Jilid 12

4.3K 75 0
                                    

Kaisar Beng Ong yang tadinya giat mengurus pemerintahan, memperhatikan segala urusan pemerintahan sampai ke soal yang sekecil-kecilnya, kini mulai tidak acuh dan menyerahkan semua urusan ke tangan para Thaikam (Orang Kebiri, Kepercayaan Raja) dan para pembesar yang berwenang. Dia sendiri dari pagi sampai jauh malam tak pernah meninggalkan tempat tidur di mana Yang Kui Hui menghiburnya dengan penuh kemesraan. Dalam beberapa bulan saja, selir yang tercinta ini berhasil menguasai hati Kaisar seluruhnya sehingga apa pun yang dilakukan oleh Yang Kui Hui selalu benar, dan apa pun yang diminta oleh selir ini, tidak ada yang ditolak oleh Kaisar tua yang sudah dimabok cinta itu.

Yang Kui Hui bukanlah seorang wanita bodoh. Sama sekali bukan. Tentu saja hatinya menaruh dendam kepada kaisar Beng Ong karena dia dipisahkan dari suaminya yang tercinta. Sudah pasti sekali dalam melayani semua nafsu berahi Kaisar tua itu, ada tersembunyi niat yang lain lagi, bukan semata-mata karena dia membalas cinta kasih Kaisar yang sudah tua itu. Dia tidak menyia-nyikan kesempatan amat baik itu. Setelah membuat Kaisar tergila-gila dan seolah-olah bertekuk lutut di depan kakinya yang kecil mungil, mulailah Yang Kui Hui memetik hasil pengorbanan diri dan hatinya. Dia menggunakan pengaruhnya terhadap Kaisar, menarik keluarganya menduduki tempat-tempat penting dalam pemerintahan! Bahkan kakaknya yang bernama Yang Kok Tiong diangkat menjadi menteri pertama dari Kerajaan Tang setelah menteri yang lama dicopot secara menyedihkan oleh Kaisar, tentu saja atas bujukan Yang Kui Hui! Dan masih banyak lagi anggota keluarga selir yang cantik jelilta ini memperoleh kedudukan yang tinggi sekali yang sebelumnya tak pernah termimpikan oleh mereka.

Pada jaman itulah muncul seorang yang akan menjadi terkenal sekali dalam sejarah Tiongkok. Orang ini bukan lain adalah An Lu San, seorang yang tadinya dari keturunan tak berarti. An Lu San dilahirkan di Mancuria Selatan, di luar Tembok Besar, yaitu Di Liao-tung. Orang tuanya berdarah Turki dari suku bangsa Khitan, keturunan keluarga yang bersahaja dan terbelakang.

Ketika An Lu San menjadi seorang pemuda remaja, sebagai seorang budak belian dia dijual kepada seorang perwira Kerajaan Tang yang bertugas di utara, di Tembok Besar. Mulai saat itulah bintangnya menjadi terang. Sebagai kacung perwira itu, dia ikut pula ke medan perang dan ternyata bocah ini membuktikan dirinya sebagai seorang yang gagah berani dan cerdik sekali, memiliki keahlian dalam pertempuran sehingga beberapa kali dia membuat jasa pada pasukan yang dipimpin oleh majikannya. Maka diangkatlah dia menjadi prajurit dan dalam waktu singkat saja dia membuat jasa-jasa besar sehingga dia diangkat terus, dinaikkan menjadi perwira dan akhirnya, beberapa tahun kemudian setelah dia memenangkan beberapa peperangan melawan musuh dari luar sehingga dia berjasa besar bagi Kerajaan Tang, dia diangkat menjadi jenderal!

Mulailah jenderal An Lu Sun ini mendekati Kaisar. Setelah pangkatnya setinggi itu, tentu saja terbuka kemungkinan baginya untuk berhadapan dengan Kaisar yang waktu itu sedang tergila-gila kepada Yang Kui Hui yang telah memperoleh kedudukan tinggi.

An Lu San memang seorang yang amat cerdik. Menyaksikan pengaruh dan kekuasaan selir yang cantik jelita itu terhadap Kaisar, dia melihat kesempatan baik sekali untuk mengangkat diri sendiri ke tempat yang lebih tinggi. Dengan sikapnya yang lucu dan ugal-ugalan, pembawaan watak liarnya, dia berhasil menyenangkan hati Kaisar dan memancing kegembiraan Yang Kui Hui sendiri. Selir ini, yang setiap hari harus melayani seorang pria yang sudah tua dan sudah lemah, tentu saja bangkit gairahnya melihat jenderal yang tegap, gembira dan kasar liar itu! Terjadilah "main mata" antara kedua insan ini, dan akhirnya, dengan bujukan dan rayuannya, Yang Kui Hui memuji-muji kesetiaan dan jasa-jasa An Lu San sehingga Kaisar menjadi semakin suka kepada jenderal ini. Bahkan Yang Kui Hui dengan akalnya yang licik telah mengangkat An Lu San sebagai "putera angkatnya". Hal ini tidak dijadikan keberatan oleh Kaisar, bahkan Kaisar memuji selirnya sebagai seorang selir yang cerdik, selir yang mencinta dan yang setia karena perbuatan Yang Kui Hui itu dianggapnya sebagai taktik selir untuk menyenangkan hati seorang pahlawan sehingga dengan demikian memperkuat kedudukan Kaisar.

Kaisar Beng Ong yang terkenal pandai dan bijaksana itu ternyata menjadi lemah tak berdaya, sama lemahnya dengan seuntai rambut lemas hitam dari Yang Kui Hui yang setiap saat dapat dipermainkan oleh jari-jari tangan halus dari selir yang cantik jelita itu.

Tentu saja setiap sukses dari seseorang, baik didapatkan dengan jalan apa pun juga melahirkan iri hati kepada orang-orang lain. Biarpun tidak ada yang berani secara terang-terangan menentang selir cantik yang amat dikasihi Kaisar tua itu, namun diam-diam banyak anggauta keluarga kerajaan yang merasa iri hati dan membenci Yang Kui Hui, terutama sekali para selir lainnya yang kini seolah-olah diabaikan oleh Kaisar yang setiap malam selalu dibuai dalam pelukan Yang Kui Hui.

Pada suatu malam Kaisar beristirahat di dalam kamarnya sendiri. Betapapun dia tergila-gila kepada Yang Kui Hui, namun karena dia sudah tua sekali, tenaganya tidak mengijinkan dia setiap malam mengunjungi selirnya yang masih muda, penuh nafsu dan panas itu. Malam itu merupakan malam istirahatnya dan dia tidak mendekati selirnya yang tercinta. Tubuhnya terasa lelah setelah sore tadi dia berpesta makan minum dan menikmati tari-tarian yang disuguhkan untuk kehormatan jenderal An Lu San yang datang berkunjung ke istana. Setelah mengijinkan jenderal perkasa itu mengundurkan diri ke kamar tamu yang disediakan, Kaisar yang merasa lelah itu berbisik kepada selirnya tercinta bahwa malam itu dia ingin beristirahat karena merasa lelah, kemudian langsung menuju ke kamarnya sendiri.

Menjelang tengah malam, kaisar terbangun dan ternyata yang mengganggu tidurnya adalah seorang selir muda belia yang cantik seperti selir-selir lain. Selir ini bernama Yauw Cui, masih berdarah bangsawan dan termasuk selir termuda sebelum Kaisar mengambil Yang Kui Hui yang merupakan selir terakhir.

"Hemmm, apa maksudmu datang mengganggu?" Kaisar berkata, tidak marah karena dia pun pernah mencinta selir yang cantik ini, bahkan tangannya lalu diulur untuk membelai dagu yang berkulit putih halus itu.

"Hamba mohon Sri Baginda mengampunkan hamba," selir itu berkata dengan suara agak gemetar, "Sebetulnya hamba tidak berani mengganggu paduka yang sedang beristirahat, akan tetapi...."

Kaisar yang tua itu tersenyum dan salah menyangka. Dikiranya selir muda ini merindukan curahan kasihnya karena sudah lama dia tidak mengunjungi kamar selirnya ini dan tidak pula memerintahkan selirnya itu datang melayaninya.

"Aihh, manis, naiklah ke sini dan kau pijiti punggungku..." katanya sebagai uluran tangan karena membayangkan hasrat selirnya ini, sudah bangkit pula berahinya.

Yauw Cui tidak berani membantah, bangkit dari lantai di mana dia berlutut, dan jari-jari tangannya yang halus mulai menari-nari di atas punggung tua yang pegal-pegal itu. Akan tetapi selir ini berkata lagi,

"Rasa penasaran memaksa hamba memberanikan diri mengujungi Paduka. Hamba tidak ingin melihat Paduka yang hamba junjung tinggi ditipu dan dihina orang!"

Tangan Kaisar yang mulai membelai tubuh selirnya itu tiba-tiba terhenti dan dengan pandang mata penuh selidik Kaisar Beng Ong bertanya, "Apa maksudmu? Siapa yang berani menipu dan menghinaku?"

Yauw Cui menangis dan suara terisak-isak dia berkata, "Hamba.... secara tidak sengaja... mendengar .... An-goanswe (jenderal An) berada di dalam kamar.... Yang Kui Hui...."

Seketika Kaisar bangkit duduk dengan mata terbelalak. Dengan alis berkerut dia memandang selirnya itu yang masih menangis, hatinya tidak percaya sama sekali karena memang sudah seringkali Yang Kui Hui difitnah orang lain yang merasa iri hati.

"Hammm, jangan bicara sembarangan saja terdorong iri hati."

"Tidak.... hamba rela untuk dihukum mati, rela diapakan saja kalau hamba membohong.... tidak berani hamba menjatuhkan fitnah.... hamba hanya merasa penasaran melihat Paduka dihina maka hamba memberanikan diri melapor...."

"Pengawal....!!" kaisar berseru sambil mendorong selirnya turun dari pembaringan. Pintu terbuka dan enam orang pengawal pribadi meloncat masuk dan langsung berlutut setelah mereka melihat bahwa Kaisar tidak dalam bahaya.

Kaisar menyambar jubah luarnya. "Antar kami ke kamar yang Kui Hui." kata Kaisar singkat sambil memberi isyarat dengan matanya agar Yauw Cui ikut pula bersamanya.

Pada saat Yauw Cui melapor kepada Kaisar, kamar Yauw Kui Hui sudah gelap remang-remang dan pada saat itu memang selir yang cantik jelita ini sedang bersama An Lu San. Mereka seperti mabok nafsu berahi dan tentu saja segala pertahanan di hati Yang Kui Hui runtuh menghadapi jenderal yang tegap dan gagah perkasa ini, yang masih memiliki sifat-sifat liar dan kasar dari tempat asalnya. Selama tujuh tahun Yang Kui Hui menekan kekecewaan hatinya melayani seorang kakek-kakek lemah. Kini bertemu dengan An Lu San dan berkesempatan menikmati rayuan laki-laki yang jantan dan jauh lebih muda dari kaisar ini, tentu saja dia terbuai dan lupa segalanya.

Sesosok bayangan menyelinap ke dalam kamar itu dan berbisik di luar kelambu pembaringan. Bisikan itu merobah suasana di dalam kamar itu. Yang Kui Hui dan An Lu San dalam waktu beberapa menit saja telah memakai pakaian yang rapi, duduk menghadapi meja yang diterangi dengan beberapa batang lilin, dan di atas meja terdapat gambar peta daerah utara. Di ujung-ujung Kamar itu terdapat mengawal dan pelayan berdiri seperti patung, hanya memandang saja ketika An Lu San dengan suara lantang sedang menjelaskan tentang situasi dan keadaan pertahanan di perbatasan utara.

Demikianlah, ketika Kaisar yang diiringkan Yauw Cui dan para pengawal memasuki kamar itu dengan sikap kasar, dia melihat selirnya yang tercinta itu memang benar duduk berdua dengan An Lu San, akan tetapi bukanlah berjinah seperti yang dilaporkan Yauw Cui, melainkan sedang bicara urusan pertahanan!

"Hamba sedang mempelajari keadaan kekuatan pertahanan kita di utara dari An Lu San," antara lain Yang Kui Hui membela diri ketika Kaisar menyatakan kecurigaannya. "Paduka terlalu mempercayai mulut seorang wanita yang cemburu dan iri hati setengah mati kepada hamba."

Karena semua pengawal dan pelayan yang berada di kamar itu merupakan saksi yang kuat bahwa selir tercinta itu tidak bermain gila dengan putera angkatnya tentu saja Kaisar menjadi marah kepada Yauw Cui. Selir muda ini mengerti bahwa dia berbalik kenah fitnah oleh madunya yang lihai itu, maka maklum bahwa tidak ada lagi harapan baginya, dia menudingkan telunjuknya kepada Yang Kui Hui sambil berteriak nyaring,

"Kau Wanita Iblis! Karena engkaulah kerajaan ini akan hancur!" Dan sebelum para pengawal yang diperintah oleh Kaisar yang marah-marah itu sempat menangkapnya, Yauw Cui lari membenturkan kepalanya di dinding kamar itu sehingga kepalanya pecah dan dia tewas disaat itu juga!

Tentu saja pada hari berikutnya, ada seorang pelayan yang menerima hadiah banyak sekali dari Yang Kui Hui, yaitu pelayan yang membisikinya semalam sehingga menyelamatkannya. Semenjak peristiwa itu, kepercayaan Kaisar terhadap Yang Kui Hui dan An Lu San makin besar. Tentu saja kesempatan baik ini tidak dibiyarkan lewat percuma oleh Yang Kui Hui dan An Lu San yang mengadakan hubungan gelap sepuas hati mereka. Karena pengaruh Yang Kui Hui di depan Kaisar, maka An Lu San memperoleh kehormatan yang besar, bahkan diangkat menjadi Gubernur di Propinsi Liao Tung. Menguasai pasukan-pasukan terbaik dari kerajaan dan menjaga di propinsi yang merupakan perbatasan timur. Kehormatan ke dua diterimanya tak lama kemudian, tentu saja atas desakan dan bujukan Yang Kui Hui yaitu ketika dia dianugrahi gelar Pangeran Tingkat Dua. Kehormatan yang besar sekali karena biasanya, gelar ini hanya diberikan kepada keluarga kerajaan yang berdarah bangsawan!

Memang An Lu San seorang yang berasal dari suku bangsa terbelakang, namun dia diberkahi dengan kecerdikan luar biasa. Melihat betapa kaisar bertekuk lutut di depan kedua kaki yang mungil dari selir kaisar Yang Kui Hui, dia mengeluarkan semua kepandaian untuk mengambil hati selir ini dan ternyata semua muslihatnya berhasil baik dan dia memperoleh kedudukan yang tinggi sekali.

Akan tetapi, tentu saja banyak pula orang merasa iri hati dan tidak suka kepada An Lu San. Di antara mereka ini adalah kakak kandung Yang Kui Hui sendiri, yaitu Yang Kok Tiong yang menjadi Menteri Pertama. Dengan kedudukanya yang tinggi, Yang Kok Tiong melakukan penyelidikan dan ketika dia memperoleh berita bahwa An Lu San mempersiapkan pemberontakan, segera dia berunding dengan Putera Mahkota dan melapor kepada Kaisar. Kaisar tidak percaya dan menganggap pelaporan ini omong kosong belaka, akan tetapi karena para pangeran mendesaknya, akhirnya Kaisar memanggil An Lu San yang merasa keadaannya belum kuat betul untuk memulai pemberontakan yang memang benar telah dipersiapkannya, tidak membantah. Dia menghadap Kaisar dan dengan air mata bercucuran dia memprotes, menyatakan kesetiaanya terhadap Kaisar dan dalam hal ini kembali pengaruh Yang Kui Hui membantunya. Selir ini pun mencela Kaisar yang mudah saja dipermainkan orang yang merasa iri hati bahkan Yang Kui Hui mengambil contoh selir Yauw Cui yang iri hati kepadanya.

"hendaknya Paduka ingat bahwa An Lu San adalah seorang pahlawan kerajaan yang jasanya sudah amat besar. Tidak mungkin dia memberontak, dan andaikata dia benar mempunyai niat memberontak tentu dia tidak akan datang memenuhi panggilan Paduka! Kedatangannya ini sudah merupakan bukti akan kebersihan dan kesetiaanya! Kabar tentang niat pemberontakan itu tentu ditiup-tiupkan oleh mereka yang merasa iri hati kepadanya."

Seperti biasa, hati kaisar luluh dan lenyaplah semua kecurigaan dan keraguannya. Dia malah menjamu An Lu San dan malam itu dengan amat pandainya An Lu San "membalas budi" Yang Kui Hui, dengan sepenuh hatinya, di dalam kamar selir Kaisar itu, aman karena terjaga oleh orang-orang kepercayaan mereka.

Demikianlah, pada saat cerita ini terjadi An Lu San sudah kembali ke utara dengan penuh kebesaran dan kebanggaan, dan diam-diam dia makin mempercepat persiapannya untuk memberontak! Dan demikian pula dengan keadaan kerajaan Tang pada waktu itu. Kelemahan Kaisar yang jatuh di bawah telapak kaki halus dari Yang Kui Hui, menimbulkan ketidak puasan kepada banyak pembesar sehingga di sana-sini timbul niat untuk memberontak. Kesempatan keadaan yang lemah dari kerajaan Tang inilah dipergunakan oleh The Kwat Lin untuk mulai dengan petualangannya, untuk memenuhi cita-citanya mencarikan kedudukan tinggi untuk puteranya!

Pada suatu hari, datanglah seorang utusan dari kota raja mendaki Pegunungan Bu-tong-san, menghaadp Ketua Bu-tong-pai. Melihat bahwa utusan ini adalah utusan dari Pangeran Tang Sin Ong dari kota raja, Kwat Lin cepat menerimanya di kamar rahasia. Setelah utusan itu menyampaikan tugasnya dia cepat pergi lagi meninggalkan Bu-tong-pai dan terjadilah kesibukan di Bu-tong-pai. Pangeran Tang Sin Ong, yaitu seorang pangeran di kota raja yang mempersiapkan pemberontakan pula, sebagai saingan besar dari An Lu San, pangeran yang dihubungi oleh Kwat Lin, mengirim berita tentang hari dan tempat di mana Yang Kui Hui akan ikut dengan Kaisar yang hendak berburu binatang dalam hutan, sebuah di antara kesenangan Kaisar. saat inilah yang dinanti-nanti oleh The Kwat Lin dan Pangeran Tang Sin Ong untuk menjalankan siasat mereka yan telah lama mereka rencanakan.

Beberapa hari kemudian, tibalah saatnya Kaisar bersama Yang Kui Hui bersenang-senang di dalam hutan di kaki Pegunungan Funiu-san, tidak jauh dari kota raja. Seperti biasa, di waktu mengadakan perburuan ini, tempat itu dijaga oleh para pengawal dan ada pula pasukan yang tugasnya hanya mencari dan menggiring binatang hutan sehingga binatang-binatang yang ketakutan itu menuju ke dekat tempat Kaisar dan Permaisurinya menanti sehingga dengan mudah Kaisar dapa melepaskan anak panah ke arah binatang-binatang itu. Sekali ini, selain beberapa orang pembesar penting, yang menemani Kaisar terdapat juga Pangeran Tang Sin Ong.

Seperti biasa, Kaisar dan selirnya yang tercinta menanti di dalam pondok yang memang tersedia di situ, di tengah-tengah hutan. Para pembesar dan Pangeran Tang Sin Ong menanti di luar pondok sambil bercakap-cakap. Mereka menanti sampai datangnya binatang-binatang yang akan digiring oleh pasukan yang sudah menyusup-nyusup ke dalam hutan lebat di depan. para pengawal menjaga di sekeliling tempat itu, pengawal Kaisar dan pengawal Pangeran Tang Sin Ong karena pangeran ini mempunyai pasukan pengawal sendiri.

Mereka tidak usah lama menanti. Segera terdengar sorak-sorai dari jauh, makin lama makin mendekat. itulah suara pasukan yang bertugas menggiring binatang hutan menuju ke tempat penyembelihan itu, di mana para pembesar telah menanti dengan gendewa bersama dengan anak panahnya siap di tangan. Mendengar suara ini, kaisar sudah keluar dari pondok sambil tersenyum-senyum gembira membawa sebatang gendewa. Seorang thaikam yang menjadi kepercayan dan pelayannya mengikuti Kaisar sambil membawa tempat anak panah.

Tak lama kemudian, mulailah bermunculan binatang-binatang hutan yang panik ketakutan karena dikejar-kejar dan digiring oleh pasukan di belakang mereka yang bersorak-sorai itu. Dan mulailah Kaisar bersama Pangeran Tang Sin Ong dan para pembesar lainnya menghujankan anak panah mereka ke arah binatang-binatang itu.

Tidak ada seorang pun melihat ketika dari rombongan pengawal Pangeran tang Sin Ong, seorang pengawal menyelinap kedalam semak-semak, menanggalkan pakaian biasa menyelinap dan memasuki pondok Kaisar dari samping, meloncat masuk dari jendela yang terbuka. Dengan kecepatan kilat, laki-laki setengah tua ini menyergap Yang Kui Hui yang sedang berdiri menonton di ambang pintu depan. Terdengar selir cantik itu menjerit, akan tetapi tubuhnya menjadi lemas ketika dia tertotok dan ketika semua orang menoleh medengar jeritan itu, Yang kui Hui telah dipondong dan dibawa lari oleh laki-laki itu.

"Penculik.....!"

"Penjahat....!"

"Jangan lepas anak panah, bisa salah sasaran....!!" Tiba-tiba Pangeran tang Sin Ong berseru keras.

Mendengar ini, Kaisar yang sudah pucat mukanya cepat berseru, "Benar! Jangan lepas anak panah. Kejar dan tangkap! Selamatkan dia....!"

Semua orang, pengawal, pembesar, pangeran tang Sin Ong, bahkan Kaisar sediri, mengejar penculik yang memiliki gerakan yang amat gesit itu. Dengan beberapa loncatan saja penculik itu telah lari jauh sekali.

"Cepat kejar.... tolong dia.... ahhhh, Kui Hui....!!" kaisar berteriak dengan muka pucat.

Tiba-tiba tampak dua sosok bayangan orang berkelebat menghadang penculik itu. Dari jauh kelihatan jelas bahwa dua orang itu adalah wanita-wanita cantik yang gerakannya cepat luar biasa. Wanita yang lebih tua sudah menerjang maju dan dengan serangan mendadak berhasil memukul roboh penculik dan merampas Yang Kui Hui, kemudian wanita ke dua yang muda dan cantik menggerakan pedangnya menusuk. Terdengar jerit melengking yang nyaring sekali ketika pedang itu menembus dada penculik itu yang berkelojotan, terbelalak dan menudingkan telunjuknya kepada wanita pertama seolah-olah hendak berkata sesuatu, akan tetapi sebuah tendangan yang mengenai kepalanya membuat penculik itu tak dapat bergerak lagi dan tewas seketika!

kaisar dan rombongannya sudah tiba di situ. Dengan tepukan perlahan wanita perkasa yang lebih tua itu membebaskan totokan Yang Kui Hui. Selir ini mengeluh dan menangis sambil menubruk Kaisar yang memeluknya. kaisar memandang kepada dua orang wanita cantik yang sudah berlutut di depan kakinya dengan perasaan bersyukur dan berterima kasih.

"Untung sekali kalian berdua yang gagah perkasa datang menolong!" kata kaisar dengan penuh rasa syukur, suaranya masih gemetar karena ketegangan hebat yang baru saja dialaminya.

"Siapakah kalian?"

"Hamba adalah Ketua Bu-tong-pai bernama The Kwat Lin," berkata wanita cantik itu lalu menuding kepada dara muda yang cantik jelita dan tinggi semampai di sebelahnya, "dan ini adalah Bu Liang-cu murid hamba."

"Ahhh, kiranya ketua Bu-tong-pai yang terkenal!" Kata Kaisar sambil tersenyum lebar. "Pantas saja demikian lihai! Kalian telah berjasa, telah menyelamatkan kekasih kami dan membunuh penculik jahat. Kalian pantas diberi hadiah besar."

Yang Kui Hui sudah menghentikan tangisnya dan kini dia pun memandang kedua orang wanita itu dengan mata berseri. "Kalian datanglah ke istana, aku akan memberi hadiah kepada kalian."

The Kwat Lin menyembah dengan hormat. "Hamba berdua hanya melakukan tugas hamba sebagai rakyat yang setia kepada junjungannya. hamba berdua tidak mengharapkan balas jasa, hanya apabila paduka sudi menerima, biarlah murid hamba ini bekerja sebagai pengawal pribadi paduka. Sekarang banyak orang jahat, tanpa pengawalan yang kuat tentu membahayakan Paduka.

Girang bukan main hati Yang Kui Hui. "Baik sekali! Siapa namamu tadi?" tanyanya kepada gadis cantik yang menunduk sejak tadi. Gadis itu kini mengangkat mukannya dan dengan sepasang mata yang bersinar-sinar dia menjawab, "Nama hamba Bu Liang-cu.

Saking girangnya, yang Kui Hui mencabut tusuk konde dari emas berhiaskan permata dan menghadiakan benda itu kepada The Kwat Lin, dan dia menerima pula gadis murid Bu-tong-pai itu sebagai pengawal pribadinya. Mulai saat ini gadis yang bernama Bu Liang-cu itu ikut bersama rombongan Kaisar, selalu mengawal di belakang Yang Kui Hui, kembli ke istana. Ada pun The Kwat lin segera kembali ke Bu-tong-san dengan hati girang karena siasatnya berjalan dengan baik sekali, sungguhpun untuk itu dia terpaksa harus mengorbankan nyawa seorang anggautanya. Penculik itu bukan lain adalah seorang anggautanya sendiri, seorang bekas penjahat yang memiliki ginkang tinggi. Penculik itu hanya diperintah untuk melarikan diri Yang Kui Hui dengan janji akan dibantunya kalau sampai mengalami bahaya. Akan tetapi, penculik itu baru tahu bahwa dia dikhianati oleh ketuanya sendiri setelah dia roboh dengan pedang menembus dadanya. Baru ia tahu bahwa dia dikorbankan untuk suatu siasat licik dari The Kwat Lin, namun pengetahuan ini tiada gunanya karena dia keburu mati sebelum dapat mengeluarkan suara.

Siapakah gadis cantik yang kini menjadi pengawal Yang Kui Hui? Tadinya, untuk tugas ini The Kwat Lin menunjuk muridnya, Bu Swi Nio. Akan tetapi, betapa marahnya ketika dia menghadapi penolakan muridnya!

"Teecu tidak berani, Subo. Perintahlah teecu untuk melakukan hal lainnya, biar disuruh membasmi penjahat yang bagaimanapun, biar harus mempertaruhkan nyawa, teecu tidak akan mundur dan pasti akan memenuhi perintah Subo! Akan tetapi ini... ah, teecu tidak mau terlibat dalam.... pemberontakan....." jawab Swi Nio sambil berlutut dan menundukan mukanya.

Hampir saja Kwat Lin menampar kepala muridnya itu saking marah dan kecewanya. San pada saat itu, Swi Liang yang melihat adiknya terancam bahaya kemarahan subonya, cepat maju dan berkata, "Subo, kalau Moi-moi tidak berani, biarlah teecu melakukannya."

"Kau seorang pria.... manamungkin....?"

"Teecu bisa saja menyamar sebagai seorang gadis. Dahulu di waktu kecil seringkali teecu mengenakan pakaian Moi-moi dan bermain-main seperti seorang anak perempuan ."

Mendengar ini, Kwat Lin termenung. Betapapun juga dia lebih percaya kepada muridnya dan juga kekasihnya ini. Selama ini, Swi Nio delalu memperlihatkan sikap dingin dan kdang-kadang menentang. Berbeda dengan Swi Liang yang selalu menuruti kehendaknya, bahkan pemuda itu mau pula melayani nafsu berahinya! Pekerjaan yang direncanakan ini amat berbahaya kalau sampai bocor, maka sebaiknya kalau dilakukan oleh orang yang paling dipercayanya. Memaksa Swi Nio amat berbahaya karena siapa tahu kalau-kalau murid perempuan ini akan mengkhianatinya kelak.

"Hemm, kita coba saja!" katanya dan setelah melihat Swi Liang berpakaian wanita dan bergaya, Kwat Lin menjadi girang sekali. Agaknya murid itu memang mempunyai bakat sandiwara maka ketika berpakaian wanita dan beraksi, dia sendiri hampir pangling dan mengira bahwa Swi Liang adalah Swi Nio!

Demikian, rencana siasat itu dijalankan dengan baik dan Swi Liang yang menyamar sebagai seorang gadis cantik bernama Bu Liang-cu, berhasil menyusup ke dalam istana sebagai pengawal pribadi dari Yang Kui Hui! Memang itulah tujuan pokok dari siasat Kwat Lin, yaitu memikat hati Yang Kui Hui. Pemikatan dengan jalan menolong selir itu dari bahaya cukup baik, akan tetapi akan lebih berhasil lagi kalau muridnya itu berhasil menjatuhkan hati selir itu dengan ketampanannya! Kalau sampai berhasil Swi Liang menjadi kekasih Yang Kui Hui, hemm, akan mudah saja melakukan gerakan pemberontakan dari dalam! Inilah sebabnya maka dia setuju muridnya itu menyamar sebagai wanita. Dia rela memberikan kekasihnya ini kepada Yang Kui Hui demi tercapainya cita-citanya.

Berbeda dengan kakaknya yang telah mabok bujukan gurunya, Swi Nio makin lama merasa makin tidak enak tinggal di Bu-tong-san. Dia sama sekali tidak senang dan hatinya menentang menyaksikan semua perbuatan subonya. Tadinya memang dia rela menjadi murid wanita sakti, karena wanita itu yang menolong dia dan kakaknya, juga yang telah membunuh Pat-jiu Kai-ong musuh besar yang telah membunuh ayah mereka. Akan tetapi semenjak menyaksikan betapa subonya itu menguasai Bu-tong-pai dengan kekerasan, melihat subonya melawan susiok sendiri dan bahkan membuat para tokoh Bu-tong-pai mengundurkan diri dari Bu-tong-pai, hatinya sudah merasa tidak senang. Apalagi melihat masuknya orang-orang kasar dan yang dia ketahui adalah bekas-bekas penjahat menjadi anggauta Bu-tong-pai dia merasa penasaran. Semua itu masih ditambah lagi kenyataan yang membuatnya merasa malu dan hina, yaitu melihat kakaknya menjadi kekasih subonya.

Seringkali secara diam-diam Swi Nio menasihati kakaknya, bahkan menganjurkan kakaknya untuk bersama dia melarikan diri saja dari Bu-tong-pai, namun semua itu tidak diacuhkan oleh Swi Liang. Swi Nio menderita batin seorang diri, seringkali menangis di dalam kamarnya. Melihat munculnya Kiam-mo Cai-li, hatinya menjadi makin gelisah. Dia dahulu sudah mendengar dari mendiang ayahnya bahwa Kiam-mo Cai-li adalah seorang datuk kaum sesat yang amat kejam. Namun kenyataannya, subonya menjadi sekutu iblis itu, bahkan diakui sebagai pemimpin!

Pagi hari itu, setelah merasa kehilangan kakaknya yang pergi tampa pamit bersama subonya dan kemudian melihat subonya pulang sendiri tanpa kakaknya, Swi Nio tak dapat menahan kegelisahan hatinya lagi dan dia memberanikan diri memasuki kamar subonya di mana subonya sedang bercakap-cakap dengan Kiam-mo Cai-li yang kebetulan datang ke Bu-tong-san.

"Subo, teecu (murid) tidak melihat adanya Liang-koko yang tadinya pergi bersama Subo selama beberapa hari lamanya. Ke manakah dia, Subo? Apakah yang terjadi dengan kakakku itu?" tanyanya dengan wajah agak pucat karena beberapa malam dia kurang tidur memikirkan kakaknya.

The Kwat Lin mengerutkan alisnya. Hatinya memang sudah tidak senang pada muridnya ini, apalagi ketika Swi Nio terang-terangan berani menolak perintahnya sehingga tugas itu digantikan oleh Swi Liang biarpun pemuda itu berhasil baik, betapapun juga The Kwat Lin merasa kehilangan, apalagi di waktu malam yang sunyi dan dingin!

"Kau tidak perlu tahu!" jawabnya membentak.

"Tapi.... Subo, dia adalah kakak teecu......" Swi Nio membantah.

"Hemm, dia bertugas di kota raja. Sudah, pergilah dan jangan kau mengganggu kami yang sedang bicara!"

Swi Nio bangkit berdiri dari atas lantai dan memandang gurunya dengan mata terbelalak dan muka pucat.

"Jadi....dia.... dia telah menyelundup ke dalam istana....?"

The Kwat Lin bangkit berdiri dan menudingkan telunjuknya ke muka Swi Nio sambil membentak marah, "Gara-gara engkaulah! Apa kau kira kalau tidak terpaksa aku suka membiarkan dia melakukan tugas berbahaya itu? Mestinya engkau yang bertugas, akan tetapi engkau telah menolak. Dia seorang murid yang amat baik, tidak seperti engkau yang tak mengenal budi!"

Swi Nio membalikan tubuhnya, menutupi muka dan menangis sambil mengeluh, "Liang-koko..... ah, Koko....!"

Setelah dara itu berlari pergi, Kwat Lin duduk kembali, wajahnya keruh dan dia mengomel, "Murid yang murtad! Sungguh menjengkelkan saja dia itu!"

Kiam-mo-Cai-li tersenyum. "Mengapa pusing-pusing menghadapi seorang gadis seperti itu? Kalau dibiarkan saja, tentu dia akan terus merongrongmu dan boleh jadi kelak akan membahayakan perjuangan kita. Dia harus ditundukan!"

"Hemm, maksudmu menggunakan kekerasan?"

"ah, aku mengenal gadis seperti itu. Wataknya keras dan kalau digunakan kekerasan, sampai mati pun dia tidak akan tunduk. Kalau sampai dia mati, amat tidak baik bagi kakaknya yang kita butuhkan tenaganya. Dia harus dilawan dengan cara halus."

"Bagaimana maksudmu? Membujuknya?"

Kiam-mo Cai-li menggeleng kepalanya. "Dibujukpun takkan berhasil. Akan tetapi sekali dia telah jadi isteri orang, tentu dia akan menurut segala kehendak suaminya."

"Ihhh! Aku tidak pernah memikirkan hal itu. Dengan siapa?"

"Kita harus cerdik, kita harus memakai siasat sekali tepuk memperoleh dua ekor lalat atau menggunakan pedang yang bermata dua. Di satu fihak, kita harus menyenangkan hati Pangeran Tang Sin Ong yang aku tahu memiliki watak mata keranjang sehingga dia akan tentu berterima kasih sekali kepadamu kalau kau rela memberikan muridmu yang cantik manis itu kepadanya, menjadi seorang selirnya yang tercinta dan dapat diandalkan. Ke dua, kalau muridmu itu sudah menjadi selir Pangeran Tang Sin Ong, tentu dia akan tidak banyak bantahan lagi!"  

Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping HooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang