Chapter 18 - Follow Me

10.5K 1.4K 11
                                    

Tidak ingin kesal lebih lama, aku menatap sekitar. Sama persis dengan apartemen Ezra di seberang, hanya lebih rapi. Setauku apartemen hotel permalamnya tidak murah. Apa iya Ezra sengaja menyewa satu kamar lagi cuma supaya tidak sekamar denganku? Bagus sih, tapi apa ga buang-buang uang? Dia bisa saja tidur di sofa tadi malam, toh sofanya empuk dan panjang. Tapi ya sudahlah, sudah bagus kami tidak sekamar.

Begitu keluar dari kamar mandi, sudah mengenakan celana jinsnya, Ezra langsung membuka pintu apartemen sambil memanggilku, "come on."

Aku tidak langsung bangkit. "Kamar lo?"

"Emang ada yang lo tinggal?" tanyanya sarkastik dan kasar sambil menahan pintu.

Dengan mendengus kesal aku turun dari kursi bar ini dan berjalan keluar mengikuti Ezra. Aku bahkan hampir tertabrak pintu yang menutup karena Ezra melepaskan tangannya. Cowok itu tidak peduli. Dia terus berjalan dengan cepat ke arah lift sampai-sampai aku harus setengah berlari mengejarnya. Tidak ada yang bersuara selama di dalam lift dan begitu pintu lift terbuka di lantai G, Ezra memasang kacamata hitamnya. Aku mendengus sinis melihatnya. Banyak gaya.

Yang aneh, orang-orang yang memakai seragam hotelier semuanya dengan sopan menyapa Ezra, bahkan sampai menunduk singkat. Aku mengernyit memperhatikan Ezra yang berjalan dengan cueknya. Mungkin mereka kenal Ezra karena dia tinggal di sini.

Ah! Tiba-tiba aku teringat sesuatu. "Ez," reflekku menghentikan langkah Ezra. Dia menoleh ke arahku lalu mengangkat dagunya singkat. "Yang kemarin nolongin gue yang mana?" tanyaku serius. Rasanya tidak benar kalau aku tidak berterimakasih. Dia sudah banyak membantuku semalam walaupun aku tidak sadar. Sebenarnya aku malu sendiri kalau ingat orang yang membantuku semalam adalah orang pertama yang melihatku telanjang bulat di usiaku sekarang.

"She does night shift, of course," jawab Ezra sinis.

Aku berdecak kecewa sambil merengut memperhatikan pegawai-pegawai hotel yang lalu lalang di sekitarku. Walaupun sedikit lega karena aku tidak perlu canggung bertemu dengan orang itu, aku merasa tidak enak kalau tidak mengucapkan terima kasih.

"You can write a note."

Aku menoleh ke Ezra yang menatapku tanpa ekspresi. Benar juga. Ide bagus. "Gimana nulisnya?"

"Sini." Ezra berjalan menuju resepsionis, aku mengikutinya. "Minta kertas sama pulpen."

Dengan buru-buru, si resepsionis menyiapkan secarik kertas dan pulpen. Aku meraihnya lalu bersiap menulis. "Namanya siapa?" tanyaku melirik ke Ezra.

Ezra malah mendengus. "How am I supposed to know?"

Aku ikut mendengus, kesal. "Mbak, tau ga mbak-mbak yang kerja di sini yang semalam nolongin saya?" tanyaku ke si resepsionis. Aku tidak yakin mbak ini tau karena semalam pasti bukan shift-nya dan ada banyak tamu di hotel ini yang mungkin saja meminta bantuan tadi malam.

"Ratih, mbak." Si resepsionis menjawab.

Wah. Mungkin mbak ini juga mengambil shift tadi malam. Atau bisa jadi gosip cepat menyebar di sini. Entahlah. Aku tersenyum ke arahnya. "Makasih."

Resepsionis itu tersenyum balik ke arahku. Aku buru-buru menulis ucapan terima kasih lalu memberikannya ke resepsionis ini, memintanya untuk menyampaikan kertas ini ke mbak Ratih. Ezra sudah berjalan menuju pintu keluar dan aku lagi-lagi harus berjalan cepat mengikutinya. Mobil Ezra sudah siap di depan pintu dan satu orang yang juga mengenakan seragam hotel buru-buru menghampiri Ezra memberikan kunci mobilnya. Aku agak terkejut begitu sadar kalau apartemen hotel ini ada persis di seberang pantai Kuta.

Pegawai hotel yang tadi memberikan kunci mobil Ezra membukakan pintu penumpang untukku ketika Ezra sudah masuk ke dalam mobil. Aku tersenyum berterima kasih sembari naik ke dalam mobil besar ini.

Temporary FixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang