Jilid 2 (TAMAT)

5.2K 61 4
                                    

Wanita itu kembali menggelengkan kepala, hendak bicara akan tetapi kem­bali ia batuk-batuk dan muntah darah, tendangan yang mengenai dadanya itu memang hebat sekali, membuat ia men­derita luka dalam yang parah. Sejenak ia terngengah-engah, wajahnya pucat sekali. Cia Sun sudah merasa bingung sekali mendengar bahwa Eng Eng yang ternyata bukan puteri kandung ketua Pao-beng-­pai itu telah pergi tanpa pamit. Dia tidak tahu harus berbuat apa terhadap ibu Eng Eng yang keadaannya payah itu.

"Engkau.... benar.... seorang pange­ran?"

Cia Sun mengangguk. "Aku memang Pangeran Cia Sun, Bibi, akan tetapi aku mencinta Eng-moi."

"Kalau begitu, dengar baik-baik...." suaranya makin lemah seperti berbisik.

"Aku.... aku tidak dapat bertahan lama, aku akan mati.... dan inilah saatnya aku membuka rahasia...., dan engkau tepat orangnya yang kuberitahu.... dengar, Eng Eng bukan puteri Siangkoan Kok juga bukan anakku...."

"Ehhh? Lalu.... ia anak siapa, Bibi?"

"Ayah ibunya adalah orang-orang yang selalu dimusuhi golongan kami.... golong­an Beng-kauw.... aku amat membenci ayah ibunya, terutama ayahnya, karena itulah.... aku.... menculik Eng Eng ke­tika ia berusia tiga tahun. Akan tetapi, aku.... aku amat mencintanya seperti anakku sendiri.... juga Siangkoan Kok menyayangnya sampai engkau muncul...."

"Ahhh....!" bermacam perasaan meng­aduk hati pangeran itu. Ada perasaan kaget, heran, akan tetapi juga kasihan dan bahkan ada perasaan girang. Girang bahwa kekasihnya itu bukan anak kan­dung ketua Pao-beng-pai dan isterinya!

"Akan tetapi.... ke mana aku harus mencarinya, Bibi? Aku harus mencari dan menemukannya, aku mencintanya dan akan mengambilnya sebagai isteriku!"

Cia Sun terkejut melihat wanita itu napasnya sudah empas-empis, dan agak­nya sudah tidak mampu menjawabnya, matanya sudah terpejam.

"Bibi....! Bibi....! Katakan di mana Eng-moi!" Cia Sun mengguncang-guncang pundak wanita yang sudah sekarat itu.

Wanita itu membuka matanya yang sudah sayu dan suaranya hanya bisik-­bisik saja. "Suling Naga.... itulah ayah kandungnya.... tinggal di Lok-yang....cari.... cari ke sana...." Leher itu ter­kulai, mata itu terpejam dan wanita itu pun mati.

Cia Sun bangkit berdiri, termenung. Sebutan "Suling Naga" terngiang di teli­nganya. Dan dia tertegun. Dia pernah mendengar nama besar Pendekar Suling Naga yang tinggal di Lok-yang. Kalau dia tidak salah ingat, namanya Sim Houw, seorang pendekar yang sakti, terkenal dengan ilmu pedangnya yang hebat, pedang yang berbentuk suling, pedang su­ling, atau suling pedang. Jadi Eng Eng adalah puteri pendekar sakti itu! Ketika masih kecil diculik oleh Lauw Cu Si karena wanita itu sebagai orang Beng-­kauw menganggap pendekar itu sebagai musuh besar.

"Ahhh....!!" tiba-tiba dia terbelalak. Dia teringat kepada Yo Han. Bukankah Yo Han mencari puteri pendekar itu yang hilang? Kalau begitu, anak yang dicari oleh Yo Han itu bukan lain adalah Eng Eng! Dia mengingat-ingat. Yo Han, yang telah menjadi saudara angkatnya ketika mereka berdua dikurung sebagai tahanan di sarang Pao-beng-pai, pernah menceritakan bahwa anak yang dicari itu mempunyai ciri-ciri yang khas, dan ada noda merah sebesar ibu jari kaki di ta­pak kaki kanannya.

Mendengar suara pertempuran di luar, Cia Sun khawatir kalau-kalau gadis itu kembali dan ikut pula bertempur mem­bela Pao-beng-pai melawan pasukan pemerintah. Cepat dia menyelinap keluar dan mencari-cari. Pertempuran hampir selesai. Pihak pemberontak tidak mampu menandingi pasukan yang jauh lebih besar jumlahnya, apalagi dipimpin oleh para jagoan istana. Bahkan Siangkoan Kok juga tidak nampak dan ketika dia tanya­kan kepada para perwira, mereka pun tidak tahu ke mana perginya ketua pem­berontak itu. Ternyata Siangkoan Kok telah meloloskan diri, tidak mempeduli­kan anak buahnya yang dibantai pasukan.

Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping HooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang