Chapter 16 - Hero Of The Night

10.5K 1.5K 16
                                    

Habis manis sepah dibuang. Begitulah yang kurasakan sekarang. Setelah berkeliling memamerkanku layaknya tropi, Ezra asik sendiri dengan teman-temannya sementara aku memilih duduk di pinggir kolam renang, karena di sini tempat yang paling tenang dan aman dari senggolan orang. Suara musik pun terdengar lebih pelan dari sini. Tadinya aku berniat pulang sendiri dengan taksi, tapi itu akan menggagalkan rencana Ezra dan aku yakin dia tidak akan membiarkanku bebas. Lagipula ya sudah lah, dia berjanji kami akan pulang sebelum jam dua belas dan sekarang sudah jam sepuluh. Aku akan bertahan maksimal sejam lagi dan memaksanya pulang. He owe me big for this.

"Hi, girl." Tiba-tiba ada pria bule menghampiriku dan ikut duduk di sebelahku. "Drinks?" Dia menyodorkan salah satu botol bir di tangannya dengan tersenyum manis. Kurasa dia belum mabuk.

"She doesn't drink, man." Ezra muncul di belakang kami. Aku menoleh, memberinya senyum hambar.

Pria bule ini terkekeh. "Just trying," ujarnya lalu pergi meninggalkan kami.

Ezra duduk di sampingku. "Having fun?"

Aku mendengus. "Satu jam lagi balik, ya."

"Satu jam? Come on, at least sampe jam dua belas."

"Jam sebelas, that's it," tegasku. "Kalo ga, gue balik sendiri naik taksi."

Ezra malah tertawa lalu menenggak botol birnya. "I like the idea of you taking taxi. Mikir gue mesti nganter lo balik ke Ubud aja udah bikin capek."

Aku berdesis kesal sambil memperhatikan botol bir di tangannya. "Kayaknya emang lebih aman gue naik taksi."

Ezra melirik botol birnya sejenak lalu kembali menatapku. "Don't worry, I'll be fine with this." ujarnya ringan.

Aku menggelengkan kepalaku sambil tersenyum sinis. Sepertinya aku benar-benar lebih baik naik taksi.

Kami sama-sama diam untuk beberapa saat sampai tiba-tiba ada yang berteriak minta tolong dan suasana seketika menjadi kacau. Bahkan DJ sampai menghentikan musiknya. Ezra dengan cepat bangkit dan berlari menuju kerumunan. Aku mengikutinya, ikut panik. Di tengah-tengah kerumunan orang-orang yang terlihat panik, satu pria bule tergeletak di lantai dan satu orang lain memeganginya. Aku tau pria itu, tadi Ezra sempat sekilas mengenalkannya padaku. Ezra menyeruak masuk bergabung dengan orang yang memegangi pria bule itu. Aku berdiri di belakang Ezra.

"Call ambulans!" seru Ezra tidak spesifik kepada siapa. Dia meraih kedua bahu pria itu. "Hold on, Ben!"

Aku mendekat. Ketika melihat dari jauh, aku sempat berfikir kalau orang ini overdosis, mengingat tidak jarang orang OD di acara seperti ini. Tapi dari dekat aku baru sadar kalau orang ini kesulitan bernafas. Dia mengalami serangan anafilaktik. Ini berbahaya.

Dengan sigap aku berlutut di depan Ben, menggeser tubuh Ezra. Aku memeriksa pernapasannya, denyut nadi, dan vital lainnya.

"Is he OD'd?" tanya Ezra panik.

Aku menggelengkan kepalaku cepat. "Gue butuh pisau," pintaku menoleh ke Ezra, tapi cowok itu malah menatapku bingung. "Now!"

Tersentak, Ezra langsung bergerak menuju bar di samping kami. Beberapa detik kemudian dia muncul dengan pisau kecil di tangannya. "Is this okay?"

Aku mengangguk, meraih pisau itu dari tangannya. Lalu aku mengadah menyapu sekeliling dengan pandanganku dan menemukan satu orang berdiri tegang memegangi satu botol brandy. Tanpa permisi aku bangkit merebut botol itu dari tangannya dan sedotan dari meja bar. Sambil kembali berlutut di depan Ben yang wajahnya mulai membiru, aku menyirami pisau ini dan lehernya dengan brandy. Aku menarik nafas dalam-dalam ketika jariku sudah merasakan celah thyroid pria itu dan ujung pisau sudah menempel di kulitnya. Aku tidak pernah melakukan emergency cricothyrotomy pada seseorang sebelumnya, tapi aku yang terbaik di skill lab jaman aku masih kuliah. Dan aku tidak punya pilihan lain. Dan tidak ada waktu.

Temporary FixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang