Chapter 6 - Caught In The Act

13.6K 1.8K 16
                                    

Keesokan harinya kami berempat bermain watersport di Tanjung Benoa. Ezra membawa kami ke langganannya. Harganya yang terbaik menurutnya. Ezra mengaku dia cukup sering ke Tanjung Benoa, bisa hampir setiap bulan.

"Gue mau main jetski, who's coming?" ajak Ezra bersemangat. Seringainya yang sinis, yang licik, yang tengil, semua berubah menjadi seringai jenaka seperti anak kecil yang diberi mainan baru. Ezra menatap Rizky, kak Bila, dan aku bergantian. Tatapannya tetap menghipnotis namun lebih bercahaya dari biasanya.

"Gue!" Rizky ikut bersemangat.

"Yah, gimana sih. Main banana boat dulu dong berempat," protes kak Bila.

"Abis ini," jawab Rizky cuek sambil berjalan menjauh bersama Ezra menuju jetski yang mereka pesan.

"Ih, ngeselin banget," geram kak Bila.

Aku terkekeh pelan menyaksikannya. "Mau main flying fish ga, Kak? Itu buat dua orang kok."

Meskipun masih terlihat kesal, kak Bila mengangguk. Jadilah kami berdua bermain flying fish yang terbilang sebentar. Begitu kami berdua sudah kembali ke pesisir, Rizky dan Ezra masih terlihat asyik ngebut-ngebutan dengan jetski dan saling menukik menyemprotkan air ke satu sama lain. Tau dari mas-mas yang jaga, mereka ternyata membayar double supaya bisa bermain lebih lama.

"Udah puas?" sambar kak Bila ketus saat Rizky dan Ezra sudah lepas dari jetskinya dan berjalan mendekat.

Aku tengah menyeruput es kelapa muda langsung dari batoknya dengan sedotan ketika aku tanpa sadar memperhatikan Ezra yang berdiri di samping Rizky tidak jauh dari tempatku duduk. Ezra mengenakan kaus kutang kedodoran warna abu-abu dan celana pantai hitam selutut. Dia basah kuyup dari ujung rambut, sama seperti Rizky. Rambutnya yang biasanya coklat keemasan dan bergelombang sekarang terlihat lebih gelap dan jatuh membingkai wajahnya yang kemerahan karena sengatan matahari. Dengan santai dia merebut handuk dari tangan kak Bila dan menggunakannya untuk mengeringkan rambut.

Bohong kalau aku bilang dia tidak tampan. Because he is. Coba saja Ezra tidak semengesalkan ini dan bisa lebih gentleman, aku mungkin saja mengenalkannya pada Inaya atau Vita, sahabat-sahabatku di Jakarta, yang pasti klepek-klepek melihat si setengah bule ini. Tapi masalahnya, orang itu sepertinya tidak bisa ditolerir. Sama sekali bukan husband material. Lihat saja kak Bila yang awalnya aku yakin sangat tertarik dengan Ezra, sekarang sudah antipati.

Selesai dari Tanjung Benoa, kami meluncur ke El Kabron untuk menikmati sunset hari ini. Karena ini hari terakhir kak Bila dan Rizky di Bali, kami berdiskusi panjang menentukan tempat terbaik untuk melihat sunsetwell, lebih seperti tiga orang berdiskusi dan satu orang, tentu saja Ezra, hanya berceletuk dan memberi komentar mengesalkan soal pilihan kami. Akhirnya El Kabron lah yang menjadi pilihan bersama karena tidak ada komentar dari Ezra soal tempat ini.

Namun rupanya karena kami datang terlalu sore, seats di ujung tebing di samping infinity pool sudah fully reserved. Yang tersisa hanya kursi di dalam. Sunset tentu akan tetap terlihat, tapi ga bakal se-epic kalau duduk di dekat tebing.

"Wait here," bisik Ezra kepada kami bertiga yang tengah berdiskusi apakah akan tetap di sini, duduk di dalam, dengan harga selangit, tanpa benar-benar mendapat view sunset ter-epic, atau pindah mencari tempat lain.

Ezra dengan lihainya menggiring host cantik beach club ini menjauh sampai kami bertiga tidak bisa mendengar apa yang Ezra dan wanita itu bicarakan. Dari jauh aku bisa lihat Ezra memasang tatapan menghipnotisnya ditambah seringai menggoda ke arah host itu. Entah apa yang Ezra katakan, wanita itu kemudian tertawa. Tawa yang semua orang pun tau kalau itu jenis tawa tersipu yang dibuat-buat. Tak lama, Ezra menyentuh sebelah bahu wanita itu, masih dengan tatapan menghipnotisnya. Aku mendengus tersenyum geli sambil menggelengkan kepala, sudah menebak taktik Ezra.

Tidak sampai lima menit, Ezra kembali dengan seringai liciknya tersungging. "Brace yourself for the most epic sunset you'll ever see," ujarnya dengan nada sombong.

"Dapet meja nih kita?" tanya Rizky tidak percaya.

Dengan seringai bangga, Ezra mengangkat kedua alis-nya.

