Jilid 6

4.1K 57 3
                                    

Bu Sin tidak mengerti apa kehendak wanita ini. Ia maklum bahwa wanita ini kejam sekali dan ia sudah siap menanti datangnya siksaan, akan tetapi apa maksudnya memercik-mercikkan madu kepadanya? Apakah madu ini mengandung racun sehingga sebentar lagi aku akan merasakan akibatnya? 

Bermacam-macam dugaan Bu Sin, akan tetapi baru sepuluh menit kemudian ia mengerti apa artinya madu dipercikkan itu dan ia bergidik penuh kengerian. Kiranya semut-semut besar mulai berdatangan melalui batang, cabang, ranting dan daun-daun, dan tak lama kemudian semut-semut itu telah merayap di seluruh tubuhnya, menggigitnya! Bu Sin menggeliat-geliat, geli dan gatal. 

Bukan main hebatnya siksaan ini. Tadi ketika ia dilelapkan di dalam air yang dingin, sebentar saja ia tidak kuat dan pingsan. 

Kalau pingsan, tidak ada derita lagi, tidak terasa. Akan tetapi sekarang lain lagi. Semut-semut ini menggigit, mendatangkan rasa gatal-gatal dan geli yang bukan main hebat penderitaannya. Akan tetapi yang paling hebat di antara segala adalah kenyataan bahwa ia tidak akan menjadi pingsan karenanya! 

Ia akan terus sadar untuk merasakan penderitaan ini, yang mem­buat seluruh urat syarafnya tegang dan terganggu, membuat perasaannya tersiksa mati tidak hidup pun tidak. Tak terta­hankan lagi oleh Bu Sin, ia mulai ber­teriak-teriak menahan perasaan yang tak dapat dilukiskan lagi penderitaannya!

"Hayo bilang bahwa kau mau men­jadi suamiku dan aku akan membebaskan­mu!" Berkali-kali Siang-mou Sin-ni berkata membujuk. Hanya kata-kata inilah yang kadang-kadang menjadi penguat semangat Bu Sin, karena ia lalu memaki-makinya dan untuk sementara melupakan penderitaannya. Akan tetapi kalau wanita itu diam saja dan duduk menonton, ia tersiksa lagi, akhirnya Bu Sin tertawa-tawa, lalu menangis, tertawa lagi seperti orang gila karena penderitaannya yang tak tertahankan. Kalau diteruskan be­berapa jam lagi, ia tentu akan menjadi gila benar-benar.

Agaknya Siang-mou Sin-ni memaklumi hal ini, maka ia lalu mengusir semut-semut itu memanggul tubuh Bu Sin dan melompat turun dari atas pohon, lalu berlari cepat sekali pergi dari situ. Bu Sin meramkan matanya, merasa seperti dibawa terbang oleh wanita sakti yang berhati iblis ini. Ia tidak putus asa se­lama nyawanya belum melayang, akan tetapi ia bertekad lebih baik mati daripada dijadikan suami seorang iblis betina yang demikian keji dan jahatnya. Ia se­orang laki-laki sejati dan nama baik serta kehormatannya jauh lebih berharga daripada selembar nyawanya. Demikianlah tekad hati pemuda jantan ini.

Akan tetapi Bu Sin adalah seorang pemuda yang masih hijau dan belum ber­pengalaman. Ia sama sekali tidak tahu sampai di mana jahat, keji, dan lihainya seorang tokoh besar dunia hitam seperti Siang-mou Sin-ni yang terkenal sebagai seorang di antara enam tokoh Thian-te Liok-koai (Enam Iblis Dunia)! Selama menjadi tawanan wanita iblis ini, be­berapa hari kemudian, ia telah berubah menjadi seorang yang kehilangan sema­ngat, menjadi seorang yang tak ingat apa-apa lagi, menjadi penurut seperti binatang peliharaan, disuruh apa saja oleh Siang-mou Sin-ni, akan ditaatinya tanpa mempedulikan nyawanya sendiri, tidak ingat lagi akan nama dan kehor­matan, bahkan nama sendiri pun ia tak ingat lagi. Bu Sin telah menjadi korban kekejian Siang-mou Sin-ni setelah diberi minum racun yang disebut racun peram­pas semangat! Dan iblis betina itu ter­capai maksud hatinya yang kotor, men­jadikan Bu Sin sebagai seorang kekasih­nya, suatu hal yang hanya merupakan siksaan dan hukuman karena ia tetap tidak dapat merampas cinta kasih Bu Sin, tidak dapat memiliki Bu Sin yang sebenarnya, seperti yang diinginkannya.

Bersama Bu Sin yang menjadi tawanan dan kekasihnya, yang menuruti segala kehendaknya seperti patung hidup, Siang-mou Sin-ni pergi ke selatan. Ia hendak mengunjungi Nan-cao negeri di selatan yang mengadakan persekutuan dengan Hou-han. Biarpun Siang-mou Sin-ni se­orang tokoh dunia hitam, namun bagi Kerajaan Hou-han yang kecil itu ia me­rupakan seorang tokoh yang patriotik dan ia bekerja untuk kerajaan ini. 

Oleh kare­na itu, tentang persekutuan dengan Ke­rajaan Nan-cao, Siang-mou Sin-ni sudah mendapat wewenang dan tugas untuk mengurusnya, dan kini ia pergi mengun­jungi, selain untuk tugas ini, juga untuk menghadiri perayaan yang diadakan di Nan-cao berhubung dengan peringatan seribu hari wafatnya kauwcu (ketua agama) dari Beng-kauw yang mempunyai kedudukan tinggi di Kerajaan Nan-cao, juga bertepatan dengan hari ulang tahun berdirinya perkumpulan Agama Beng-kauw.

Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping HooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang