Chapter 24

13K 1.4K 39
                                    

Eunsoo kini tengah duduk termenung bersandar di ranjangnya. Tak lama, Taehyung keluar dari kamar mandi sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk berwarna putih tersebut. Ia kemudian naik ke ranjangnya, membuka selimut dan duduk disamping Eunsoo.

"Sudahlah, jangan terlalu kau pikirkan. Ingat, kau sedang hamil dan tidak boleh terlalu stress," ucap Taehyung menatap Eunsoo.

Eunsoo perlahan mulai melirik Taehyung yang duduk disebelah kirinya.

"Baiklah."

"Biarkan mereka mengurus masalah mereka, kita hanya membantu saja dan melihat semuanya berjalan dengan baik." Taehyung yang kini sungguh terlihat seperti suami yang sangat baik.

Ia seolah tengah menuntun sang istri yang tengah dilanda kecemasan yang hebat.

"Tapi, ada yang aneh dengan Ara." Eunsoo menatap Taehyung serius.

"Aneh? Apa maksudmu?" Taehyung yang tampak bingung.

"Ara berbohong pada kita. Jimin ... ia tidak mengatahui bahwa Ara tengah hamil. Tapi, Ara mengatakan yang sebaliknya pada kita."

"Apa? Kau dengar darimana hal seperti itu? Apa Jimin yang mengatakannya padamu?"

"Ara yang mengatakannya. Aku mendengarnya saat mereka berbicara tadi."

"Mungkin saja kau salah dengar." Taehyung yang masih ragu akan apa yang Eunsoo katakan.

"Tidak, aku benar-benar mendengarnya. Lalu, ada hal aneh lain yang kudengar ..."

Taehyung tampak menanti kelanjutan ucapan Eunsoo yang membuatnya penasaran.

"... Ara pernah keguguran sebelum ini."

"Apa??! Mustahil. Kapan ia hamil dulu? Kenapa kita tidak mengetahuinya?" Taehyung yang sangat sukses dibuat terkejut dengan ucapan Eunsoo barusan.

"Aku juga sangat terkejut mendengar Ara mengatakan pada Jimin bahwa ia sudah dua kali kehilangan anaknya karena Jimin. Aku juga sangat bingung dan merasa semua ini sangat aneh. Tapi ..."

"... entah kenapa aku sangat yakin bahwa Ara menyembunyikan sesuatu dari kita." Eunsoo menatap Taehyung serius.

Taehyung pun tampak dibuat berpikir keras dengan situasi yang sekarang dihadapi oleh sahabatnya itu.

***

"Sejak keluar dari rumah sakit ia tidak pernah keluar dari kamarnya dan hanya duduk termenung diatas ranjangnya," jelas Nyonya Yoo pada Taehyung sebelum ia menaiki tangga menuju kamar Ara.

Kini Ara tak berada di rumahnya melainkan di rumah orang tuanya atau rumah lamanya sebelum ia menikah dengan Jimin.

Taehyung membuka pelan pintu kamar Ara tanpa bersuara. Ia pun langsung bisa melihat seorang gadis dengan tampilan yang terlihat seperti orang yang sudah kehilangan akalnya itu duduk di dalam balutan selimut.

"Ara-ya ..." panggil Taehyung sembari berjalan mendekati Ara.

Ara tak bergeming. Ia masih larut dalam ketermenungannya. Taehyung pun langsung duduk di salah satu tepi ranjang Ara. Tangannya kemudian bergerak mengelus pelan tangan Ara yang sedari tadi memeluk lututnya di dalam selimut. Ara pun menolehkan pandangannya ke arah kiri menatap Taehyung.

"Kenapa kau seperti ini? Ayo kita makan di luar," ucap Taehyung menatap Ara.

"Aku ingin sendiri," ucap gadis itu sekedar.

Taehyung menghela napasnya berat. Ia kemudian memutar tubuhnya agar menatap Ara. Ia pun meraih kedua pundak Ara dan memutar tubuh Ara agar benar-benar menatapnya. Kini posisi mereka tengah duduk diatas ranjang dengan saling berhadapan.

"Aku tahu ini berat untukmu. Tapi, ini sudah beberapa hari. Kau tidak boleh berlarut dalam masalah ini."

"Kau tidak tahuㅡ"

"Benar, aku tidak tahu apa yang kau rasakan. Tapi, setidaknya aku tahu hanya kau yang bisa menyelesaikan masalah ini ..." Taehyung yang langsung memotong ucapan Ara.

"... dan hanya itu yang bisa membuatmu lebih baik. Kau hanya merasa semakin buruk jika terus mengurung diri di kamar." Jelas Taehyung panjang lebar.

Ara terdiam menatap Taehyung yang kini begitu serius. Perlahan, bola matanya bergetar dalam menatap Taehyung. Matanya mulai berkaca-kaca akibat cairan mata memenuhi kelopak matanya.

Tess ...

Airmata itu jatuh untuk kesekian kalinya. Ia menangis dengan tatapan yang tetap pada Taehyung.

"Akㅡaku lelah, Taehyung-ah ...," lirih Ara dalan isakannya.

Taehyung menatap sendu gadis dihadapannya ini. Sungguh, ia tidak tahu cara menghibur seorang wanita yang kehilangan anaknya. Terlebih jika yang Eunsoo katakan adalah benar, Ara sudah dua kali mengalami kepedihan karena kehilangan anaknya.

Taehyung kemudian memajukan posisi duduknya dan meraih punggung Ara agar mendekat kepadanya. Dibiarkan Ara menangis di dalam pelukannya.

"Menangislah sekarang, untuk yang terakhir. Jangan menangis lagi sehabis ini, aku tidak mau melihatnya lagi ..." lirih Taehyung sembari mengusap lembut punggung Ara.

***

Tak ada bedanya dengan Ara, Jimin pun tampak seperti manusia yang telah dicabut jiwanya dan hanya menyisakan raga yang tertinggal. Namun, ia tidak menangis seperti Ara melainkan hanya diam dengan tatapan kosongnya.

Ia tidak keluar kamarnya jika tak ada panggilan pada pekerjaannya. Setelah datang, ia paling hanya melihat dan kembali pulang. Jika saja tak ada Jian yang mengingatkan Jimin untuk mandi, mengganti baju, atau bahkan makan, lelaki itu pun sudah menjadi mayat di kamarnya sendiri.

Bahkan Jian harus menyuapi Jimin yang memang tak mau makan. Jimin tentu tak menerimanya begitu saja, ia juga memberikan penolakan pada tindakan Jian tersebut.

Ia kini tengah duduk di lantai disamping ranjangnya. Dibiarkan punggungnya bersender di ranjangnya. Ia duduk dengan kaki kirinya lurus kedepan sedangkan kaki kanannya menekuk sebagai tumpuan lengan kanannya yang terlentang lurus diatasnya.

Sudah 2 jam lebih ia berada dalam posisi tersebut. Ia bahkan tidak mengetahui apa yang dipikirkan olehnya. Ara? Hyesoo? Entahlah ia benar-benar tidak tahu. Tak lama, masuklah seseorang ke kamarnya.

"Oppa! Apa yang kau lakukan disitu?" Jian yang langsung menghampiri sang kakak yang terduduk di lantai itu.

Jimin tak bergeming. Ia bahkan tak menolehkan wajahnya untuk sekedar melihat Jian.

"Bangunlah, duduk diatas kalau mau." Jian yang sudah meraih lengan kiri Jimin yang langsung hendak ia angkat itu.

Jimin tak bergerak. Tentu Jian tak sanggup menarik Jimin untuk naik keatas ranjang. Jian kemudian menghela napasnya. Ia menatap Jimin putus asa. Ia benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan lagi untuk membuat Jimin tak seperti ini. Ia kemudian berjongkok tepat disamping Jimin.

"Oppa, aku mohon jangan seperti ini. Aku tidak punya siapa-siapa jika kau seperti ini," ucap Jian menatap wajah Jimin yang masih menatap lurus kedepan.

Mata Jian kemudian tampak mengecil menatap dahi Jimin yang sedikit berair. Jian kemudian langsung menyentuh dahi Jimin tersebut.

"Kau demam, bangun dan berbaringlah. Akan kusiapkan makanan dan obat." Jian kembali berusaha mengangkat Jimin.

"Kau bisa mati!!" Pekik Jian ketika Jimin benar-benar tak bergerak dari tempat duduknya itu.

Ia benar-benar seperti sudah kehilangan nyawanya.

TBC

Sorry for typo(s)
Thank's for reading and
Keep voment~^^

YOUNG BRIDE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang