"Moi-moi..." Ia berhenti karena suaranya kedengaran aneh.
"Hemm...? Kau mau bilang apa, Koko?"
Kwee Seng menarik napas panjang dan mulai tenanglah gelora isi dadanya. "Sian-moi, aku tidak mandi. Kau mandilah yang puas, biar kunanti kau disana. Aku khawatir kalau-kalau kuda kita dicuri orang."
Tanpa menanti jawaban Kwee Seng lalu membalikkan tubuhnya dan lari dari tempat semula di mana ia menjatuhkan diri duduk termenung memikirkan Lu Sian. Gadis yang aneh ! Ia harus mengaku bahwa hatinya sudah jatuh betul-betul. Ia memuja Lu Sian, memuja kecantikannya. Padahal ia maklum sedalam-dalamnya bahwa watak gadis itu sama sekali tidak cocok dengan wataknya, bahwa kalau ia mempunyai isteri seperti Lu Sian, hidupnya akan banyak menderita. Aku harus dapat menahan diri, semua ini godaan iblis, pikirnya. Aku sejak semula tidak menghendakinya sebagai isteri, hanya karena sudah berjanji dengan Pat-jiu Sin-ong untuk menurunkan ilmu yang mengalahkannya, maka sekarang mengadakan perjalanan bersama. Ah, mengapa ia menjanjikan hal itu ? Ia kena diakali Pat-jiu Sin-ong yang tentu saja ingin menguras ilmunya. Kalau sudah menurunkan ilmu, aku harus cepat-cepat menjauhkan diri dari Lu Sian, pikirnya. Akan tetapi, teringat akan perbuatannya mencuri ciuman tadi, kembali gelora di dadanya membuat Kwee Seng meramkan mata. Gila ! Kau sudah gila ! Tiba-tiba Kwee Seng yang masih meram itu menampar kepalanya sendiri !
"Heee ! Apakah kau sudah gila ??" Teguran ini membuat Kwee Seng terkejut dan meloncat bangun sendiri !
Kiranya Lu Sian sudah berdiri di depannya, biarpun cuaca sudah mulai gelap, masih tampak gadis itu segar dan berseri-seri, makin cantik setelah mandi. Gadis itu tertawa geli. "Kwee-koko, kukira kau tadi menjadi gila, apa-apaan itu tadi kau menampar kepalamu sendiri ?"
"Aku...? Ah.. kau tidak melihat tadi ? Banyak nyamuk di hutan ini. Mengiang-ngiang di atas telinga, kucoba menepuk mampus nyamuk-nyamuk itu."
Baiknya Lu Sian percaya alasan ini. "Kwee-koko, sekarang aku hendak pergi. Kau menanti di sini saja, ya?"
"Kemana, Sian-moi?"
"Ke benteng itu. Meyelidik!"
"Ah, apakah perlunya ? Jangan mencari perkara..."
"Sudahlah ! Kau seperti nenek bawel saja. Kalau tidak suka, kau tidak usah ikut. Aku tahu kau tidak suka, maka aku akan pergi sendiri. Biarlah kau menanti di situ bersama... eh, nyamuk-nyamuk itu. Aku pergi, Koko!" Setelah berkata demikian, Lu Sian mempergunakan kepandaiannya meloncat dan lari cepat, sebentar saja lenyap dari situ.
Kwee seng mengerutkan keningnya. Gadis aneh. Ia takkan berbahagia hidup di samping gadis itu sebagai isterinya. Akan tetapi... ah, mengapa hatinya seperti ini ? Mengapa timbul kekuatirannya kalau-kalau Lu Sian menghadapi malapetaka ? Biarlah kalau ia tertimpa bencana. Salahnya sendiri. Mencari perkara. Mencampuri urusan orang lain ! Kwee Seng mengeraskan hatinya dan mulai membuat api unggun untuk mengusir nyamuk yang memang banyak terdapat di hutan itu. Akan tetapi hatinya tetap merasa tidak enak. Terjadi perang di dalam hatinya antara membiarkan atau pergi menyusul Lu Sian.
Dengan pengerahan gin-kang dan ilmu lari secepatnya, sebentar saja Lu Sian telah tiba di luar tembok benteng. Tembok benteng itu cukup tinggi, pintu gerbangnya berada di tengah, terjaga kuat oleh belasan orang prajurit. Pintu belakang juga terjaga, malah tertutup rapat, sedangkan di atas tembok itu, pada setiap ujungnya terdapat bangunan kecil di mana tampak pula penjaga yang bersenjata lengkap. Beberapa menit sekali, penjaga-penjaga meronda di sekeliling tembok. Pendeknya, benteng itu terjaga rapat sekali. Untuk melompat tembok, terlampau tinggi dan andaikata dapat juga, pasti akan tampak oleh para penjaga diempat penjuru.
Akan tetapi, Lu Sian adalah seorang gadis yang banyak akal, berani dan lihai. Ia memilih bagian yang agak sepi, menanti sampai peronda lewat, kemudian cepat sekali ia menggunakan pedangnya membongkar tembok ! Pedangnya bukanlah pedang biasa, melainkan pedang pusaka, pedang buatan daerah Go-bi, terbuat daripada logam baja biru dan oleh ayahnya diberi nama Toa-hong-kiam (Pedang Angin Badai), karena Pat-jiu Sin-ong memberikan pedang itu kepada puterinya ketika menurunkan Ilmu Pedang Toa-hong Kiam-sut. Pedang baja biru ini dapat dipergunakan untuk memotong besi dan baja. Apalagi tembok yang terbuat daripada bata itu, dengan mudah saja dapat ditembusi Toa-hong-kiam. Belum lima menit, Lu Sian telah berhasil membuat lubang yang cukup dimasuki tubuhnya. Di lain saat tubuhnya berkelebat menyelinap masuk dan bagaikan seekor kucing ia sudah berloncatan cepat menghilang di antara kegelapan malam, mendekam di tempat gelap sambil memperhatikan keadaan di dalam benteng.
Benteng itu cukup luas, kiranya cukup untuk menampung ribuan orang bala tentara. Di dalamnya selain terdapat lapangan luas untuk berlatih para perajurit, juga terdapat bangunan-bangunan kecil berjajar yang agaknya menjadi tempat bermalam para perajurit. Ada pula bangunan terbuka yang dipakai sebagai dapur, lalu kandang-kandang kuda dan gudang-gudang perlengkapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Ficção GeralBu Kek Siansu adalah sebuah karakter khayalan hasil karya Kho Ping Hoo, dan merupakan serial bersambung terpanjang terbaik di samping seri Pedang Kayu Harum (Siang Bhok Kiam). Ia dikisahkan pada masa kecilnya disebut Anak Ajaib (Sin Tong) karena dal...