Akan tetapi alangkah heran hati mereka ketika melihat seorang pemuda berpakaian sastrawan yang melangkah masuk ke ruangan itu dengan langkah lambat dan sikap lemah-lembut. Seorang pelajar lemah seperti ini bagaimana bisa mendapatkan perhatian begitu besar dari Pat-jiu Sin-ong yang terkenal angkuh dan tidak memandang mata kepada tokoh-tokoh kang-ouw yang hadir di situ?
Pemuda itu bukan lain adalah Kwee Seng. Memang jarang ada orang kang-ouw mengenalnya, tetapi di antara sedikit tokoh besar dunia kang-ouw yang tahu akan kehebatan orang muda ia adalah Pat-jiu Sin-ong, karena Ketua Beng-kauw ini pernah bertemu dengan Kwee Seng ketika dia mengunjungi Ketua Siauw-lim-pai, Kian Hi Hosiang yang sakti, memperlakukan pemuda ini sebagai seorang tamu agung pula!Inilah sebabnya maka Ketua Beng-kauw mengenal Kwee Seng dan biarpun belum membuktikan sendiri kehebatan pemuda ini, ia sudah dapat menduga bahwa pemuda yang di sambut demikian hormatnya oleh Ketua Siauw-lim-pai, yang malah dijuluki Kim-mo-eng, tentulah memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.
Dengan tenang dan tersenyum ramah Kwee Seng menghampiri tuan rumah menjura dengan hormat sambil berkata, "Liu-enghiong (Orang Gagah She Liu), maafkan saya datang mengganggu secawan dua cawan arak. Terus terang saja, kebetulan lewat dan mendengar tentang keramaian di sini dan ingin menonton. "Akan tetapi sama sekali bukan untuk memberi selamat. Makin tinggi kedudukan makin banyak keruwetan dan makin besar kemuliaan makin besar pula kejengkelan, apa perlunya diberi selamat?"
"Ha-ha-ha-ha! Kata-katamu ini memang cocok bagi orang yang mengejar kedudukan dan memperebutkan kemuliaan yang tentu saja hanya akan menemui kejengkelan dan memperbanyak permusuhan. Akan tetapi aku menjadi koksu (guru negara) untuk membimbing pemerintahan negaraku yang dipimpin oleh keluargaku sendiri. "Ini namanya panggilan negara dan bangsa, kewajiban seorang gagah. Akupun tidak butuh pemberian selamat yang semua palsu belaka, basa-basi palsu, berpura-pura untuk mengambil hati. Ha-ha-ha! Lebih baik yang jujur seperti kau ini, Kwee-hiante. Mari duduk!"
Dengan gembira tuan rumah menggandeng tangan Kwee Seng, diajak duduk semeja dan segera Liu Gan memerintahkan pelayan mengambil arak terbaik dari cawan perak untuk Kwee Seng.
"Liu-enghiong, aku mendengar pula bahwa kau hendak mencari mantu dalam perayaan ini..."
"Ah, anakku yang ingin mencari jodoh. He, Lu Sian, perkenalkan ini sahabat baikku, Kwee Seng!" Ketua Beng-kauw itu dengan bebas berteriak kepada puterinya.Liu Lu Sian sejak tadi memang memperhatikan Kwee Seng yang disambut secara istimewa oleh ayahnya. Biarpun pemuda ini gerak-geriknya halus seperti orang lemah, namun melihat sinar matanya, Lu Sian dapat menduga bahwa Kwee Seng adalah seorang yang memiliki kepandaian tinggi. Mendengar seruan ayahnya ia lalu bangkit berdiri lalu menghampiri Kwee Seng sambil merangkapkan kedua tangannya.
"Kwee-kongcu (Tuan Muda Kwee), terimalah hormatku!" katanya dengan suara merdu dan bebas, gerak-geriknya manis sama sekali tidak malu-malu atau kikuk seperti sikap gadis biasa.
Kwee Seng sejak tadi hanya memperhatikan Liu Gan saja maka tidak tahu bahwa di ruangan itu terdapat gadis puteri Liu Gan yang kecantikannya telah banyak pemuda tergila-gila, bahkan agaknya yang telah menjadi sebab daripada akibat mengerikan di rumah penginapan malam kemarin. Mendengar suara merdu ini ia menengok dan... pemuda itu berdiri terpesona, sejenak ia tidak dapat berkata-kata, bahkan seakan-akan dalam keadaan tertotok jalan darah di seluruh tubuhnya, tak dapat bergerak seperti patung batu!Belum pernah selama hidupnya ia terpesona oleh kejelitaan seorang wanita seperti saat itu. Mata itu! Bening bersih gilang-gemilang tiada ubahnya sepasang bintang kerling tajam menggores jantung kedip mesra membuat bingung Bulu mata lentik berseri bagai rumput panjang di pagi hari sepasang alis hitam kecil melengkung menggeliat-geliat malas kedua ujung!
"Kwee-kongcu..." kata pula Liu Sian melihat pemuda itu diam saja seperti patung, dalam hatinya geli bukan main.
"A... oh..., Liu-siocia (Nona Liu), tidak patut saya menerima penghormatan ini...!" jawabnya gagap sambil cepat-cepat mengangkat kedua tangannya ke depan dada.
Akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia merasa betapa angin pukulan menyambar dari arah kedua tangan gadis yang dirangkap di depan dada itu. Angin pukulan yang mengandung hawa panas dan yang tentu akan cukup membuat ia terjungkal dan terluka hebat. Alangkah kecewanya hati Kwee Seng! Dara juwita ini, yang dalam sedetik telah membuat perasaannya morat-marit, yang kecantikannya memenuhi semua seleranya, menguasai seluruh cintanya, ternyata memiliki watak yang liar dan ganas! Sekilas teringat lagi ia akan pembunuhan tujuh orang pemuda tak berdosa dan seketika itu Kwee Seng merasa jantungnya sakit. Ia masih terpesona, masih kagum bukan main melihat dara jelita ini, namun kekaguman yang bercampur kekecewaan. Maka ia pun cepat mengarahkan tenaga ke arah ke dua tangannya yang membalas penghormatan.
"Aiiihhh...! Mengapa Kwee-kongcu demikian sungkan? Penghormatan kami sudah selayaknya!" kata Liu Lu Sian yng berseru untuk menutupi kekagetannya ketika angin pukulan yang keluar dari pengerahan sin-kang di kedua tangannya membalik seperti angin meniup benteng baja.
Gadis ini sambil tersenyum manis menyambar guci arak pilihan dari tangan pelayan bersama sebuah cawan perak, lalu menuangkan arak ke dalam cawan itu. Cawan sudah penuh, terlampau penuh akan tetapi anehnya, arak di dalam cawan tidak luber, tidak membanjir keluar. Permukaan arak melengkung ke atas berbentuk telur. Dengan tangan kanan memegang cawan yang terisi arak itu Liu Lu Sian berkata,"Kehadiran Kwee-kongcu merupakan kehormatan besar, harap sudi menerima arak sebagai tanda terima kasih kami."
Kembali Kwee Seng tertegun. Dara juwita ini tidak saja cantik seperti bidadari, akan tetapi juga memiliki kepandaian hebat. Sin-kang yang diperlihatkan kali ini lebih halus, sehingga bagi orang biasa tentu merupakan perbuatan yang tak masuk akal, seperti sihir. Akan tetapi makin kecewalah hati Kwee Seng karena ia menganggap bahwa gadis ini terlalu binal dan suka membuat malu orang lain. Kalau yang menerima arak sepenuh itu tidak memiliki sin-kang yang tinggi, apakah tidak akan mendatangkan malu karena araknya pasti akan tumpah semua begitu gadis ini melepaskan pegangannya?
"Siocia terlampau sungkan. Terlalu besar kehormatan ini bagi saya..." Kwee Seng menerima cawan sambil mengerahkan tenaganya sehingga ketika Lu Sian melepas cawan itu, arak yang terlalu penuh tetap melengkung di atas cawan tidak tumpah sedikitpun juga.
Akan tetapi jantung Kwee Seng berdegup keras karena ketika ia menerima cawan tadi jari tangannya bersentuhan dengan kulit tangan yang halus sekali, sementara itu, hidungnya mencium bau harum semerbak yang luar biasa, bau harum bermacam bunga yang baru sekarang ia menciumnya karena tadi ia terlampau terpesona oleh kecantikan Lu Sian. Ia tadi sudah berhati-hati sekali, sebagai seorang yang sopan, agar jari tangannya tidak menyentuh jari gadis itu, akan tetapi toh bersentuhan, maka ia tahu bahwa gadis itulah yang sengaja menyentuhkan tangannya!
Berbarengan dengan datangnya degup jantung mengeras dan ganda harum yang memabokkan otak, timbul hasrat hati Kwee Seng untuk memamerkan kepandaiannya pula di depan gadis jelita yang berlagak ini. Ia segera menuangkan arak ke dalam mulutnya, mengangkat cawan tinggi ke atas mulut dan menuangkannya. Akan tetapi, sampai cawan itu membalik, araknya tetap tidak mau tumpah ke dalam mulut ! Arak itu seakan-akan sudah membeku di dalam cawan!
"Ah, maaf... maaf... saya memang tidak bisa minum arak baik!" kata Kwee Seng sambil menurunkan lagi cawannya. Tiba-tiba ia membuka sedikit mulutnya dan dari cawan yang sudah berdiri lagi itu tiba-tiba meluncur arak seperti pancuran kecil menuju ke atas dan langsung memasuki cawan itu menjadi kering!
"Wah, kehadiran Kwee-kongcu benar-benar menggembirakan. Kalau tadi secawan arak untuk penghormatan kami, sekarang kuharap kongcu sudi menerima secawan lagi, khusus dariku!" kata pula Lu Sian sambil menuangkan lagi arak ke dalam cawan kosong, kali ini lebih penuh daripada tadi, lalu memberikannya kepada Kwee Seng.
Seketika terbelalak mata Kwee Seng kedua pipinya menjadi merah dan sinar matanya berkilat. Lenyap seketika pesona yang menguasai dirinya. Gadis ini benar-benar terlalu liar, aneh, dan ganas! Ia melihat betapa tadi dari tangan gadis itu berkelebat sinar putih memasuki cawan dan sebagai seorang pendekar sakti, ia maklum apa artinya itu. Arak kali ini dicampuri semacam obat bubuk yang biarpun sedikit sekali, namun ia dapat menduga tentu amat hebat akibatnya kalau terminum olehnya. Ia tahu bahwa gadis ini tidak sengaja mencelakakannya, hanya untuk menguji, akan tetapi cara ujian yang amat berbahaya!
"Nona terlalu menghormat ...!" jawabnya dan ia menerima cawan itu. Begitu cawan diterimanya, ia berseru, "Ah, nona terlalu banyak mengisi araknya...!" dan tiba-tiba, biarpun cawan itu dipegangnya lurus-lurus, isi cawan berhamburan keluar dan tumpah semua sampai habis.
Anehnya, tangan Kwee Seng yang memegang cawan sama sekali tidak basah karena arak itu tumpahnya "melayang" ke depan dan sebaliknya malah membasahi sebagian celana dan sepatu si jelita!
"Ah, maaf.. maaf..!" kata Kwee Seng sambil menjura penuh hormat.
"Kwee-kongcu terlalu merendah ...!" Sepasang pipi Lu Sian menjadi merah sekali dan kilatan matanya membayangkan kemarahan ketika ia menjura dan mengundurkan diri kembali ke bangkunya sambil mengusap noda arak dengan sapu tangannya.
Peristiwa aneh ini hanya disaksikan oleh beberapa orang tamu kehormatan yang duduk berdekatan, akan tetapi para tamu yang jauh tidak melihat jelas dan hanya mengira bahwa pemuda pelajar itu amat canggung sehingga menumpahkan arak yang disuguhkan orang kepadanya. Namun, banyak yang merasa iri hati melihat betapa Si Bidadari sampai dua kali memberi suguhan arak kepada pemuda lemah itu.
"Ha-ha-ha, lama tak jumpa, kau makin hebat, Kwee-hiante! Mari, mari kita minum sampai mabok!" Sambil merangkul pundak Kwee Seng, Pat-jiu Sin-ong mengajak pemuda itu menghadapi meja penuh hidangan.
"Liu-enghiong tentu maklum bahwa aku tidak biasa minum arak lebih dari tiga cawan," bantah Kwee Seng.
"Ha-ha-ha! Ocehan burung yang tak patut didengar! Aku percaya, biarpun habis tiga guci, orang macam kau mana bisa mabok ? Ha-ha-ha marilah, tak usah sungkan. Kita orang sendiri!"
Karena sikap tuan rumah ini setulus hatinya, Kwee Seng terpaksa melayani. Ia maklum betapa suara tuan rumah yang keras ini terdengar semua orang dan ia sudah melihat sinar mata iri dilempar orang, terutama kaum mudanya, ke arahnya. Ia memang tidak suka minum arak terlalu banyak, akan tetapi kali ini hatinya sedang rusak dan kacau. Harus ia akui bahwa ia tertarik oleh kecantikan Liu Lu Sian yang luar biasa, dan ia tahu bahwa hatinya sudah siap mengaku cinta. Seorang dewa sekalipun akan jatuh hati berhadapan dengan Lu Sian! Akan tetapi disamping perasaan yang baru kali ini ia rasakan selama hidupnya, terselip rasa nyeri yang membuat hatinya perih, yaitu kenyataan bahwa gadis yang menjatuhkan hatinya ini memiliki watak yang liar dan ganas, sama sekali berlawanan dengan pendiriannya.
Karena perasaan yang bertentangan antara perasaan cinta dan benci inilah maka Kwee Seng menjadi seperti orang nekat dan ia menerima terus setiap kali Pat-jiu Sin-ong menyuguhkan arak. Sebentar saja ia sudah minum arak tua belasan cawan banyaknya!
"Lu Sian, hayo kau gembirakan hati para tamu kita dengan tarian pedang!" tiba-tiba Pat-jiu Sin-ong berseru memerintah puterinya sambil tertawa-tawa karena tokoh inipun sudah terpengaruh hawa arak.
Lu Sian tersenyum mengangguk, lalu bangkit berdiri dan dengan lenggang yang dapat mengayun hati para muda yang memandangnya, gadis ini berjalan menuju ke tengah panggung terbuka. Tepuk tangan riuh gemuruh menyambutnya. Lu Sian menjura dengan hormat sambil berseru, suaranya merdu nyaring mengatasi keriuhan tepuk tangan itu.
"Permainanku masih amat dangkal, harap cu-wi jangan metertawakan!" Setelah berkata demikian, Lu Sian menggerakan tangannya dan .... dalam pandangan mereka yang ilmu silatnya kurang tinggi, gadis itu tiba-tiba lenyap dan berubah menjadi bayangan yang berkelebatan kesana kemari dibungkus sinar putih berkilauan bergulung-gulung dan berkilat-kilat.
Dari sana-sini terdengar seruan kagum, yang muda-muda kagum akan keindahan ilmu silat pedang yang benar-benar merupakan tarian luar biasa itu, adapun golongan tua kagum karena mereka melihat di dalam gerakan yang indah ini tersembunyi kekuatan yang dahsyat, setiap kelebatan pedang yang begitu indah tampaknya sebetulnya mengandung jurus maut yang tidak mudah dilawan. Dengan bukti kehebatan gadis ini makin tunduklah mereka akan kelihaian dan nama besar Pat-jiu Sin-ong.
Lu Sian sengaja mainkan Hwa-kiamhoat (Ilmu Pedang Kembang) yang indah untuk memamerkan kepandaian dan kecantikannya. Ia bersilat sampai lima puluh jurus dan ketika berhenti di tengah panggung sambil berdiri tegak, ia tampak gagah dan cantik jelita, dengan sepasang pipi kemerahan karena denyut darahnya agak kencang setelah bersilat tadi. Bibirnya tersenyum-senyum, matanya yang tajam berseri-seri menyambut tepuk tangan yang seakan-akan hendak merobohkan panggung buatan itu.
Akan tetapi begitu Lu Sian kembali duduk di tempatnya, berkelebatlah bayangan orang dan seorang laki-laki berusia lima puluh tahun sudah berdiri di atas panggung. Gerakannya yang demikian ringan dan cepatnya menandakan bahwa ia seorang yang berkepandaian tinggi, sedangkan pakaian dan cara ia menggelung rambut ke atas menyatakan bahwa ia seorang pendekar To atau yang disebut tosu. Di punggungnya tergantung sebuah pedang. Tosu ini terdengar lantang suaranya setelah keadaan tadi kembali sunyi karena terhentinya tepuk tangan.
Sambil menjura ke arah Pat-jiu Sin-ong, tosu itu berkata, "Kauwcu (Ketua Agama), pinto (aku) Ang Sin Tojin dari Kun-lun-pai, merasa kagum akan kebesaran nama Pat-jiu Sin-ong, dan sengaja pinto diutus oleh ketua kami memberi selamat. Akan tetapi tidak nyana bahwa Kawcu dengan puteri Kauwcu menimbulkan hal-hal yang tidak baik! Kauwcu memamerkan kepandaian dan kecantikan puteri Kauwcu, ada kabar hendak menggunakan kesempatan ini mencarikan jodoh bagi puteri Kauwcu. Hal ini sudah sewajarnya. Akan tetapi mengapa banyak pemuda tidak berdosa yang tergila-gila kepada puteri Kawcu menemui kematian yang penuh penasaran? Sekarang, Kauwcu tidak menyelidiki dan membikin terang perkara itu, malah Kauwcu menambah pengaruh agar para pemuda makin tergila-gila. Apakah sesungguhnya kecantikan yang gilang-gemilang seperti puteri Kauwcu? Kecantikan hanyalah timbul dari kelemahan batin melalui pandang mata, sesungguhnya palsu adanya. Kecantikan hanya terbatas sampai di kulit, namun siapa tahu isi hati yang tersembunyi di balik kecantikan. Pat-jiu Sin-ong, Pinto kehilangan seorang anak murid Kun-lun yang terbunuh secara tidak wajar, terpaksa mohon penjelasan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping Hoo
General FictionBu Kek Siansu adalah sebuah karakter khayalan hasil karya Kho Ping Hoo, dan merupakan serial bersambung terpanjang terbaik di samping seri Pedang Kayu Harum (Siang Bhok Kiam). Ia dikisahkan pada masa kecilnya disebut Anak Ajaib (Sin Tong) karena dal...