Chapter 23 - The Diving Trip

9.9K 1.4K 20
                                    

"Got it?"

Pada akhirnya, kami tetap berangkat. Kami berlepas dari Tanjung Benoa dengan boat milik orang tua Dewi yang berkapasitas empat puluh orang tapi saat ini hanya berisi tujuh orang termasuk dua awak kapal. Ada aku, Fathir, Dewi, Ezra, dan Daniela, cewek berparas bule yang menjadi gandengan Ezra hari ini. Tadi Ezra mengenalkan cewek itu sebagai temannya, tapi dari yang kulihat sepanjang perjalanan ini, sangat jelas kalau mereka bukan sekedar berteman.

Aku sudah tengah duduk di hadapan Ezra di atas dek. Kami semua, kecuali 'teman'-nya Ezra, sudah mengenakan pakaian selam. Bahkan Dewi sudah lengkap dengan gear-nya tidak sabar untuk loncat ke bawah. Fathir duduk di sampingku sambil terus merangkulku yang seharusnya mendengarkan briefing singkat dari Ezra. Tapi apapun yang dikatakan Ezra barusan tidak ada yang sampai ke telingaku. Semua terdengar blur dikalahkan oleh detak jantungku yang cukup kencang.

Tidak mau ambil resiko dengan pura-pura mengerti, aku menggelengkan kepalaku. Ezra berdecak kesal sambil membuang muka.

"You know for a doctor, you're not that smart," umpat Ezra sinis. Aku menyipitkan mataku ke arahnya, kesal.

Dari samping, Fathir mengusap-ngusap lenganku. "Kamu santai aja. Kan ada aku, ada Ezra. Ga seserem itu kok. Percaya deh."

Aku hanya bisa tersenyum dipaksakan. Kalau bisa, aku sangat mau percaya dengan Fathir, tapi sulit.

"Lama, ah. Gue duluan!" seru Dewi yang dengan ringannya loncat ke dalam laut. Membuatku reflek membelalak dan menelan ludah. Di permukaan laut, Dewi dengan ringannya melambaikan tangan lalu dalam sekejap menghilang ke dalam.

"Okay, you just have to remember," Ezra terdengar tidak sabar. "This," Ezra mengangkat jempolnya ke atas, "means 'going up'." Ezra memutar jempolnya menghadap ke bawah, "this means 'going down'. And if I'm doing this," Ezra membuat lingkaran dengan jari jempol dan telunjuknya, "it means 'I'm okay'. Dan lo harus ngebales dengan gerakan yang sama, which means you're okay too."

"Terus kalo gue ga oke?" tanyaku semakin panik.

"You'll be fine," ujar Ezra lelah sambil berdecak meremehkan.

Aku baru mau protes tapi Ezra sudah bangkit dan dengan cepat memasangkan kacamata selam ke kepalaku. Dia menarik tali di sampingnya kencang. "Aw!" keluhku kesakitan. Fathir segera mengambil alih dan membantuku memasang kacamata selam ini. Baru begini saja aku sudah semakin panik karena belum terbiasa bernafas lewat mulut.

Begitu yakin kacamata selamku ini aman, Fathir yang wajahnya cukup dekat di depanku, tersenyum hangat ke arahku. "Inget, nafas dari mulut. Don't worry, you'll be fine."

Mungkin tau aku semakin panik, Fathir mengusap kedua lenganku. "Aku turun duluan, aku tunggu kamu di bawah. Percaya sama aku, begitu kamu ngerasain nafas di dalam laut, kamu ga bakal nyesel." Fathir tersenyum meyakinkan. Meskipun tidak merasa terbantu dengan ucapan Fathir, aku tetap mengangguk mengiyakan.

Fathir mengecup singkat pangkal kepalaku sebelum akhirnya dia bangkit dan mengenakan tabung oksigennya lalu menenteng kaki katak yang baru dikenakannya begitu dia terduduk di ujung dek. Aku tegang melihatnya, namun Fathir hanya tersenyum yakin ke arahku, memasang kacamata selamnya, berdiri, lalu loncat ke bawah. Lagi-lagi aku menelan ludah.

"Come on." Ezra sudah berdiri di belakangku bersiap memasangkan tabung oksigen. Begitu aku ikut berdiri, Ezra dengan tidak sabar memasangkan semuanya. Rupanya tabung oksigen ini memang seberat kelihatannya.

Kesulitan bicara dan memang tidak betah, aku reflek melepas kacamata selam ini. "Berat," keluhku sambil membungkuk.

Ezra berdecak kesal lalu dengan cepat kembali memasangkan kacamata selamku. "Ga bakal berasa kalo udah di air."

Temporary FixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang