BUKU 8. SEPASANG PEDANG IBLIS IV

6.4K 68 0
                                    

Hati Kwi Hong yang sedang kesal karena selalu memikirkan Bun Beng yang dikhawatirkan keadaannya, menjadi makin sebal melihat penyambutan yang amat ramah ini. Dia tahu bahwa sudah bertahun-tahun pemuda putera pembantu pamannya ini menaruh hati kepadanya. Sungguhpun Ki Lok tidak pernah membuka rahasia hatinya dengan kata-kata, namun dari gerak-geriknya, dari pandang matanya, dari suaranya, jelas menyatakan bahwa pemuda tinggi besar dan gagah perkasa ini jatuh cinta kepadanya. Anehnya, hal ini membuat Kwi Hong selalu merasa jengkel dan tidak senang!

"Terima kasih, Lok-ko. Aku lelah dan ingin mengaso, malas untuk masak-masak," katanya sambil melompat ke darat. Sejenak Ki Lok melongo, namun dengan senyum yang tak pernah meninggalkan mukanya, dia meloncat pula mengikuti dan menghadang di depan Kwi Hong sambil berkata,

"Biarkan kumasakkan untukmu, Nona. Engkau suka ikan panggang, bukan? Akan kupanggang untukmu, kuberi bumbu yang enak. Harap kau jangan makan dulu, tunggu sampai ikan ini matang dan...."

"Sudahlah, Lok-ko, kaumakan sendiri ikan yang dengan susah payah kautangkap itu, kau makan bersama ayahmu. Aku tiada nafsu makan. Terima kasih!" Kwi Hong lalu meloncat ke depan dan berlari ke tengah pulau.

Tinggal Ki Lok yang berdiri dengan ikan di tangan, dipondong di atas kedua lengannya, dan berdiri melongo memandang bayangan gadis itu yang lenyap di antara pohon-pohon.

"Thung-kongcu, wanita itu seperti burung dara, kalau didiamkan mendekat, kalau didekati terbang menjauh. Lihatlah...." Seorang di antara anak buah Pulau Es menuding ke arah pulau.

Ki Lok sadar, mukanya menjadi merah dan ia menengok ke tengah pulau itu. Musim ini, di mana banyak sinar matahari, pulau itu ditumbuhi beberapa macam pohon sehingga kelihatannya lebih hidup daripada di musim dingin yang membuat pulau itu gundul sama sekali.

Di antara pohon-pohon ia melihat Kwi Hong sedang berhadapan dengan seorang pemuda, bercakap-cakap. Ki Lok membalikkan tubuhnya, meloncat ke dalam perahu, melempar ikan kakap merah di antara tumpukan ikan-ikan lain lalu mendayung perahunya menjauhi perahu yang baru tiba. Lima orang tukang perahu itu hanya menghela napas panjang karena mereka pun maklum bahwa seolah-olah terjadi perebutan antara Thung Ki Lok dan Kwee Sui, seorang pemuda tampan anak keluarga Pulau Es yang diambil murid oleh Phoa-toanio, yaitu Phoa Ciok Lin wakil majikan Pulau Es untuk urusan dalam. Namun semua orang maklum bahwa terhadap kedua orang muda yang seolah-olah bersaing memperebutkan cinta gadis cantik murid Pulau Es itu, Kwi Hong bersikap acuh tak acuh, bahkan kadang-kadang memperlihatkan dengan jelas bahwa dia tidak senang menghadapi rayuan mereka.

Pemuda yang kini menyambut kedatangan Kwi Hong itu adalah Kwee Sui. Dia berusia dua puluh enam tahun, tubuhnya tidak tinggi besar seperti Ki Lok, akan tetapi sedang dan wajahnya tampan sekali, juga dalam hal bicara dan mengambil hati, dia lebih pandai daripada saingannya yang agak kaku. Memang sifat kedua orang pemuda itu jauh berlainan, sungguhpun keduanya sama tampan dan sama gagah. Semenjak kecil, Ki Lok suka bekerja di luar, yaitu mencari ikan menentang panasnya matahari dan melawan serangan ombak laut, berjuang melawan alam di samping mempelajari ilmu silat dari ayahnya. Wataknya terbuka dan jujur, pemberani dan agak kaku. Sebaliknya, Kwee Sui yang menjadi murid Phoa Ciok Lin, dapat mempelajari ilmu silat yang lebih tinggi karena gurunya adalah wakil Pendekar Super Sakti, bahkan Phoa Ciok Lin adalah murid dari iblis betina Toat-beng Ciu-sian-li yang pernah menggemparkan dunia kang-ouw. Di samping ilmu silat, Kwee Sui juga suka belajar ilmu sastera dan ia selalu mengenakan pakaian bersih dengan potongan seorang sasterawan.

"Hong-moi, engkau baru pulang? Dan di mana Pamanmu, Suma-taihiap, mengapa tidak ikut pulang?" demikian Kwee Sui menyambut dengan sikap ramah. Sebagai murid Phoa Ciok Lin, dia lebih dekat dalam pergaulannya dengan Kwi Hong dan menyebutnya moi-moi (adik), tidak seperti Ki Lok yang menyebutnya nona. Adapun semua anggauta Pulau Es, menyebut taihiap (pendekat besar) kepada Suma Han yang tidak pernah suka disebut To-cu (majikan pulau) atau pangcu (ketua perkumpulan).

Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping HooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang