Begitu aku membuka pintu rumah, Dewi sedang di dapur membuat kue. Memang hampir setiap Minggu sore adalah jadwalnya membuat kue. Karena dapur persis di samping pintu masuk, Dewi reflek menoleh ke arahku. Bukannya terlihat khawatir atau lega karena aku akhirnya pulang, dia malah terlihat sumringah. Dia buru-buru melap tangannya di celemek dan berjalan menghampiriku. Mulutnya sudah terbuka mau bicara, tapi kemudian dia diam terkejut ketika Ezra muncul di belakangku. Kedua mata Dewi mendelik tak berkedip menatap Ezra yang langsung menanyakan letak toilet padaku. Begitu aku menunjuk pintu di dekat tangga, Ezra hanya tersenyum tipis menyapa Dewi lalu berjalan cepat ke toilet.
"Itu siapa?" tanya Dewi pelan tanpa menoleh ke arahku. Dia masih fokus memandang pintu toilet yang tertutup.
Aku dengan cuek berjalan melewatinya menuju meja bar di dapur yang juga adalah meja makan kami. "Sepupunya Rizky," jawabku asal sambil meraih satu cupcake coklat yang sudah tertata cantik di atas meja.
Barulah Dewi berjalan cepat mengikutiku. "Rizky siapa?"
Oh, iya, Dewi tidak kenal Rizky. "Ada deh, temen gue di Jakarta."
"Kok gue ga pernah kenal?"
Aku menoleh ke Dewi sembari menggigit cupcake coklat ini. Ini jauh lebih baik dari sandwich yang kumakan di apartemen Ezra tadi. "Siapa? Rizky?" tanyaku dengan mulut penuh.
"Bukan, yang ini," sanggah Dewi cepat dengan dahi mengernyit. Dia terlihat sangat kebingungan. Atau lebih tepatnya terlihat agak panik. Membuatku ingin tertawa.
"Gue aja jarang ketemu."
Dewi terlihat tidak puas dengan jawabanku. "Lo kemana, sih? Tumben Minggu pagi udah keluar aja."
Aku menganga tipis. Oh, dia tidak tau keluar dari tadi malam? Pantas saja dia tidak khawatir. "Gue keluar dari tadi malem, kali."
Giliran Dewi yang menganga. "Hah?" Kemudian Dewi seperti menyadari sesuatu, wajahnya berubah makin horror. "Lo semaleman sama yang ini?!" serunya setengah berteriak sambil menunjuk ke arah kamar mandi di belakangnya dengan ibu jarinya, membuatku sedikit menyesal sudah mengaku.
Aku berdecak sekali sambil duduk di kursi bar. "Ga kayak yang lo pikirin," ujarku tau apa yang ada di bayangan housemate-ku ini.
Dewi masih menganga horror dengan dahi mengernyit ke arahku ketika Ezra sudah muncul di belakangnya. Aku mengangkat kedua alisku singkat ke arah Ezra, membuat Dewi terkejut dan reflek menoleh ke belakangnya.
"What's that?" tanya Ezra menunjuk ke cupcake di tanganku dengan dagunya.
Aku tidak langsung menjawab melainkan menatap orang itu heran. Jelas-jelas bentuknya cupcake. "Nih ambil satu kalo mau." Aku sedikit memutar ke belakang menarik loyang berisi cupcake itu agar Ezra bisa ambil satu. Tapi begitu aku memutar tubuhku kembali ke arah Ezra dan Dewi, cowok itu sudah menunduk mendekat lalu menggigit cupcake dari tanganku dengan santainya. Kedua mataku membelalak kaget tapi Ezra malah menyeringai licik sambil mengusap bibir bawahnya yang terkena coklat dengan ibu jarinya. Semua itu dia lakukan dekat di depan wajahku.
"Tastes good," gumamnya santai lalu dengan ringan menjulurkan sebelah tangannya meraih satu cupcake dari loyang di belakangku. Aku tau dia sengaja sedikit menempelkan tubuhnya ke tubuhku.
Sambil berdesis jijik, aku menggeser tubuhku menjauh darinya. Ezra kembali berdiri tegak dengan satu cupcake di tangannya sambil menyeringai jahil ke arahku.
"You made this?" tanya Ezra dengan senyum sok charming-nya ke Dewi.
Dewi, yang sedari tadi rupanya mematung, seketika tersentak. "Eh, em, iya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Temporary Fix
RomansHe was her past, her present, and her future. And he's gone... Kehilangan tunangan yang juga kekasihnya sejak bangku SMA, Kaniss memutuskan untuk pindah ke Bali demi mencari ketenangan batin. Semuanya dia tinggalkan, termasuk profesinya sebagai seor...