan di salah satu meja bundar terdepan. Aku cukup bingung juga, padahal hotel Ezra terbilang masih baru tapi bisa berkesempatan duduk bersama para pioneer-pioneer hotel di Bali. Entahlah, mungkin karena relasi orangtuanya. Dan juga, yayasan milik mamanya Ezra cukup dikenal di mana-mana.

Di atas meja di depan Ezra ada kartu bertuliskan 'FIRA APARTMENT HOTEL' dengan huruf kapital dan di bawahnya tertera nama lengkap Ezra. Ezra A. Reinhard. Hmm, baru sekarang aku tau nama panjangnya.

Kemudian aku mengalihkan perhatianku ke kartu yang ada di hadapanku. Sama-sama bertuliskan 'FIRA APARTMENT HOTEL' dengan huruf kapital, sedangkan di bawahnya tertulis 'Nadia Eva'. Sebenarnya aku penasaran siapa Nadia Eva, tapi aku enggan bertanya. Paling-paling salah satu dari kekasihnya. Kami berdua pun tidak saling bicara selama beberapa orang maju memberi sambutan di podium. Membosankan.

Acara selanjutnya adalah makan malam. Tiap meja di-serve oleh dua waiter. Selama makan, Ezra berbincang-bincang dengan bapak-bapak dan ibu-ibu petinggi hotel yang duduk di meja kami. Ezra sempat mengenalkanku sebagai temannya. Aku berbicara sedikit dan sisanya hanya menyimak. Dari apa yang kutangkap, Ezra tau apapun topik yang sedang dibahas. Mulai dari perhotelan, perekonomian, sampai politik. Aku tidak menyangka, si setengah bule yang lebih sering berbahasa Inggris ini ternyata penyimak politik Indonesia juga. Dia bahkan tau para menteri-menteri dan petinggi MPR DPR kami sekarang. Hal yang aku, yang seumur hidup tinggal di Indonesia, tidak tau.

"Lo tau darimana soal politik?" tanyaku begitu kami menikmati hidangan penutup. Lagu waltz mengalun dari band di samping panggung. Ada pasangan penari profesional berdansa waltz di tengah halaman cukup luas yang memang diperuntukan untuk berdansa. Beberapa pasangan paruh baya mulai ikut berdansa bersama.

"News," jawab Ezra santai sambil menyuap caramel fudge ke dalam mulutnya.

"Oh, of course," gumamku manggut-manggut. Aku kembali berkonsentrasi dengan hidangan di depanku.

"Ah, tango!" seru manager salah satu hotel ternama di Bali, Mr. Green asal Australia, yang duduk di seberangku. Aku reflek mengadah ke arahnya. Lagu Sway With Me dari Michael Buble mengalun. Pria paruh baya itu menatapku penuh maksud. "You, youngsters, should dance!"

What—kedua alisku terangkat. Aku menoleh ke Ezra di sampingku, dia juga melongo ke arah bapak itu. Apa kami yang dia maksud?

"No, I can't dance," Ezra menjawab sopan.

Mr. Green masih menatap kami berdua, membujuk. Ezra menggelengkan kepalanya meyakinkan. Aku hanya bisa mengernyit dan tersenyum awkward.

Menyerah, Mr. Green mengangkat kedua bahunya. "Well, if you say so." Dia tersenyum. "Then, do you mind if I borrow your lady?" tanyanya ke Ezra.

Yang dia maksud aku?

Ezra malah menyeringai jahil sambil membuka kedua telapak tangannya, mengiyakan. Aku menoleh protes ke arahnya, tapi tidak dipedulikan. Sambil tersenyum awkward aku melambaikan tangan ke arah Mr. Green.

"No, I can't."

Tidak peduli, Mr. Green tetap bangkit. "Sorry, he said yes." Dia berjalan memutari meja bundar ini menghampiriku.

Aku melotot kesal ke arah Ezra, tapi dia hanya terkekeh pelan. Argh. Tau begini lebih baik aku duduk di belakang.

Mr. Green menjulurkan sebelah tangannya begitu sampai di sampingku. Aku terjebak. Aku melirik sinis ke arah Ezra. Dia mengulum senyum menahan tawa meledek. Huh.

Mau tidak mau, aku menyambut tangan Mr. Green. Dia membawaku sampai ke dance floor yang tidak jauh dari tempat kami duduk. Sampai di tengah-tengah para pasangan lainnya, Mr. Green dengan sopan permisi lalu meletakkan tangannya di pinggangku dan tangan satunya menarik tangan kananku naik. Ragu-ragu aku meletakkan tangan kiriku di bahunya.

Temporary FixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang