Jilid 1

5.1K 38 1
                                    

Bagi mereka yang bukan pedagang keliling dan yang tidak pernah melakukan perjalanan melintasi Tembok Besar, tentu mengira bahwa kekuasaan Kerajaan Ceng yang dipegang oleh bang­sa Mancu tentu berhenti sampai di Tem­bok Besar itu. Padahal, sesungguhnya tidaklah demikian. Bangsa Mancu sendiri merupakan bangsa yang tinggal jauh di utara yang amat dingin, daerah yang keras dan kejam, dan di luar Tembok Besar masih terdapat daerah yang amat luas. Masih ada Propinsi Liaoning dan Jilin yang berbatasan dengan Korea, daerah Mancuria sendiri yang luas, ke­mudian terdapat daerah Mongolia Dalam atau Mongol, dan daerah Mongolia yang lebih luas. Akan tetapi, setelah melewati Tembok Besar memang daerah yang liar dan kejam, dengan tak terhitung banyak­nya bukit di antara padang pasir yang luas dan merupakan lautan pasir yang ganas.

Padang pasir seperti ini memang ga­nas dan kadang-kadang kejam sekali. Dari tulang-tulang kuda, onta, bahkan manusia yang terdapat berserakan di sana-sini dapat diketahui bahwa lautan pasir itu sudah banyak menelan korban. Mayat manusia dan bangkai binatang yang tewas dalam perjalanan melintasi lautan pasir, dibiarkan saja berserakan, membusuk dimakan terik panas matahari, atau digerogoti anjing-anjing serigala dan binatang buas lainnya, dibiarkan tinggal tulang-tulangnya saja yang lama-lama mengering. Lautan pasir yang kelihatan tak bertepi itu, memang kejam, juga me­ngandung kesunyian yang mendatangkan suasana yang menyeramkan dan penuh keajaiban. Bayangkan saja betapa nme­ngerikan tersesat di lautan pasir seperti itu, di mana tidak dapat ditemukan setetes pun air, sebatang rumput pasir dan pasir di mana-mana, panas dan silau,tidak diketahui lagi mana utara mana selatan. Belum lagi kalau datang badai yang membuat pasir bergulung-gulung dan berombak seperti air di lautan, menelan apa saja yang menghalang di depan. Para pedagang, yang melakukan perjalanan kemudian tersesat, kehabisan air minum, kelelahan dan terjebak dalam lautan pasir tanpa mengetahui ke arah mana mereka harus menuju, saking takut dan ngerinya, banyak di antara mereka yang dapat melihat pemandangan-pemandangan khayal yang aneh-aneh. Ada yang me­lihat air terjun dengan air yang melim­pah-limpah dan segar sejuk, akan tetapi ketika mereka menghampiri, yang ada hanya pasir belaka! Ada yang melihat anak sungai dengan airnya yang segar, atau melihat kebun dengan pohon-pohon menghijau dan buah-buah yang sudah masak, dan sebagainya. Namun, semua itu hanyalah bayangan khayal belaka, yang timbul karena besarnya keinginan hati mereka mengharapkan air, pohon dan sebagainya yang amat mereka butuh­kan itu.

Di tengah-tengah satu di antara pa­dang-padang pasir yang amat luas itu, terdapat sebuah gedung istana kuno, lengkap dengan perkebunan yang cukup luas, dengan pohon-pohon buah yang su­bur, dan sayur-sayuran, bahkan tumbuh pula gandum di ladang. Terdapat pula sumber air tak jauh dari istana kuno itu. Sungguh merupakan suatu keadaan yang ajaib, dan andaikata ada orang tersesat sampai ke daerah itu lalu melihat bangunan istana berikut perkebunannya yang subur itu, tentu dia akan mengira bahwa dia pun hanya melihat pemandangan khayal belaka.

Akan tetapi tidaklah demikian se­sungguhnya. Bangunan itu memang sebuah bangunan istana yang besar, pernah di jaman dahulu bangunan ini merupakan istana peristirahatan dari seorang raja­diraja, seorang kaisar besar yang bukan lain adalah Kaisar Jenghis Khan dari Kerajaan Mongol! Akan tetapi, puluhan tahun yang lalu, istana itu dihuni oleh seorang sakti yang aneh, yang di dunia persilatan tingkat tinggi dikenal sebagai tokoh dongeng yang bernama Dewa Bong­kok. Nama Dewa Bongkok yang menjadi penghuni Istana Gurun Pasir ini tidak kalah terkenalnya dan dianggap sebagai setengah dongeng saja, seperti halnya Pendekar Super Sakti penghuni Pulau Es! Setelah Dewa Bongkok meninggal dunia, kini yang menjadi penghuni istana Gurun Pasir itu adalah muridnya yang bernama Kao Kok Cu, yang di dunia persilatan dikenal sebagai Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir!

Nama besar Pendekar Naga Sakti ini pernah menggemparkan dunia persilatan, dan dia tidak kalah terkenalnya dibanding­kan mendiang gurunya. Kini Kao Kok Cu telah menjadi seorang kakek yang tua renta, tinggal di dalam istana kuno itu berdua saja dengan isterinya. Isterinya bukan wanita sembarangan, melainken seorang pendekar wanita yang juga per­nah menggemparkan dunia persilatan. Namanya Wan Ceng, ketika kecil pernah tinggal di Kerajaan Bhutan, jauh di barat bahkan menjadi saudara angkat Puteri Syanti Dewi dari Bhutan sehingga ia memperoleh nama julukan Candra Dewi. Wan Ceng juga memiliki kesaktian dan kini ia dalam usia tujuh puluh dua tahun tinggal bersama suaminya di Istana Gu­run Pasir. Mereka berdua hidup di situ tanpa pelayan hanya berdua saja, me­ngerjakan ladang dan kebun sendiri yang hasilnya jauh lebih daripada cukup untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Sebagian besar dari waktu luang mereka diper­gunakan untuk bersamadhi dan bertapa.

Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping HooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang