Jilid 9

5.4K 57 2
                                    

Setelah saling serang dengan hebat sampai puluhan jurus lamanya, tiba-tiba terdengar lengking tinggi dari mulut Liu Lu Sian, disusul gerengan marah Kauw Bian Cinjin. 

Mereka secara tiba-tiba tidak bergerak lagi dan ketika semua mata yang tadi menjadi kabur dan silau oleh gerakan-gerakan cepat memandang, ternyata cambuk di tangan Kauw Bian Cinjin sudah saling libat sampai menjadi seperti benang ruwet dengan rambut Liu Lu Sian! Hebatnya, tidak hanya cambuk itu yang terlibat, melainkan juga lengan kanan, pundak dan leher kakek Beng­kauw itu.

"Kauw Bian Cinjin, mengingat hubungan perguruan, aku ampunkan kau asal kau mau menyerah dan menjadi pembantuku!" terdengar suara Liu Lu Sian, ramah dan halus.

"Liu Lu Sian, kau sadarlah dan jangan lanjutkan niatmu mengacau Beng-kauw, dan kau menjadi murid keponakan­ku yang baik dan akan menerima berkah dan doaku...." jawab Kauw Bian Cinjin, suaranya tetap lantang berwibawa.

"Tua bangka keras kepala! Dibunuh sayang, tidak dibunuh menjengkelkan! Kau perlu dihajar....!" Tiba-tiba tubuh Kauw Bian Cinjin terangkat naik dan di lain saat tubuhnya telah terbanting ke atas tanah setelah Liu Lu Sian menggerakkan tangan kanannya. Kakek itu terbanting dan pingsan, pipi kanannya terdapat tanda tapak tangan merah!

"Liu Lu Sian, tak perlu kau berlaku kejam terhadap keluarga Beng-kauw sen­diri!" Tiba-tiba terdengar Liu Mo berkata sambil berdiri dari tempat duduknya.

"Hemmm, Paman Liu Mo, apakah kau juga hendak menghalangi aku? Ingat, karena kau yang merampas kedudukan Kauwcu, aku tidak akan berlaku lunak seperti terhadap Kauw Bian Cinjin ke­padamu!"

Wajah Liu Mo tetap terang dan bi­birnya tersenyum. "Keponakanku yang baik, aku sama sekali tidak hendak menghalangimu dan aku sama sekali tidak merampas kedudukan Kauwcu, karena sesungguhnya ayahmu sendiri yang mem­berikan kepadaku. Oleh karena ayahmu yang menyerahkan kedudukan Kauwcu, kalau kau hendak memintanya, kau harus minta ijin ayahmu lebih dulu!" Berkata demikian, Liu Mo menoleh ke arah peti mati Pat-jiu Sin-ong Liu Gan.

"Kalau aku sudah minta ijin kepada ayah, kau suka menyerahkan kedudukan Kauwcu kepadaku?"

"Tentu saja, kalau Suheng mengijin­kan!"

Ucapan ini tentu saja membikin se­mua orang yang hadir menjadi terce­ngang. Mana bisa orang mati memberi ijin? Akan tetapi Liu Lu Sian segera menghampiri peti mati ayahnya, lalu membungkuk sebagai penghormatan. Hal ini saja sudah membuat para tokoh yang hadir di situ mengerutkan kening. Peng­hormatan terhadap orang tua merupakan hal yang amat penting, karena hal ini menjadi tanda akan kebaktian seseorang dan karenanya menjadi dasar untuk me­ngetahui watak seseorang. Liu Lu Sian tidak berlutut, hanya menjura, hal ini tentu saja tidak sepatutnya dan dapat dinilai betapa kasar dan berandalan watak wanita itu.

"Ayah, aku minta ijin padamu untuk menggantikan kedudukan kauwcu dari agama kita Beng-kauw, dan puteraku menjadi kaisar di Nan-cao!" Suara ini lantang dan terdengar semua orang yang hadir. Suasana menjadi sunyi sekali se­telah Liu Lu Sian mengucapkan permintaannya ini. Tak seorang pun berani me­ngeluarkan suara, bahkan banyak yang menahan napas untuk menyaksikan apa selanjutnya yang akan terjadi. Apakah Beng-kauw yang sudah demikian tersohor itu akan berganti kauwcu (kepala agama) secara demikian sederhana dan juga ka­sar? Apakah Kaisar Nan-cao akan "di­copot" dan diganti begitu saja di depan banyak tamu dari seluruh pelosok dunia? Apakah Nan-cao dan Beng-kauw akan diserahkan kepada seorang wanita ber­watak iblis seperti Tok-siauw-kui (Iblis Cilik Beracun) yang kini lebih patut di­sebut Tok-kui-bo (Biang Iblis Beracun) itu? Kalau hal ini terjadi, akan gegerlah dunia, karena tadi wanita itu sudah ber­janji akan memerangi dan menundukkan semua kerajaan! Dan dengan ilmu kepan­daiannya yang demikian hebatnya, hal itu benar-benar merupakan bahaya besar.

Tiba-tiba kesunyian itu dipecahkan oleh suara ledakan keras dan semua orang menjadi pucat, mulut ternganga dan mata terbelalak memandang ke arah peti mati yang mendadak meledak keras itu. Tutup peti mati pecah berantakan dan.... sesosok tubuh yang tinggi besar bangkit dari dalam peti mati, langsung berdiri tegak. Tubuh tinggi besar berpakaian serba putih, bermuka pucat tapi tetap dapat dikenal sebagai muka Pat-jiu Sin-ong Liu Gan! Mata yang terbelalak lebar hampir keluar dari pelupuknya itu seperti bukan mata manusia, dan suaranya terdengar berkumandang seperti suara dari dunia lain ketika mulutnya yang tertarik keras itu bergerak.

Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping HooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang