BUKU 9. KISAH SEPASANG RAJAWALI VIII

7.2K 64 0
                                    

  Ceng Ceng mengangguk dan hatinya terasa perih ketika dia teringat kepada Kian Lee. Pemuda itu pun amat baik kepadanya, bahkan dia tahu bahwa Kian Lee cinta kepadanya, sehingga dia dapat membayangkan betapa hancur hati Kian Lee ketika memperoleh kenyataan-kenyataan bahwa dia adalah keponakannya sendiri! Pemuda itu pun demikian mencintanya sehingga rela mengorbankan dirinya sendiri ketika berusaha meng­obatinya sampai kedua tangannya kera­cunan.

"Rahasia itu terbuka ketika aku ber­temu dengan Paman Gak Bun Beng. Itu­lah sebabnya mengapa aku pernah me­ngatakan kepadamu, Paman, bahwa sheku bukanlah Lu, melainkan Wan. Ayahku adalah Wan Keng In, kakak tiri Paman Suma Kian Lee. Ayahku adalah putera tiri Pendekar Super Sakti, dia.... ayahku itu.... dia amat jahat, Paman." Ceng Ceng lalu menceritakan riwayat dirinya, diceritakan semua tanpa ada yang disem­bunyikan bahwa dia hidup di Bhutan de­ngan kakeknya yang ternyata adalah kakek buyutnya, betapa tadinya dia men­dengar dari kakeknya bahwa ayah kan­dungnya adalah Gak Bun Beng yang su­dah mati seperti ibunya. Betapa dia mengawal Puteri Syanti Dewi yang men­jadi kakak angkatnya itu sehingga meng­alami banyak kesengsaraan, betapa ke­mudian dia bertemu dengan Gak Bun Beng dan mendengar akan semua riwayat ibunya yang diperkosa oleh Wan Keng In yang memakai nama Gak Bun Beng. Se­mua diceritakannya dengan panjang lebar, didengarkan dengan mata terbelalak dan penuh perhatian oleh Topeng Setan. Setelah mendengar semua itu, Topeng Se­tan menarik napas panjang. "Akan tetapi, riwayatmu itu bahkan mengangkat dera­jatmu, Ceng Ceng. Engkau adalah cucu tiri dari Pendekar Super Sakti, dan eng­kau adalah adik angkat dari Puteri Bhu­tan, bahkan kakek buyutmu adalah se­orang bekas panglima pengawal yang setia. Engkau cukup berharga bahkan untuk seorang pria seperti Pangeran Yung Hwa itu sekalipun, engkau sudah terlalu berharga. Dia amat mencintamu, Ceng Ceng, bahkan dia sampai menolak dikawinkan dengan Puteri Syanti Dewi karena dia cinta padamu. Mari kuantar engkau menjumpainya, Ceng Ceng...."

"Paman....! Jangan engkau berkata demikian, Paman....!" Dan tiba-tiba Ceng Ceng menangis tersedu-sedu karena dia teringat akan keadaan dirinya.

"Eh, eh.... Ceng Ceng, kenapa....?" Topeng Setan bertanya, suaranya geme­tar.

Ceng Ceng mengusap air matanya dan memandang wajah bertopeng buruk itu, yang menjadi seperti wajah iblis ketika tertimpa cahaya api unggun yang merah. "Baiklah, kau boleh mendengar semua, Paman. Engkau sudah kuanggap seperti pamanku sendiri seperti ayah sendiri, seperti sahabatku yang termulia di dunia ini, bahkan sebagai satu-satunya orang yang menjadi sahabatku. Aku.... aku sama sekali tidak berharga, Paman, apalagi bagi seorang pria seperti Pangeran Yung Hwa. Aku hanya seorang yang menanti kematian...."

"Eh, apa maksudmu?"

"Paman.... aku.... aku telah tertimpa malapetaka yang lebih hebat daripada kematian. Aku telah ternoda, aku telah diperkosa orang...." Dengan terengah-engah dan terputus-putus Ceng Ceng menceritakan melapetaka hebat di dalam guha itu ketika dia diperkosa oleh pemuda laknat itu.

"Dia kutolong, akan tetapi dia malah memperkosa aku, Paman.... dia, si laknat itu, dia bernama Kok Cu, murid Si Dewa Bongkok dari Istana Gurun Pasir. Men­diang kakek Lauw Ki Sun yang tewas dan jenazahnya kaukubur di depan kuil itu, dialah yang menceritakan kepadaku siapa adanya manusia iblis itu. Kakek itu adalah pelayan dari Dewa Bongkok dan pemuda yang merusak hidupku itu adalah murid Si Dewa Bongkok, dialah orang yang kaugambar itu, Paman. Aku harus menemukannya, engkau harus membantu aku untuk membalas dendam setinggi langit dan sedalam lautan ini. Aku bersumpah tidak akan berhenti se­belum dapat membunuhnya, dan setelah aku berhasil membunuhnya, mudah-mu­dahan dengan bantuanmu karena dia lihai sekali, Paman. Sesudah itu, aku.... aku akan membunuh diri, untuk apa hidup menderita aib yang hebat ini....?"

Topeng Setan bangkit berdiri, menge­pal tinjunya, matanya terbelalak, seluruh urat di dadanya yang telanjang karena bajunya dirobek untuk membalut pundak kirinya, tampak dan dari kedua mata yang terbelalak lebar itu jatuh air mata­nya satu demi satu, seperti butir-butir mutiara runtuh dari untaiannya. Dadanya bergelombang dan terdengar rintihan aneh keluar dari mulutnya yang berbibir tebal sekali itu.

Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping HooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang