Flashback (JiRa) 1

12.6K 1.3K 48
                                    

Jimin keluar dari mobil yang telah dipakirkan di garasi sebuah rumah mewah itu. Ia kemudian masuk setelah yakin mengunci mobil tersebut. Namun, saat ia hendak membuka alas kakinya, suara benda pecah sukses membuat dirinya terkejut. Ia mempercepat pergerakannya dan berlari kecil kearah suara—ke arah dapur.

"Kau benar-benar membuatku malu!!" Seorang pria paruh baya tengah mendorong seorang gadis muda hingga gadis itu pun jatuh.

Jimin membelalakkan matanya setelah melihat hal tersebut. Ia menatap pria berparuh baya itu yang merupakan majikan dari ayahnya yang bekerja sebagai supir. Sedangkan, gadis itu adalah anak dari pria paruh baya itu dan ia mengenalnya.

"Tuan Yoo! Tunggu sebentar." Jimin mulai memasuki dapur dan langsung berdiri di depan Ara, dibiarkannya Ara berada di balik tubuhnya.

Ara yang sudah terduduk di lantai dengan wajah yang basah akibat menangis.

"Jimin-ah, lebih baik kau tidak ikut campur sekarang. Aku harus memberinya pelajaran,"  ucap ayah Ara.

Di balik tubuh ayah Ara terlihat Nyonya Yoo—ibu Ara—tengah berdiri dalam keadaan menangis juga melihat sang anak seperti itu. Ibu Ara menatap Jimin. Ia seolah meminta Jimin agar menolong Ara.

"Lebih baik kau bicarakan jika ada masalah. Tak baik jika seperti ini." Jelas Jimin yang berusaha meredamkan emosi ayah Ara.

"Kau tidak tahu apa yang ia perbuat, ia sudah memalukan keluarga ini!"

"Appa ..." lirih Ara dengan isakan tangisnya.

"Diam kau!"

"Sebenarnya, apa masalahnya?" tanya Jimin.

"Dia hamil."

"Apa?!" Jimin yang tak bisa mengedipkan matanya setelah mendengar hal itu.

"Dan sekarang lelaki miskin yang menghamilinya itu pun sudah lari. Sungguh gadis bodoh!" ucap ayah Ara menggeram menatap Ara.

Jimin sukses dibuat terpaku dalam posisinya. Perlahan ia membalikkan tubuhnya menatap Ara. Ara hanya menangis menatap Jimin. Isakannya terdengar sungguh menyakitkan.

***

"Apa?! Aku menikahi Ara?" Jimin tak percaya itu yang dikatakan ayah Ara setelah memanggil ayahnya untuk berbicara 6 mata bersamanya.

"Iya, aku tidak bisa menyuruhnya menggugurkan kandungannya. Ia juga pasti tidak akan mau. Tapi, aku juga tidak mungkin membiarkannya melahirkan tanpa ayah. Kalau seperti itu, aku bahkan tidak bisa mengangkat wajahku lagi." Jelas ayah Ara.

Jimin menatap sang ayah. Ia berharap sang ayah menolak tawaran tersebut.

"Kurasa Jimin tidak tepat untuk menjadi suami Ara." Ayah Jimin membuka suara.

Jimin terlihat lega dengan kalimat yang baru saja dilontarkan sang ayah. Persis seperti yang diinginkan olehnya.

"Ayolah, Tuan Park. Kau sudah bekerja bersamaku hampir 20 tahun dan aku juga sudah mengenal Jimin lama. Tidak ada yang salah akan hal ini."

"Aku memiliki kekasih. Aku tidak bisa menikah dengan Ara," tambah Jimin memperkuat ucapan sang ayah.

Kali ini, ayah Jimin menatap kearah Jimin. Jimin tetap menggelengkan kepalanya.

"Kalau begitu, begini saja. Kau menikah dengannya selama setahun saja, hanya untuk menutupi kalau Ara melahirkan anak tanpa ayah. Kau bisa bercerai dengannya setelah itu. Bagaimana?" ayah Ara seolah tengah membuat kesepakatan pada Jimin.

Jimin sedikit terkejut mendengar hal itu. Bagaimana bisa ayah seorang anak berbicara seperti itu tentang kehidupan sang anak, pikirnya.

"Itu juga tidak bisa. Bukan hanya diriku, tapi itu terlalu buruk bagi Ara." Jelas Jimin yang tetap berusaha tetap sopan.

"Akan kuberikan 2 lokasi tanah di kampung halaman kalian dan Tuan Park kau boleh pensiun dari pekerjaanmu. Tapi, jangan khawatir. Aku akan memberikan sebuah toko untukmu berdagang."

Ayah Jimin terlihat cukup setuju dengan tawaran yang diberikan ayah Ara padanya. Namun, Jimin tetap menatap sang ayah agar tak menyetujuinya.

***

"Aku tidak mau. Bagaimana bisa aku menikah dengan wanita yang tidak kucintai? Terlebih lagi, secara kontrak? Aku tidak mau." Jimin yang tetap pada keputusannya untuk
menolak hal konyol itu menurutnya.

"Jimin-ah, ini hanya sebentar. Cukup tutup matamu selama setahun dan kembali normal setelah itu. Lagipula, Jian memerlukan biaya lebih untuk sekolahnya. Kau juga harus segera melanjutkan pendidikanmu ke perguruan tinggi, bukan?" sang ayah yang berusaha meyakinkan Jimin.

"Ayah, aku mempunyai Hyesoo. Kalau aku menikah, bagaimana dengan Hyesoo? Aku tidak bisa meninggalkannya."

"Hyesoo gadis yang baik. Ia akan mengerti akan hal ini."

Jimin menghela napasnya. Ia sungguh tak ingin terlibat dalam kontrak konyol ini.

"Kau juga pikirkan Ara. Kau sudah mengenal Ara lama. Ara bahkan menganggapmu sebagai temannya saat orang lain meremehkanmu karena kau miskin," sambung sang ayah.

Jimin terdiam. Benar yang diakatakan oleh sang ayah. Ara gadis yang baik, ia bisa jamin itu. Bahkan sangat baik untuk gadis yang terlahir dengan keadaan kaya. Tak pernah sekalipun Ara memperlakukannya rendah layaknya seorang anak supir. Walaupun mereka tak sedekat itu, tetapi setidaknya mereka tak memiliki alasan untuk saling tak menyukai.

***

Ara terduduk di tepi ranjangnya. Wajahnya masih belum kering. Ia masih saja menangis. Tak lama, seseorang masuk ke kamarnya. Namun, Ara tak melihat itu. Ia masih sibuk dengan kegiatannya. Seseorang itu ialah Jimin. Jimin menatap punggung Ara yang bergetar itu.

Ia kemudian berjalan mendekat kearah Ara. Pandangan Jimin beralih kepada lutut kiri Ara yang berdarah. Ia pun menyimpulkan luka itu akibat Ara jatuh tadi. Ia kemudian mengeluarkan saputangannya dari saku celananya. Ia lalu berlutut dihadapan Ara.

"Akan menyebabkan bekas luka jika tidak langsung diobati," ucap Jimin sembari mengikat saputangan tersebut pada lutut Ara.

"Aku hanya menghentikan darahnya. Kau bisa menyuruh pembantumu mengobatinya nanti," sambung Jimin mendongak menatap Ara.

Ara pun menatap mata Jimin. Tangisnya semakin menjadi melihat tatapan Jimin yang begitu hangat.

"Jangan menangis. Bayi di perutmu bisa shock nanti."

Seolah tak mendengarkan Jimin, tangisan Ara semakin hebat. Bahkan napasnya mulai sulit ia atur. Ia terlihat kesulitan mengambil oksigen yang bebas itu.

"Ak—aku tak ingin kehilangan anak ini. Aku tak in—gin mele—paskan anak ini." Mata Ara menatap mata Jimin seolah ia tengah memohon pada Tuhan.

"A—ku tak ingin mem—bunuh anak ini." Isakan tangisnya membuat Ara sulit berbicara ditambah lagi dengan bibirnya yang bergetar.

Tatapan Jimin sontak berubah. Ia sedikit terkejut melihat kegigihan Ara dalam melindungi anaknya.

"Tolo—ng  aku, aku mohon tolong aku." Ara menggenggam tangan Jimin kuat.

Jimin terdiam. Ia tak mampu mengucapkan apa-apa. Ia hanya menatap mata Ara yang penuh dengan keputusasaan itu.

TBC or FIN?

Udah tahu dehh alasan Jimin Ara nikah...
Lanjut? Voment juseyo~
Btw, thank's for 1k votes-nya~^^
Makasih banyak-banyak buat yang udah vote and komen..
Yang masih sider(s) ditunggu selalu vote-nya /jangan segan-segan/ wkwk..

YOUNG BRIDE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang