BUKU 8. SEPASANG PEDANG IBLIS I

13.4K 109 1
                                    

Kuil tua itu berdiri di tepi Sungai Fen-ho, di lembah antara Pegu­nungan Tai-hang-san dan Lu-liang-san, di sebelah selatan kota Taigoan. Sunyi sekali keadaan di sekitar tempat itu, sunyi dan kuno sehingga kuil yang amat kuno dan sudah bobrok itu cocok sekali dengan keadaan alam yang sunyi dan liar di sekelilingnya. Biasanya, kuil ini kosong dan bagi yang percaya, tempat seperti itu paling cocok menjadi tempat tinggal setan iblis dan siluman.

Akan tetapi, pada sore hari itu, ke­adaan di sekeliling kuil tampak amat menyeramkan karena ada bayangan-ba­yangan yang berkelebatan, begitu cepat gerakan bayangan-bayangan itu sehingga agaknya iblis-iblis sendiri yang sedang sibuk mengadakan persiapan sesuatu. Akan tetapi kalau diperhatikan, bayangan-bayangan itu sama sekali bukanlah setan melainkan manusia-manusia, sung­guhpun manusia-manusia yang menyeram­kan karena mereka yang berjumlah lima orang itu bertubuh tinggi besar, bersi­kap kasar dan berwajah liar. Gerakan mereka tidak seperti orang biasa, karena selain cepat juga membayangkan kekuat­an yang jauh lebih daripada manusia-manusia biasa. Golok besar yang terselip di punggung dan golok lima orang tinggi besar itu menandakan bahwa mereka adalah orang-orang yang sudah biasa mempergunakan kekerasan mengandalkan ilmu silat dan senjata mereka.

Memang sesungguhnyalah bahwa lima orang tinggi besar ini bukan orang-orang sembarangan. Mereka adalah lima orang bajak laut yang sudah terkenal bertahun-tahun lamanya menjadi setan sungai Fen-ho. Kepandaian mereka amat tinggi ka­rena mereka ini yang berjuluk Fen-ho Ngo-kwi (Lima Iblis Sungai Fen-ho) ada­lah anak buah yang sudah menerima gemblengan dari mendiang Kang-thouw-kwi Gak Liat, datuk iblis yang terkenal dengan nama poyokan Setan Botak itu! Sejak tadi lima orang ini berkelebatan di sekitar kuil tua, seperti hendak menyelidiki keadaan kuil yang sunyi dan kelihatan kosong itu.

"Twako, tidak kelirukah kita? Apa­kah benar kuil ini yang dimaksudkan dalam pesan Gak-locianpwe?" Tiba-tiba seorang di antara mereka, yang mempu­nyai tahi lalat besar di dagunya, ber­tanya kepada orang tertua di antara mereka yang matanya besar sebelah.

"Tidak salah lagi," jawab orang ter­tua Fen-ho Ngo-kwi yang usianya kurang lebih lima puluh tahun itu sambil me­mandang ke arah kuil tua. "Satu-satu­nya kuil tua di tepi Sungai Fen-ho di daerah ini hanya satu inilah. Akan tetapi sungguh heran, mengapa kelihatan sunyi dan kosong?"

"Lebih baik kita serbu saja ke da­lam!" kata Si Tahi Lalat sambil men­cabut goloknya.

Twakonya mengangguk dan mereka semua sudah mencabut golok, siap untuk menyerbu. Pimpinan rombongan itu menggerakkan tangan kepada adik-adiknya dan berkata, "Kau masuk dari pintu be­lakang, dan kau dari jendela kiri, kau dari jendela kanan, seorang menjaga di luar dan aku yang akan menerjang dari pintu depan!" Mereka berpencar, gerak­an mereka gesit dan ringan sekali. Kuil itu telah dikurung. Pemimpin itu mem­beri isarat dengan tangan dan mereka menyerbu memasuki kuil dari empat ju­rusan.

Tiba-tiba tampak sinar-sinar hitam menyambar dari depan dan belakang kuil. Sinar-sinar hitam ini adalah sen­jata-senjata rahasia berbentuk bintang terbuat dari baja. Lima orang tinggi besar kaget sekali, cepat menggerakkan golok mereka menangkis.

"Cring-cring-tranggg....!" Terdengar suara nyaring dan golok mereka itu pa­tah semua, disusul suara jerit lima orang itu yang tak dapat lagi menghindarkan diri dari sambaran senjata-senjata rahasia bintang yang luar biasa kuatnya itu. Me­reka roboh dengan dahi pecah karena masing-masing terkena senjata rahasia yang menancap di antara alis mereka. Tubuh mereka berkelojotan, mulut me­reka mengeluarkan suara mengorok dan akhirnya tubuh mereka berhenti ber­gerak, tak bernyawa lagi. Hanya darah mereka yang bergerak mengucur keluar dari dahi!

Dari belakang dan depan kuil ber­lompatan keluarlah dua orang kakek sambil tertawa-tawa. Dilihat keadaan mereka yang bertubuh kurus seperti ku­rang makan, pantasnya mereka adalah orang-orang yang lemah. Namun, dengan senjata rahasia sekali lepas dapat me­robohkan dan menewaskan lima orang bajak Fen-ho Ngo-kwi, menjadi bukti bahwa dua orang ini tentu orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian yang hebat. Begitu mudahnya mereka mem­hunuh anak buah dan juga murid-murid mendiang datuk sesat Kang-thouw-kwi, benar-benar sukar dipercaya!

Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping HooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang