Jilid 3 (TAMAT)

5K 56 0
                                    

Kalau tadi Sian Li masih tersenyum-senyum manis, kini senyumnya menghi­lang dan alisnya berkerut khawatir. Namun bagi Sian Lun, seperti juga semua laki-laki yang sudah jatuh cinta, peru­bahan wajah gadis itu sama sekali tidak mengubah hasil pandangannya. Tersenyum tertawa, merengut atau menangis atau marah-marah, tetap saja cantik jelita! Bagi hati yang sedang tergila-gila oleh cinta, wajah yang cemberut bahkan ber­tambah manis! Sebaliknya, bagi hati yang diracuni benci, wajah yang tersenyum dianggap mengejek dan menyebalkan!

"Suheng, sadarlah! Kita sudah bergaul sejak aku kecil, kita biasa berlatih ber­sama, bermain bersama. Kenapa sekarang engkau bersikap begini? Mengerikan! Hentikan kelakarmu ini, atau aku akan benar-benar marah, Suheng!" katanya dan untuk menyadarkan suhengnya. Sian Li memegang lengan pemuda itu dan mengguncangnya agak keras.

Sian Lun baru menyadari ketidakwa­jaran sikapnya. Dia menarik napas pan­jang seperti orang mengeluh, "Maaf, Sumoi, maafkan sikapku tadi.... akan te­tapi.... aku seperti mabok, Sumoi. Mabok oleh apa yang kulihat malam ini. Wajah­mu disinari bulan purnama, rambutmu, matamu, hidung dan bibirmu.... ah, eng­kau memang cantik jelita, sumoi dan aku.... aku tak dapat menahan lagi raha­sia hatiku, aku cinta padamu, Sumoi, aku cinta padamu...."

Sepasang mata yang indah itu terbe­lalak, pipi yang tadi kemerahan itu men­dadak menjadi pucat, lalu merah lagi dan tiba-tiba saja Sian Li menggerakkan ke dua tangannya mendorong kedua pundak Sian Lun. Pemuda itu terkejut, tidak mampu mengelak atau menangkis, dan tubuhnya terjengkang keluar dari perahu.

"Byuurrr....!" Air muncrat tinggi dan tubuh Sian Lun tenggelam! Tak lama kemudian, pemuda itu muncul kembali dan gelagapan. Sian Lun bukan tak pan­dai renang, akan tetapi dia tadi terlam­pau kaget ketika tubuhnya didorong su­moinya keluar dari perahu, dan kini dia pun harus melawan arus air, kembali ke perahu.

"Peganglah ini!" kata Sian Li yang sudah menjulurkan dayung ke arah pemu­da itu. Setelah tadi mendorong tubuh suhengya sehingga terjatuh ke dalam air di luar perahu, Sian Li baru menye­sali perbuatannya, dan melihat pemuda itu gelagapan, ia lalu menyambar dayung dsn menolongnya naik.

Sian Lun naik ke perahu dengan pa­kaian basah kuyup, juga rambutnya basah kuyup. Mereka berdiri berhadapan di kepala perahu, saling pandang. Sian Li marasa kasihan juga melihat suhengnya yang basah kuyup dan nampak bersedih.

"Maafkan aku, Sumoi," kata Sian Lun lirih.

Hemmm, sudah didorong ke dalam air, malah minta maaf. Sian Li merasa se­makin menyesal. "Habis, engkau sih, Su­heng, yang aneh-aneh. Aku tidak suka melihat dan mendengar engkau seperti tadi! Engkau Suhengku, kuanggap seperti kakak sendiri, dan aku.... aku masih ter­lalu muda untuk memikirkan soal cinta. Jangan sebut-sebut lagi soal itu. Dan kau juga maafkan aku yang tadi mendorong­mu karena marah."

Sian Lun menundukkan mukanya. Di­dorong ke air oleh Sian Li bukan apa-apa, biar didorong seratus kali dia mau asal gadis yang membuatnya tergila-gila itu suka menerima cintanya. Yang mem­buat hatinya terasa sedih sekali adalah ucapan sumoinya tadi. Sumoinya tidak mau bicara tentang cinta dan mengang­gap dia seperti kakak sendiri! Dia me­nundukkan mukanya dan memasuki bilik perahu untuk bertukar pakaian kering. Sian Li memandang ke arah kain tirai yang menutup pintu bilik dengan hati iba. Akan tetapi ia tidak berbohong dengan ucapannya tadi. Selama ini ia menyayang Sian Lun sebagai suheng, atau sebagai kakak sendiri, sama sekali tak pernah terbayangkan memandang suhengnya itu sebagai seorang kekasih, sebagai seorang calon suami! Lucu dan aneh rasanya ka­lau ia harus menjadi isteri suhengnya!

Ketika Sian Li sedang melamun, tiba-tiba perahu itu terguncang. Ia terkejut dan menengok. "Heiiii....!" teriaknya ke­tika melihat ada dua orang berpakaian hitam tiba-tiba saja meloncat dari air ke atas perahunya, dan sebuah perahu meluncur cepat menuju ke situ. Tahulah ia bahwa ada orang jahat yang hendak mengganggunya, maka cepat ia menyam­but kedua orang itu dengan serangan kakinya yang melakukan tendangan be­runtun.

Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping HooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang