"Sayang." Fathir langsung menghampiriku begitu aku sampai di lantai dua. Dia memegang kedua bahuku dan menatapku sambil menyeringai. "Aku nyariin kamu. Yuk, tiup lilin."
Kemudian aku berdiri di antara mereka semua, di hadapan kue coklat yang sudah berisi beberapa lilin panjang. Seperti acara ulang tahun kebanyakan, aku meniup lilinnya lalu semua orang bertepuk tangan. Aku sempat melihat Ezra sudah ikut bergabung, berdiri bersama Rizky. Tapi aku enggan melihat ke arahnya lagi.
Setelah meniup lilin, kupikir aku akan diminta memotong kue. Tapi rupanya aku diminta berdiri menghadap langsung ke teras dengan pemandangan bukit dan sawah yang gelap. Semuanya masih berdiri di sekitarku, tapi mengosongkan teras di hadapanku. Rupanya satu persatu mereka berjalan ke teras yang kosong, berdiri menghadapku, dan memberikan ucapan selamat ulang tahun dan berpidato singkat. Aku jelas sangat malu terlalu menjadi pusat perhatian.
Diawali oleh Inaya dan Vita berbarengan, mereka bercerita tentang kesan mereka terhadapku dari pertama kali berkenalan. Mereka bahkan bercerita sedikit tentang kejadian-kejadian lucu yang pernah terjadi di masa kuliah dan koass. Walaupun agak sedih mengingatnya, aku tertawa.
Setelah itu, giliran kak Bila. Dia bicara cukup banyak, bahkan sempat menitikan air mata haru. Aku memeluknya, kami berpelukan agak lama. Sepanjang pidato kak Bila, aku bisa lihat seberapa besar usaha kak Bila untuk tidak menyebutkan apa pun yang ada sangkut pautnya dengan Tama. Aku hargai usahanya walaupun aku sedikitnya berharap Tama diikutsertakan di acara ulang tahunku ini.
Setelah kak Bila, ada Rizky dan Rania yang berdiri berdampingan di hadapanku. Rizky yang bicara, dan tidak ada hal serius. Dia hanya melawak, dan kami semua beberapa kali dibuatnya tertawa. Aku lega ada Rizky di sini. Kicauannya yang ada-ada saja memang yang kubutuhkan sekarang.
Yang tidak kusangka, Ezra juga bersedia berdiri di hadapanku memberikan sepatah dua patah kata.
"Kita belum lama kenal," ujar Ezra membuka pidatonya dan aku reflek menelan ludah. "But I know for sure, she has the kindest heart." Aku akhirnya berani menatap matanya. Dan untuk beberapa saat, fokusku hanya di Ezra. "And for that, happy birthday." Dia menatapku dengan seringai tipisnya. Tatapannya tidak seperti tadi ketika kami di bawah. Kali ini hanya tatapan menghipnotisnya yang biasa.
Ezra pun kembali bergabung dengan Rizky dan baru saat itu aku sadar selama Ezra berdiri di depanku, aku menahan nafas. Untung pidatonya singkat.
"Kaniss ini orangnya ngeselin," Dewi buka suara. Kali ini dia yang berdiri di teras sana menghadap kepadaku. "Suka bengong sama kalo diajak ngomong kadang ga ditanggepin."
Yang lain tertawa, sementara aku menyipitkan mataku dengan wajah mencibir kesal ke arah Dewi. Dia ikut tertawa.
"Tapi bener kata Ezra barusan. She has the kindest heart, and the bravest," tutur Dewi lembut, "and the strongest," tambahnya lagi. Aku tersenyum. "Fat, lo beruntung banget," Dewi berujar ke arah Fathir yang sedari tadi berdiri dekat di sampingku. "Jangan kecewain temen gue."
Dibilang seperti itu, Fathir tertawa pelan sambil meraih pinggangku dan menarikku lebih dekat. Sebelah tangannya yang lain mengangkat gelas yang dipegangnya, mengiyakan Dewi.
"Lo, juga, Kan. Lo beruntung udah punya Fathir," kali ini Dewi menatapku, dia terdengar lebih serius. Dia menatapku dalam-dalam. Kurasa hanya aku yang benar-benar mengerti maksud ucapannya dan juga tatapannya. Dewi diam-diam mengingatkanku, karena dia yang paling mengerti keadaanku sekarang.
Aku menoleh ke arah Fathir yang masih memeluk pinggangku. Dewi benar, aku sangat beruntung. Aku pun tersenyum ke arah Dewi dan mengangguk tipis sambil memejamkan kedua mata singkat. Dewi tersenyum membalas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Temporary Fix
RomanceHe was her past, her present, and her future. And he's gone... Kehilangan tunangan yang juga kekasihnya sejak bangku SMA, Kaniss memutuskan untuk pindah ke Bali demi mencari ketenangan batin. Semuanya dia tinggalkan, termasuk profesinya sebagai seor...