"Widih, kok bisa?" kak Bila senang.

Dengan ringan Ezra mengangkat kedua bahunya, "just did what I do best," Ezra sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah kak Bila.

Under normal circumstances, aku pasti sudah bergidik geli. Tapi kali ini aku juga diuntungkan. "Good job," ujarku sambil mengangguk-angguk setuju.

"Thank you," Ezra mengangguk singkat sambil tersenyum simpul.

Dan kami pun diberi tempat duduk tepat paling ujung, paling dekat dengan tebing, yang merupakan salah satu spot terbaik untuk melihat sunset. Tanda 'reserved' dari meja itu dipindahkan ke meja yang tadi ditawarkan kepada kami di dalam. Kak Bila masih cengar-cengir merasa puas, sementara Ezra sudah tidak lagi memasang seringai bangganya.

Kami berempat berderetan duduk di bean bag putih menghadap langsung ke sunset dengan urutan dari kiri ada Ezra, Rizky, kak Bila, lalu aku di paling kanan. Kami memesan minuman sementara menunggu matahari turun kira-kira dalam lima belas menit.

"Liat deh Kan, Ezra ganteng banget ya pake kacamata aviator gitu," bisik kak Bila.

Aku yang sedang nyaman bersandar sembari menyeruput jusku, penasaran karena kak Bila terdengar antusias. Aku memajukan tubuhku pura-pura membersihkan kaki padahal aku diam-diam melirik ke arah Ezra yang baru terlihat kalau aku maju seperti ini. Untungnya aku juga mengenakan kacamata, jadi kecil kemungkinan ketahuan mengintip.

Sudah kubilang kan, bohong kalau aku bilang dia tidak tampan. Despite seberapa kesal dan tidak sukanya aku dengan orang itu, aku tidak mungkin menyangkal apa yang kak Bila bilang barusan. Hanya saja menurutku dia cuma enak dipandang, tidak enak didengar. Untuk apa yang dia katakan maksudku, bukan suaranya. Karena suaranya, well, sudahlah, tidak penting.

Aku kembali bersandar lalu menoleh ke kak Bila. "Emang dasarnya ganteng sih, Kak," ujarku jujur sambil mengangkat bahu santai dan kembali menyuruput mixed jusku.

"Duh, kalo dia lagi diem gini, minta banget dipacarin deh."

Aku tertawa. Memang benar, lebih baik kalau dia hanya diam dan berbincang-bincang santai dengan Rizky seperti sekarang.

Tak lama, kami semua dibuat diam dengan pemandangan matahari turun seolah ditelan laut di ujung sana. Breathtaking. Begitu matahari sudah turun sepenuhnya, penerangan beachclub ini dinyalakan seadanya, membuat suasana menjadi remang-remang.

Oh shit. Tiba-tiba aku merasa tamu bulananku mendadak datang. Seharusnya masih lima hari lagi. Memang sih, seharian aku merasa sedikit nyeri, tapi biasanya aku nyeri beberapa hari dulu sebelum benar-benar haid. Dan sialnya, aku tidak membawa pembalut.

Untungnya setelah kutanya, ternyata kak Bila bawa, tapi ditaruh di mobil. Jadilah aku meminta kunci mobil dari Rizky. Begitu aku berdiri, aku baru sadar kalau Ezra sudah tidak di tempat, entah sejak kapan. Mungkin dia ke toilet. Entahlah.

Aku berjalan menuju parkiran yang berbatu dan dengan penerangan minim. Untungnya Rizky tidak parkir terlalu jauh. Begitu dapat apa yang kucari, aku buru-buru kembali untuk mencari toilet. Tapi ketika aku melewati sudut gelap dekat pintu masuk, aku merasa ada yang grasak-grusuk tidak terlalu jauh di samping kiriku. Aku sempat reflek panik, karena berfikir yang aneh-aneh. Tapi begitu aku menoleh, aku bisa melihat bayangan dua orang sedang berciuman mesra dan punggung si wanita menempel di dinding. Aku menyipitkan mataku memperhatikan karena merasa familiar. Sudut itu sangat gelap, sampai akhirnya ada lampu dari dalam memantulkan cahaya singkat ke pasangan itu.

Oh. My. God.

Mataku membelalak lebar. Itu Ezra! Itu dia yang sedang mencumbu mesra wanita—oh, tentu aku harusnya sudah bisa menebak, dia host cantik yang tadi memberikan kami tempat yang sudah di-reserved orang. Aku masih memperhatikan aksi mereka sampai sekitar lima detik karena takjub. Aku mau tertawa rasanya. Apa ini yang Ezra janjikan makanya kami mendapat tempat itu? Jadi dia 'jual diri'? Aku mendengus tersenyum. Ada-ada saja. Aku pun meninggalkan Ezra dan wanita itu dengan dunia mereka, bergabung kembali dengan Rizky dan kak Bila. Aku masih mengulum senyum mengingat adegan yang kulihat tadi. Tapi ketika kak Bila menanyakan kenapa aku tersenyum, aku hanya menggelengkan kepala, "nothing."

Temporary FixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang